Senin, 24 Oktober 2016

MEMAHAMI MATERI PERKULIAHAN HUKUM ACARA PERDATA SECARA LEBIH PRAKTIS DAN MUDAH

MEMAHAMI MATERI PERKULIAHAN HUKUM ACARA PERDATA SECARA LEBIH PRAKTIS DAN MUDAH

Oleh: Turiman  Fachturahman Nur

Untuk memudahkan materi pokok Hukum Acara Perdata, berikut materi perkuliahan dirubah dalam bentuk pertanyaan, sehingga memudahkan mahasiswa Fakultas Hukum memahami pokok-pokok hukum Acara Perdata, pada sisi pendalaman mahasiswa dapat mengeksplorasi melalui literatur/buku-buku yang relevan atau mencari informasi seluas-luasnya didalam dunia maya (internet) atau membentuk forum diskusi antar mahasiswa yang smart serta semangat untuk memahami ilmu hukum.

1.Apa Yang dimaksud Hukum Acara Perdata ?

Pengertian Hukum Acara Perdata
Prof. Dr. Sudikno mertokusumo, SH
Hukum Acara Perdata adalah peraturan Hukum yang mengatur bagaimana cara ditaatinya Hukum perdata materiil dengan peraturan hakim. Lebih kongkrit dikatakan bahwa Hukum Acara Perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa, memutuskan, dan pelaksanaan daripada putusannya.

Abdul kadir Muhamad
Hukum Acara Perdata  adalah peraturan Hukum yang berfungsi untuk mempertahankan berlakunya Hukum perdata sebagaimana mestinya.Hukum Acara Perdata dirumuskan sebagai peraturan Hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui Pengadilan(hakim), sejak diajukan gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan hakim.

Berdasarkan Pendapat di atas, dapatlah dipaparkan , bahwa Huku, Acara Perdata adalah termasuk hukum Acara Perdata Formil.
2. Apa yang dimaksud Hukum Acara Perdata Formil ?
 Menurut  Retnowulan:
Hukum Acara Perdata Hukum Perdata Formil adalah kesemuanya kaidah Hukum yang menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yang diatur dalam Hukum Perata Materiil.

Menurut R. Soesilo:
Hukum Acara Perdata /Hukum Perdata Formal yaitu kumpulan peraturan-peraturan Hukum yang menetapkan cara memelihara Hukum perdata material karena pelanggaran hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari Hukum perdata material itu, atau dengan perkataan lain kumpulan peraturan-peraturan Hukum yang menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada melangsungkan persengketaan dimuka hakim perdata, supaya memperoleh suatu keputusan daripadanya, dan selanjutnya yang menentukan cara pelaksaan putusan hakim itu.
3. Apa karakteristik Hukum Acara Perdata sejatinya ?
Dari beberapa pengertian di atas bahwa Hukum Acara Perdata adalah peraturan Hukum yang memiliki karakteristik :
-     Menentukan dan mengatur bagaimana cara menjamin ditaatinya Hukum Perdata Materiil.
-     Menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk beracara di muka persidangan pengadilan, mulai dari pengajuan gugatan, pengAambilan keputusan sampai pelaksanaan putusan pengadilan.

4. Bagaimana Sejarah Terbentuknya Hukum Acara Perdata ?
Tanggal 5 Desember 1846 Gubernur Jendral Ijan Jacob Rochussen member tugas kerua MA dan MA Tentara untuk membuat sebuah Reglemen bagi golongan Indonesia.
Tanggal 6 Agustus 1847 Jhr. Mr. H.L Wichers/ Ketua MA dan MA Tentara telah selesai dengan rancangannya serta peraturan penjelasannya.
Tanggal 5 April 1848, Stbl. 1848 No. 16 Rancangan Wichers diterima dan di umumkan oleh Gubernur Jendral dengan diberi nama “Het Inlands reglement” I.R. dan mulai berlaku tanggal 1 Mei 1848.

