Senin, 21 Maret 2016

KONSTRUKSI HUKUM PELANGGARAN DISIPLIN PNS DALAM KATEGORI BERAT

KONSTRUKSI HUKUM
PELANGGARAN DISIPLIN PNS
DALAM KATEGORI BERAT

Oleh Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur,SH,MHum
HP 081310651414
Blog/Web: Rajawali Garuda Pancasila

1.    Untuk memahami kasus ini  disepakati dahulu, bahwa, kasus ini berkaitan dengan  Disiplin Pegawai Negeri Sipil, oleh karena itu perlu adanya pemaham apa yang dimaksud Disiplin PNS, yaitu  kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.(pasal 1 angka 1 PP No 53 Tahun 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL)
Konstruksi hukumnya adalah menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin
2.    Artinya kapan peristiwa hukum terjadi pelanggaran PP Nomor 53 Tahun  2010, yaitu  jika tidak ditaatinya kewajiban atau melanggar larangan, maka akan terjadinya pelanggaran disiplin, adapun yang dimaksud Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja,  Pasal 1 angka 3 PP Nomor 53 Tahun 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL)

3.    Adapun jenis pelanggaran dalam kaitannya dengan kasus ini adalah  masalah  Jam Kerja dan dijatuhi hukum disiplin berat.

Pelanggaran Jam kerja Pasal 14 Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 angka 9, Pasal 9 angka 11, dan Pasal 10 angka 9 dihitung secara kumulatif sampai dengan akhir tahun berjalan. Penjelasan Pasal 14 Yang dimaksud dengan “dihitung secara kumulatif sampai dengan akhir tahun berjalan” adalah bahwa pelanggaran yang dilakukan dihitung mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun yang bersangkutan.

Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin
Pasal 7 (1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari: a. hukuman disiplin ringan; b. hukuman disiplin sedang; dan c. hukuman disiplin berat
           Pasal 10 Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
Adapun jenis hukum dalam kasus ini adalah pada kategori Pasal 7 ayat 4 huruf d
(4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari: huruf  d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan apabila tidak melakukan kewajiban pada pasal 10 angka 9, yaitu: tentang kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
Pasal 3 Setiap PNS wajib kerja sebagaimana diatu pada angka 11 mengatur  tentang masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;  dan pada kasus ini ada Peraturan Bupati di Daerah otonom Kayung Utara  Nomor 62 Tahun 2012 pada pasal 12 disiplin pegawai negeri.
4.    Siapakah pejabat yang berwenang untuk menjatuhkan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan PNS dikabupaten ?
Pasal 20 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a.    PNS Daerah Kabupaten/Kota yang menduduki jabatan:  pada  angka 7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
Dalam kasus ini pejabat yang berwenang adalah bupati sebagai pejabat administrasi pemerintahan tertinggi di daerah otonom.
Tentang Kewenangan dan Wewenang Pejabat Bupati/pejabat Kepala Daerah, Untuk memahami kewenangan dan wewenang, maka harus dipahami lebih dahulu, siapa yang dimaksud pejabat yang berwenang dalam konstruksi HAN ?, mengapa, karena untuk memperjelas, bahwa pejabat bupati adalah pejabat aparatur sipil negara, yang tunduk dengan Undang-Undang Tentang ASN. oleh karena itu dalam UU ASN diberikan batasan hukum siapa yang dimaksud pejabat yang berwenang. Didalam UU Nomor 5 Tahun 2014 Pasal angka 13 menyatakan: “Pejabat yang  Berwenang adalah pejabat  yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Dalam pasal 1 angka 13 UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN terdapat klasul HAN, yaitu: “yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN “sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Ada kata kunci secara HAN, yaitu: sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pertanyaan apa yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-Undangan?
Pasal 1 angka 2 UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan secara tegas: Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 ada klasul kunci secara HAN, yaitu: “pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan”. Artinya Pejabat dalam membuat Keputusan haruslah ditetapkan melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Untuk itulah agar sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, Pejabat yang berwenang diwajibkan untuk memegang teguh asas–asas penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan, yaitu mengacu kepada UU Nomor 30 Tahun 2014, yaitu: Pasal 5 Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan: a. asas legalitas; b. asas pelindungan terhadap hak asasi manusia; dan 4  c. AUPB.

Adapun yang dimaksud asas legalitas dan asas perlindungan HAM didalam UU  Nomor 30 Tahun 2014.  dinyatakan dalam penjelasan Pasal 5 huruf a  adalah “Yang dimaksud dengan “asas legalitas” adalah bahwa penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan mengedepankan dasar hukum dari sebuah Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuat oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan”. Makna hukumnya adalah Pejabat dalam membuat keputusan mengedepankan dasar hukum dari sebuah Keputusan.
Kemudian penjelasan Pasal 5 Huruf b:  Yang dimaksud dengan “asas perlindungan terhadap hak asasi manusia” adalah bahwa penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak boleh melanggar hak-hak dasar Warga Masyarakat sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Makna hukumnya adalah pejabat pemerintahan tidak boleh melanggar HAM.