5. Bagaimana Asas-Asas Hukum Acara Perdata ?
Menurut Sudikno Mertokusumo Hukum Acara Perdata  menyebut ada 7 asas yaitu :

1.   Hakim Bersifat MenungguPasal 118 HIR  dan Pasal 142 RBg.
    Inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan sepeuhnya kepada yang bersangkutan. Jadi apakah aka nada proses atau tidak, apakah suatu perkara atau tuntutan hak itu akan diajukan atau tidak semua diserahkan kepada pihak yang berkepentingan, sedangkan Hakim bersifat menunggu datagnya tuntutan hak diajukan kepadanya.
Akan tetapi sekali perkara diajukan kepadanya, Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadilinya, sekalipun dengan dalih bahwa Hukum tidak atau kurang jelas (Pasal 16 UU No. 4/2004). Larangan untuk menolak memeriksa perkara sebabkan anggapan bahwa hakim tahu akan hukumnya (ius curi novit), kalau sekiranya ia tidak dapat menemukan Hukum tertulis, maka ia wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai Hukum yang hidup dalam masyarakat (Pasal 28 UU No. 4/2004).

      2.   Hakim Pasif. Pasal 178 (3) HIR dan Pasal 154 RBg.
Ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada Hakim untuk diperiksa pada dasarnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan Hakim. Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya Peradilan (Pasal 28 UU No. 4/2004).
Hakim harus aktif memimpin sidang, melancarkan jalanya persidangan, membantu kedua belah pihak dalam mencari kebenaran, tetapi dalam memeriksa perkara perdata hakim harus bersikap Tut wuri, hakim terikat pada peristiwa yang diajukan oleh para pihak.
              Para pihak dapat secara bebas mengakhiri sendiri sengketa yang telah diajukannya ke muka pengadilan, sedangkan hakim tidak dapat menghalaginya. Hal ini dapat berupa perdamaian atau pencabutan gugatan (Pasal 130 HIR, 154 RBg).
Hakim wajib mengadili semua gugatan dan larangan menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut, atau mengabulkan lebih dari yang dituntut (Pasal 178 ayat 2 dan 3 HIR, Pasal 189 ayat 2 dan 3 RBg.) apakah yang bersangkutan mengajukan banding atau tidak itupun bukan kepentingan Hakim (Pasal 6 UU No. 20/1047, Pasal 199 RBg).

 3. Sifat Terbuka PersidanganPasal 19 (1) dan Pasal 20 UU No. 4 Tahun 2004.
Bahwa setiap orang dibolehkan hadir, mendengar, dan menyaksikan pemeriksaan persidangan (kecuali di tuntut lain oleh UU). Tujuannya adalah untuk memberi perlindungan hak-hak asasi manusia dalam bidang peradilan serta untuk lebih menjamin obyektifitas peradilan dengan pertanggungjawaban pemeriksaan yang fair, tidak memihak serta putusan yang adik kepada masyarakat, (Pasal 19 ayat 1 UU No. 4/2004).
Namun ada juga persidangan yang sifatnya tertutup, misalnya perkara perceraian, akan tetapi sidang pembacaan putusan harus terbuka, jika tidak dinyatakan terbuka untuk umum keputusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta mengakibatkan batalnya putusan itu menurut Hukum.

4. Mendengan Kedua Belah Pihak Pasal 5 (1) UU No. 4/2004 dan Pasal 132a, 121 (2) HIR dan Pasal 145 (2), 157 RBg serta Pasal 47 RV.
Bahwa kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama. Bahwa Pengadilan mengadili menurut Hukum dengan tidak membeda-bedakan orang (Pasal 5 UU No. 4/2004)  atau diskriminasi.
Bahwa hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar, bila pihak lawan tidak didengar dan diberi kesempatan  untuk mengeluarkan pendapatnya, hal itu berarti juga bahwa pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak (Pasal 132 a, 121 Yt 2 HIR, Pasal 145 ayat 2, 157 RBg dan Pasal 47 Rv).

5.  Putusan Harus Disertai Alasan-alasanPasal 25 UU No. 1/2004 Pasal 184 (1), 319 HIR dan Pasal 195, 618 RBg.
Semua putusan hakim harus memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili (Pasal 25 ayat 1 UU No.4/2004, Pasal 184 ayat 1, 319 HIR, Pasal 195, 618RBg).
Betapa pentingnya alasan-alasan sebagai dasar putusan dapat kita lihat dari beberapa putusan MA yang menetapkan, bahwa putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup dipertimbangkan merupakan alasan untuk kasasi dan harus dibatalkan.

6.      Beracara dikenakan Biaya, Pasal 4 (2), 5 (2) UU No. 4/2004. Pasal 121 (4), 182, 183 HIR, Pasal 145 (4), 192 RBg, kecuali Pasal 237 HIR, Pasal 273 RBg. Untuk berperkara pada asanya dikenakan biaya (Pasal 4 ayat 2,5 ayat 2 UU No. 4/2004).
          Biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan dan biaya untuk penggalian pemberitahuan para pihak serta biaya materai. Disamping itu apabila diminta bantuan seorang pengacara maka harus pula dikeluarkan biaya.
          Bagi mereka yang tidak mampu untuk membayar biaya perkara, dapat mengajukan perkara secara Cuma-Cuma (Pro Deo) dengan mendapatkan ijin untuk dibebaskan dari pembayaran biaya perkara, dengan mengajukan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh Kepala Polisi (Pasal 237 HIR, 237 RBg). Akan tetapi dalam praktek surat keterangan tidak mampu dibuat oleh Camat daerah tempat tinggal yang berkepentingan.

7.    Tidak ada keharusan mewakilkan. Pasal 123 HIR, 147 RBg.
HIR tidak mewajibkan para pihak untuk mewakili kapada orang lain, sehingga pemeriksaan dipersidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak yang langsung berkepentingan. Akan tetapi para pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasanya kalau dikehendakinya (Pasal 123 HIR, 147 RBg).

Setiawan menyebutkan ada 8 asas yaitu :
1.   Asas kesederhanaan. Pasal 4 (2), 5 (2) UU No. 4/2004
2.  Pengadilanmengadili menurut Hukum dengan tidak membedakan orang, Pasal 5 (1) UU No. 4/2004.
3.  Hakim aktif memimpin proses. Pasal 132 HIR, Pasal 156 RBg.
4.  Memberikan perlakuan yang sama  kepada para pihak yang berperkara.
5.  Para pihak memiliki kedudukan yang sama.
6.  Suatu putusan Pengadilanharus diberi suatu pertimbangan yang cukup.
7.  Penyelesaian perkara dalam waktu yang pantas.
8.  Hukum acara itu sendiri bukan tujuan.

6.Apa saja yang menjadi sumber Hukum Acara Perdata ?
        Sumber Hukum Acara Perdata:
A.   Pengertian Sumber Hukum Acara Perdata
Secara sederhana Sumber Hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan dan tepat ditemukannya aturan-aturan Hukum.

B.   Macam-macam Sumber Hukum Acara Perdata
1.    Peraturan Perundang-undangan
a.    HIR : Het Herzein Indonesisch Reglement Stb. 1848 No. 16 Jonto Stb, 1941 No. 44 berlaku untuk daerah jawa dan Madura.
b.    RBg : Rechtsreglement Buitengewesten Stb. 1927 No. 227 Untuk luar jawa dan Madura.
c.    BW Buku ke IV : Burgelijke  Wetboek Voor Indonesisch
d.    RV : Reglement op de Burgelijk Rechtsvordering Stb. 1847 No. 52 Jo. Stb. 1849 No. 63 Hukum Acara Perdata untuk golongan eropa.
e.    UU No. 20/1947, UU tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.
f.     UU No. 04/2004, UU tentang Kekuasaan Kehakiman.
g.    UU No. 14/1985 Jo, UU No. 5/2004.
h.    UU No. 2/1986 Jo, UU No. 8/2004 UU tentang Lingkungan Peradilan Umum.
i.      UU No. 7/1989 UU tentang Peradilan Agama.
j.      UU No. 1/1974 dan PP No. 9/1975
k.    PERMA dan SEMA.
        (Semua UU  diricek kembali apakah sudah  ada perubahan)
2.     Yurisprudensi

3.     Adat kebiasaan yang dianut oleh para hakim dalam melakukan Pemeriksaan Perkara Perdata.

4.     Doktrin

5.     Perjanjian International
Perjanjian kerjasama di bidang peradilan antara RI dan Kerajaan Thailand.

7.Kewenangan apa saja yang terdapat dalam Hukum Acara Perdata ?
  Berbicara kewenangan adalah berbicara tentang Kompetensi/ Kewenangan Mengadili
Hukum Acara Perdata mengenal dua macam kewenangan yaitu:
1.    Kewenangan Mutlak/ Absolut.
2.    Kewenangan Relative/ NISBI Pasal 133 HIR, Pasal 159 RBg, Pasal 136 HIR ataun 162 RBg, menyangkut pembagian kekuasaan mengadili antar Pengadilanyang serupa tergantung dari tempat tinggal tergugat, azasnya adalah yang berwenang adalah PengadilanNegeri tempat tinggal tergugat, azas ini dengan bahasa latin dikenal “Actor Sequitoir Forum Rei”.