Bahwa pejabat bupati/pejabat Kepala daerah, maka secara HAN adalah juga sebagai pejabat Pemerintahan, karena Kepala Daerah adalah bagian dari Pemerintahan Daerah (Pasal 1 angka 3 UU Nomor 23 Tahun 2014). maka pejabat bupati/pejabat Kepala daerah melaksanakan administrasi pemerintahan. Adapun yang dimaksud dengan administrasi pemerintahan berdasarkan pasal 1 angka 1 UU Nomor 30 Tahun 2014 yang menyatakan: “Administrasi Pemerintahan adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan”
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 ada dua konstruksi hukum, pertama, adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan, dan kedua adalah tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan”

       Atas dasar itu maka diwajibkan pejabat yang berwenang dalam hal ini pejabat Admnistrasi Negara/TUN terhadap tata laksana dalam pengambilan keputusan dan melakukan tindakan oleh pejabat pemerintahan, haruslah/wajib memegang teguh Undang-Undang yang menjadi dasar hukum kewenangan atau sumber Hukum Materiil HAN, yakni UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya pada pasal Pasal 9 ayat (1) Setiap Keputusan dan/atau Tindakan wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB.

      Apa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang dimaksud Pasal 9 ayat (1) diatas? Pasal 9 Ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2014 menyatakan, bahwa Peraturan perundang-undangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar Kewenangan; dan
b. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
      
      Bagaimana tata laksanannya ? Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 30 Tahun 2014,Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan wajib mencantumkan atau menunjukkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar Kewenangan dan dasar dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
 
      Bagaimana jika peraturan perundang-undangan tidak jelas?, Pasal 9 ayat (4) UU Nomor 30 Tahun 2014, menyatakan, bahwa ketiadaan atau ketidakjelasan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak menghalangi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sepanjang memberikan kemanfaatan umum dan sesuai dengan AUPB.
Berdasarkan  itu, maka pejabat pemerintahan dalam konteks ini pejabat bupati/ pejabat Kepala daerah, ketika mengeluarkan Keputusan Administrasi Pemerintahan dan tindakan administrasi pemerintahan harus memiliki kewenangan dan wewenang serta dasar hukum yang didasarkan kepada peraturan perundang-undangan.
       Apa yang dimaksud Keputusan Administrasi Pemerintahan dan Tindakan Administrasi Pemerintahan?
Adapun yang dimaksud dengan Keputusan Administrasi dan Tindakan Administrasi adalah sebagaimana dimaksud pasal 1 angka 7 dan 8 UU Nomor 30 Tahun 2014:
Pasal  1 angka 7: Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Pasal 1 angka 8: Tindakan Administrasi Pemerintahan yang selanjutnya disebut Tindakan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.

5.    Upaya,  yang dilakukan oleh PNS jika dijatuhi hukum disiplin PNS ?
Ada upaya administrasi, sebelum ke PTUN Pasal 1 angka 6,7,8 PP nomor 53 Tahun 2010:
Upaya administratif adalah prosedur yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya berupa keberatan atau banding administratif. (pasal 1 angka 6)
Keberatan adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum (Pasal 1 angka 7).
Banding administratif adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum, kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian. (pasal 1 angka 8)
Dalam kasus ini  seharusnya yang dilakukan adalah banding administrasi Pasal 33 ayat (2) Hukuman disiplin yang dapat diajukan banding administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 yaitu hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh: a. Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e;


6.    Berkaitan dengan SYARAT SAH wewenang Bupati didalam mengambil keputusan administarsi atau Keputusan TUN.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN menyatakan apa yang dimaksud wewenag, kewenangan  dan Kepputusan Administarsi Pemerintahan atau yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara
Pasal 1
Angka 5. Wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Angaka 6. Kewenangan Pemerintahan yang selanjutnya disebut Kewenangan adalah kekuasaan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik.
Angka  7.Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
8. Tindakan Administrasi Pemerintahan yang selanjutnya disebut Tindakan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.