8. Apakah terdapat pengecualian terhadap asas diatas dalam Hukum Acara Perdata?

Terhadap azas diatas terdapat beberapa pengecualian, misalnya yang terdapat dalam Pasal 118 HIR dan 142 RBg.
1.   P.N. tenpat kediaman Tergugat, bila tempat tingal tergugat tidak diketahui.
2.   Jika tergugat 2 orang atau lebih, gugat diajukan pada tempat tinggal salah satu tergugat, terserah pilih Penggugat.
3.   Akan tetapi dalam ad. 2 diatas, bila pihak tergugat ada 2 orang, yang seorang berhutang, dan yang lainnya penjaminnya, maka gugatan harus di P.N tempat tinggal yang berhutang.
4.  Bila tempat tinggal dan tempat kediaman, tergugat tidak dikenal, gugatan diajukan kepada P.N tempat tinggal penggugat atau dari salah seorang dari Penggugat.
5.  Dalam ad.4 gugatan mengenai barang tetap, dapat juga diajukan melalui P.N dimana barang tetap itu terletak, hal ini berbeda dengan ketentuan Pasal 99 (8) RV dan Pasal 142 (5) RBg. Dalam hal gugat menyangkut barang tetap gugat diajukan di P.N di mana barang tersebut terletak.
6.    Bila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, gugatan diajukan sesuai dengan akta, bila penggugat mau, ia dapat mengajukan gugat di tempat tinggal tergugat.

9.Apakah ada pengecualian lain terhadap Kewenangan Hukum Acara Perdata?

Pengecualian lain misalnya yang terdapat :
1.       Pasal 21 BW, jika Tergugat tidak cakap, maka gugatan diajukan di P.N tempat tinggal orang tua, wali atau Pengampu,
2.      Pasal 20 BW, Jika tergugat PNS gugatan diajukan di P.N dimana ia bekerja atau dinas. Pasal 22 BW, gugatan terhadap buruh yang tinggal di rumah majikan, maka gugatan di ajukan di mana majikannya tinggal.
3.      Pasal 99 ayat 15 RV, Gugatan kepailitan diajukan di P.N yang menyatakan tergugat pailit.
4.  Pasal 99 ayat 14 RV, Gugatan Vrijwaring/ Penjaminan (Gugatan Interfensi) di ajukan di P.N yang sedang memeriksa gugatan asal.
5.   Pasal 38 ayat 1 dan 2 PP No. 9/1975 : Gugatan pembatalan perkawinan dapat diajukan di Pengadilantempat berlangsungnya perkawinan itu.
6.   Pasal 20 ayat 2 dan 3 Pp No. 9/1975 : Gugatan perceraian diajukan di P.N tempat tinggal penggugat, bila tergugat diam di liar negeri.

Pasal 17 BW :
-    Setiap orang dianggap punya tempat tinggalnya dimana ia menempatkan pusat kediamannya.
-   Dalam hal tak ada tempat, maka tempat kediaman sewajarnya dianggap sebagai tempat tinggal.

Pasal 118 ayat 1 HIR :
Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama, masuk kekuasaan P.N, harus dimasukkan dengan surat permintaan yang di tandatangani oleh Penguggat atau oleh wakilnya menurut P{asal 123, kepada Ketua P.N didaerah Hukum siapa yang tergugat bertempat diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggalnya sebetulnya.

Pasal 66 (2) UU No.7/1989 :
-    Pengajuan cerai talaq diajukan ke Pengadilan tempat kediaman termohon, Pasal 73 (1) UU No.7/1989.

Pasal 73 (1) UU No.7/1989 :
-     Gugatan Perceraian/ cerai gugat diajukan kepada Pengadilan tempat kediaman tempat penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan kediamannya bersama tanpa ijin terguga

10. Bagaimana pengertian Surat Kuasa dalam, Hukum Acara Perdata?
       Kuasa Pada Umumnya
1.     Pengertian Kuasa Secara Umum.
Pasal 1792 KUH Perdata sebagai berikut :
Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
Dalam perjanjian kuasa terdapat dua pihak, yaitu :
-     Pemberi Kuasa/ Latsgever/ instrucilon/ mandate.
-  Penerima Kuasa/ Kuasa/ yang diberi perintah atau mandate melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa.




11. Bagaimana  Sifat Perjanjian Kuasa ?

Sifat Perjanjian Kuasa.
Pasal 1792 dan 1793 (1) BW terdapat beberapa sifat pokok, yaitu :
a.  Penerima kuasa langsung berkapasitas sebagai wakil pemberi kuasa.
b.  Pemberi kuasa bersifay konsensual.
c.   Berkarakter garansi – kontrak Pasal 1806 BW.

12 Kapan Berakhirnya Surat Kuasa ?

      Berakhirnya Kuasa – Pasal 1813 BW.
a.  Pemberi kuasa menarik kembali secara sepihak (diatur lebih lanjut dalam Pasal 1814 BW dan 1819 BW).
b.  Salah satu pihak meninggal dunia Pasal 1813 BW.
c.   Penerima kuasa terlepas kuasa.

Pasal 1817 BW member hak secara sepihak kepada kuasa untuk melepaskan kuasa yang diterimanya dengan syarat :

-     Harus memberitahu kehendak pelepasan itu kapada pemberi kuasa.
-     Pelepasan hak tidak boleh dilakukan pada saat yang tidak layak.

      13. Bagaimana karakteristik Surat Kuasa Mutlak
      Dalam pembuatan surat kuasa dapat Disepakati Kuasa Mutlak.
Dalam lalu lintas pergaulan Hukum telah memperkenalkan dan membenarkan pemberian kuasa mutlak, perjanjian kuasa seperti ini diberi judul “Kuasa Multak” yang memuat klausul :
-  Pemberi kuasa tidak dapat mencabut kembali kuasa yang memberikan kepada  penerima kuasa.
-    Meninggalnya pemberi kuasa, tidak mengakhiri perjanjian pemberi kuasa.

Diperbolehkannya membuat persetujuan Kuasa mutlak bertitik tolak dari prinsip kebebasan berkontrak ( Pasal 1338, sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 1337 BW)

14.Apa saja macam –macam Surat Kuasa dalam Hukum Acara Perdata ?
Adapun Macam-macam Surat Kuasa
1.     Kuasa umum diatur Pasal 1795 BW, menurut Pasal ini, kuasa umum bertujuan memberikan kuasa kepada seorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuas, yaitu :
-           Melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan mandate.
-     Pengurusan itu, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan pemberi kuasa atas harta kekayaannya.
-     Dengan demikian titik berat kuasa umum, hanya meliputi perbuatan atau tindakan pengurusan kepentingan pemberi kuasa.

2.     Kuasa Istimewa
Pasal 1796 BH mengatur perihal pemberi kuasa istimewa, selanjutnya ketentuan pemberian kuasa istimewa dapat dikaitkan dengan ketentuan Pasal 157 HIR dan Pasal 184 RBg. Jika ketentuan pasal-pasal ini dirangkai diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kuasa tersebut sah menurut Hukum sebagai kuasa Hukum  istimewa.
a.    Bersifat limitative.
b.    Harus berbentuk akta otentik.

3.     Kuasa Perantara.
Pasal 1792 BW dan Pasal 62 KUHD yang dikenal dengan agen perdagangan atau makelar, disebut juga broker atau perwakilan dagang.
4.     Kuasa Khusus (Pasal 123 HIR & Pasal 147 RBg serta SEMA No.01/1971).
Pasal 123 HIR atau Pasal 147 RBg dan SEMA No.01/1971, mengatur berbagai hal yang terkait dengan Surat Kuasa Khusus tersebut misalnya :
-     Surat kuasa khusus dapat dibuat secara dibawah tangan atau secara otentik.
-     Surat kuasa khusus harus menyebutkan identitas pemberi dan penerima kuasa.
-     Harus menyebutkan nomer perkara, bila sudah ada.
-     Pengadilan mana dan dimana.
-     Perihal apa dan untuk apa surat kuasa diberikan.
-     Bila ada rekonvensi dalam surat kuasa harus sudah menyebut dengan tegas.
-     Harus menyebut subyek dan obyek.
-     Harus bermaterai secukupnya.
-     Dll.