Kapan dianggap sah apabila memenuhi Pasal 52 UU No 30 Tahun 2014:
KEPUTUSAN PEMERINTAHAN Bagian Kesatu Syarat Sahnya Keputusan Pasal 52 (1) Syarat sahnya Keputusan meliputi:
a. ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;
b. dibuat sesuai prosedur; dan
c. substansi yang sesuai dengan objek Keputusan.
(2) Sahnya Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB.
Pasal 17 (1) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Wewenang.
Apa yang dimaksud penyalahgunaan wewenang ?
(2) Larangan penyalahgunaan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. larangan melampaui Wewenang;
b. larangan mencampuradukkan Wewenang; dan/atau
c. larangan bertindak sewenang-wenang.
(1) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan melampaui Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
a. melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya Wewenang;
b. melampaui batas wilayah berlakunya Wewenang; dan/atau
c. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 (2) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
      a. di luar cakupan bidang atau materi Wewenang yang diberikan; dan/atau
b.  bertentangan dengan tujuan Wewenang yang diberikan.
(3) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf
c  apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
     a. tanpa dasar Kewenangan; dan/atau
         b. bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
Pasal 19 (1) Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan melampaui Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dan Pasal 18 ayat (1) serta Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan secara sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c dan Pasal 18 ayat (3) tidak sah apabila telah diuji dan ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. (2) Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan mencampuradukkan Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b dan Pasal 18 ayat (2) dapat dibatalkan apabila telah diuji dan ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Kasus ini apakah termasuk kategori  diskresi ?, dan kapan baru dilakukan diskresi, didalam BAB VI DISKRESI UU Nomor 30 Tahun 2014 mengatur:
Bagian Kesatu Umum
Pasal 22 (1) Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang.
(2) Setiap penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan untuk: a. melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; b. mengisi kekosongan hukum; c. memberikan kepastian hukum; dan d. mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.
Bagian Kedua Lingkup Diskresi Pasal 23 Diskresi Pejabat Pemerintahan meliputi:
a.pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan Keputusan dan/atau Tindakan;
b. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur;
c. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan
d. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.
Bagian Ketiga Persyaratan Diskresi Pasal 24 Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat:
a. sesuai dengan tujuan Diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2);
b. tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. sesuai dengan AUPB;
d. berdasarkan alasan-alasan yang objektif;
e. tidak menimbulkan Konflik Kepentingan; dan
f. dilakukan dengan iktikad baik





































RIWAYAT  HIDUP

1.    Nama
Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur, SH,MHum
2.    Tempat , Tanggal lahir
Pontianak, 8 Desember 1962
3.     Alamat
Jln Wonobaru Gg Wonodadi I No 29 Kel Kota Baru, Kec Pontianak Selatan
4.     Riwayat  Pendidikan
·           SD Negeri 58 Pontianak 1976
·           SMP Neg II Pontianak, 1979
·           SMA Neg V Pontianak Jurusan Bahasa, 1982
·           S1  Fakultas Hukum Jurusan Hukum Tata Negara UNTAN, Pontianak 1987
·           S2 Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum, bidang keahlian Hukum dan Kehidupan Kenegaraan Universitas Indonesia, Jakarta 1999.
5.    Pengalaman Keahlian
·           Pendampingan Pelaksanaan Good Governance bersama UNDP di Kota Pontianak, 1999.
·           Peneliti Sejarah Hukum Lambang Negara Republik Indonesia, 1999 dalam bentuk Tesis, Universitas Indonesia
·           Penelitian Acses  To Justice di Kal-Bar, 2001 kerjasama UNTAN dan UGM
·           Tim Ahli pembuatan Naskah Akademik dan Perancangan PERDA tentang Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Sejahtera di DPRD Kal-Bar,2009
·           Tim Ahli Forum Parlemen Program Kependudukan ICPD di DPRD Kal-Bar,2009-2011
·           Tim Ahli Pembuatan Naskah Akademik dan Perancangan Perda tentang Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, 2009, Perda tentang Penanggulan dan Pencegahan HIV dan AIDS di DPRD Kal-Bar, 2010, Perda tentang Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi, 2012.
·           Tim Peneliti Desain Pembangunan Kawasan Perbatasan kerjasama UNTAN dengan DPD RI, 2011
·           Pendampingan Penguatan Kapasitas Anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota kerjasama Kemendagri dengan MIPI difasililisasi Decentralizion Support Facility (DSF),2011
·           Tim Ahli Grand Desain Pembangunan Hukum Nasional dan Hubungan Pusat dan Daerah kerjasama dengan Dewan Perwakilan Daerah RI, 2011
·           Tim Ahli Penelitian Grand Desain Pemekaran Provinsi Kal-Bar kerjasama dengan Kementrian Dalam Negeri  dan UNTAN.2012 dll
·           Saksi ahli berbagai Sidang Pengadilan di Kal Bar
  Email, Website
 Turiman_fachturahmannur@yahoo.com
RAJAWALI GARUDA PANCASILA
  NOMOR HP
081310651414
  NPWP
14.920.232.7.701.000
  NIK KTP
6171010812620008
  Institusi
Fakultas Hukum Univeristas Tanjungpura Pontianak
  Organisasi Sosial
YAYASAN SULTAN HAMID II









»»  Baca Selengkapnya...