15. Apa yang dimaksud Gugatan ?
      Gugatan Kontentiosa/ Gugatan Perdata/ Gugatan/ Gugat.

Pengertian
Gugatan Kontentiosa adalah gugatan perdata yang mengandung sengketa diatara pihak yang berperkara yang pemeriksaan penyelesaiannya diberikan kepada pengadilan dengan posisi para pihak :
-     Yang mengajukan penyelesaian sengketa disebut dan bertindak sebagai penggugat.
-     Sedangkan yang ditarik sebagai pihak lawan dalam penyelesaian disebut dan berkedudukan sebagai tergugat.
-     Permasalahan Hukum yang diajukan ke Pengadilan mengandung sengketa.
-     Sengketa terjadi diantara para pihak.
-     Berarti gugatan perdata bersifat partai.

16.Bagaimana bentuk Gugatan ?

     Bentuk Gugatan  ada dua macam
.Bentuk lisan (Pasal 120 HIR/ Pasal RBg).
Syarat formil gugatan lisan : bila penggugat tidak bisa membaca dan menulisan.
Cara pengajuan gugatan lisan :
-     Diajukan dengan lisan
-     Kepada Ketua PN dan
-     Menjelaskan dan menerangkan isi dan maksud gugatan.

b.  Bentuk Tulisan.
Gugatan yang paling diutamakan adalah gugatan dalan bentuk tertulis. (Pasal 118 ayat 1 HIR, Pasal 142 RBg dan yang berhak dan berwenang membuat dan mengajukan gugatan perdata adalah :
-     Penggugat sendiri (Pasal 118 ayat 1 HIR)
-     Kuasa/ wakil (Pasal 123 ayat 1 HIR)

17.Bagaimana Bentuk Gugatan ?

         Formulasi Surat Gugatan
a.    Ditujukan kepada Ketua PN sesuai dengan kopetensi relative.
b.    Diberi tanggal
c.    Ditandatangani oleh penggugat atau kuasa.
d.    Identitas para pihak.
-     Nama lengkap.
-     Alamat/ tempat tinggal
-     Penyebutan identitas lain tidak imperative.
e.    Alamat/ tempat tinggal.

18 Apa Teori  terpenting dalam Perumusan Posita ?
    Mengenai perumusan Posita gugatan muncul 2 teori yaitu :

(1)   Substcntierings Theorie : dalil dugagatan tidak cukup hanya merumuskan peristiwa Hukum yang menjadi dasar tuntutan, tetapi juga harus dijelaskan fakta-fakta yang mendahului peristiwa Hukum yang menjadi penyebab timbulnya peristiwa Hukum tersebut.
(2)   Teori Individualisasi (individualisering theorie) : peristiwa atau kejadian Hukum yang dikemukakan dalam gugatan, harus dengan jelas memperlihatkan hubungan Hukum yang menjadi dasar tuntutan, namun tidak perlu di kemukakan dasar dan sejarah terjadinya hubungan Hukum, karena hal itu dapat diajukan berikutnya dalam proses permeriksaan sidang pengadilan.

19. Apa saja  Unsur Fundamentum Petendi/ Posita Gugatan ?
(1)  Posita berdasarkan fakta.
(2)  Posita berdasarkan Hukum.

20. Apa isi petitum  Gugatan ?

     Petitum Gugatan adalah  hal-hal yang diminta agar diputuskan oleh hakim.

Bentuk Petitum sebagai berikut :
(1)   Bentuk tunggal
Petitum yang hanya menyantumkan mohon keadilan atau ex-acquo (mohon keadilan)
-     Tidak memenuhi syarat formil dan meteriil Petitum.
-     Akibat hukumnya, gugatan dianggap mengandtng cacat formil, sehingga gugatan harus dinyatakan tidak diterima.
(2)   Bentuk Alternatif

21. Bagaimana Tata Cara dan asas Pemeriksaan Gugatan Kontentiosa?
a.     Sistem Pemeriksaan Secara Contradictoir
1.    Dihadiri oleh kedua belah pihak secara in person atau kuasa.
2.    Proses pemeriksaan berlangsung secara optegnspraakproses pemeriksaan perkara berlangsung dengan saling sanggah menyanggah baik dalam bentuk replik-duplik maupun konklusi.

b.    Asas Pemeriksaan.
1.    Mempertahankan tata Hukum perdata. Hakim berperan dan bertugas untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.
2.    Menyerahkan sepenuhnya kewajiban mengemukakan fakta dan kebenaran kepada para pihak.
3.    Tugas hakim menemukan kebenaran formil.
4.    Persidangan terbuka untuk umum.
5.    Aiudi Alterem Partem ( Pemeriksaan persidangan harus mendengar kedua belah pihak secara seimbang).
6.    Asas Imparsialitas
Mengandung pengertian luas yaitu :
-       Tidak memihak.
-       Bersikap jujur dan adil.
-       Tidak bersikap diskriminatif.

    22. Bagaimana Pencabutan Gugatan ? 

   Pencabutan Gugatan (Pasal 271-272 RV)
a.    HIR dan RBg. Tidak mengatur pencabutan gugatan.
b.    Pencabutan gugatan merupakan hak penggugat
1.    Pencabutan mutlak hak penggugat selama pemeriksaan belum berlangsung.
2.    Atas persetujuan tergugat apabila pemeriksaan telah berlangsung.


23. Bagaimana cara Pencabutan Gugatan Perdata ?
             Cara pencabutan 
1.    Yang berhak melakukan pencabutan adalah penggugat sendiri secara pribadi  atau kuasanya.
2.    Pencabutan gugatan yang belum diperiksa dilakukan dengan surat.
3.    Pencabutan gugatan yang sudah diperiksa dilakukan dalam sidang.

24. Apa yang dimaksud dengan Kumulasi Gugatan ?

 Komulasi Gugatan/ Penggabungan Gugatan.
1.    Pengertian
Kumulasi gugatan adalah penggabungan lebih dari satu tuntutan hukum kedalam satu gugatan.

25. Apa tujuan Penggabunga gugatan ?
Tujuan penggabungan Gugatan.
a.    Mewujudkan peradilan sederhana.
b.    Menghindari putusan yang saling bertentangan.

26. Apa    Syarat Penggabungan guggatan ?.
a.    Terdapat hubungan erat.
b.    Terdapat hubungan Hukum.

      27. Bagaimana  Bentuk Penggabungan guggatan ?
a.    Kumulasi subyektif
b.    Kumulasi Obyektif


28. Bagaimana Pengabungan yang tidak dibenarkan?
a.    Pemilik obyek gugatan berbeda.
b.    Gugatan yang digabungkan tunduk pada Hukum acara yang berbeda.
c.    Gugatan tunduk pada kompetensi absolute yang berbeda.
d.    Gugatan rekonvensi tidak ada hubungan dengan gugatan kovensi.

29. Bagaimana Perubahan Gugatan Perdata ?
a.    HIR tidak mengatur, sehingga Hakim leluasa menentukan. Sebagai patokan dapat dipergunakan ketentuan bahwa perubahan atau penambahan gugat diperkenankan asalkan kepentingan penggugat terutama tergugat jangan sampai dirugikan.
b.    MA dalam putusannya tanggal 6 Maret 1971 No. 209 K/SIP/1970 menentukan bahwa suatu perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan asas-asas Hukum secara perdata, asalkan tidak merubah atau menyimpang dari kejadian meteriil walaupun tidak ada tuntutan subsidair untuk peradilan yang adil, terutama dalam yurisprudensi Indonesia, penerbit I, II, III, IV.1972 hal. 470 MA RI.
c.    Perubahan gugatan dilarang dilarang apabila berdasar atas keadaan Hukum yang sama domohon pelaksanaan suatu hak yang lain. Misalnya :
1.    Semula dimohon ganti rugi berdasar ingkar janji gugat dirubah, berdasar ingkar janji agar tergugat dipaksa untuk memenuhi janjinya.
2.    Semula dasar gugatan perceraian adalah peryizinahan, kemudian dirubah dasar gugatan menjadi keretakan yang tidak dapat diperbaiki.
d.    Penggugat berhak merubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat perkara diputus, tanpa boleh merubah atau menambah pokok gugatannya (pasal 127 RV).
e.    Yurisprudensi No. 1043 K/SIP/1971, Perubahan surat gugatan diperbolehkan asal tidak mengakibatkan perubahan Posita dan tergugat tidak dirugikan haknya membela diri.

30. Apa yang dimaksud  Gugatan Rekonvensi ?
             Pengertian Gugatan Rekonvensi.
       Pasal 132 ayat (1) HIR hanya memberikan pengertian singkat. Maknanya menurut pasal ini adalah sebagai berikut :
-      Rekonvensi adalah gugatan yang diajukan tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan penggugat kepadanya, dan
-      Gugagatan Rekonvensi itu, diajukan tergugat kepada PN, pada saat berlangsung proses pemeriksaan gugatan yang diajukan penggugat;

Contoh :
A menggugat B untuk menyerahkan tanah yang telah dibelinya dari B sesuai dengan transaksi jual beli yang dibuat di PPAT. Terhadap gugatan itu Pasal 032 ayat (1) HIR member hak kepada B mengajukan gugatan rekonvensi terhadap A untuk melunasi pembayaran yang masih tersisa ditambah ganti rugi bunga atas perbuatan Wanprestasi yang dilakukannya.

31.  Bagaimana Komposisi Para Pihak Dihubungkan Dengan Gugatan Rekonvensi ?
Dalam keadaan normal, komposisi para pihak dalam gugatan biasa terdiri dari :
-        Pengugat sebagai pihak yang berinisiatif mengajukan gugatan.
-        Tergugat sebagai pihak yang ditarik dan di dudukan sebagai orang digugat.
-        Gugatan hanya tunggal derdiri dari gugatan yang diajukan penggugat saja.
-        Oleh karena itu dasar dan landasan pemeriksaan perkara, di sidang pengadilan sepenuhnya bertitik tolak dari gugatan penggugat tersebut.

Tentang komposisi dapat dijelaslam :
      a.    Komposisi Gugatan.
Dengan adanya gugatan rekonvensi, komposisi gugatan menjadi :
1.    Gugatan penggugat disebut gugatan rekonvensi yang bermaksa sebagai gugatan asal yang ditunjukan penggugat kepada tergugat.
2.    Gugatan tergugat disebut gugatan rekonvensi yang bermakna gugatan balik yang ditujukan tergugat kepada tergugat.

b.    Komposisi Para Pihak.
Selain muncul dan saling berhadapan gugatan konvensi dan rekonvensi, serta merta hal itu menimbulkan komposisi yang menempatkan para pihak dalam kedudukan :
-     Penggugat asal sebagai penggugat Konvensi pada saat yang bersamaan berkedudukan menjadi Tergugat Rekonvensi terhadap gugatan Rekonvensi.
-     Penggugat asal sebagai Tergugat Rekonvensi pada saat yang bersamaan berkedudukan sebagai Tergugat Konvensi.

32. Bagaimana  sifat Gugatan Rekonvensi ?
       Gugatan Rekovensi Bersifat Eksepsional.
Prinsip Umum gugatan adalah : setiap gugatan yang diajukan seseorang kepada orang lain, memiliki sifat individual yang terpisah dan berdiri sendiri dari gugatan yang lain.
Pasal 121 (1) HIR atau Pasal 1 Rv :
-     Setiap gugatan di register dan diberi nomer terdiri oleh Panitera dalam buku yang disediakan untuk itu;
-     Pendaftaran perkara dalam buku register dilakukan dengan tertib dan cermat dengan mencantumkan seluruh data gugatan yang bersangkutan.
-     Selanjutnya Ketua PN atau Ketua Majelis menentukan hari sidang pemeriksaan perkara dengan jalan memanggil para pihak.

     33. Bagaimana karakeristik  Gugatan Rekonvensi ?
 Gugatan Rekovensi mengenyampingkan ketentuan Pasal 121 (1) tersebut diatas, hal ini bisa dilihat dati ketentuan Pasal 132a HIR memberikan hak kepada tergugat melakukan komulasi gugatan Rekonvensi dengan gugatan konvensi dalam proses pemeriksaan gugatan perkara yang sedang berjalan :
-     Mengajukan gugatan Rekonvensi sebagai gugatan balik atas gugatan penggugat, dan
-     Gugatan Rekonvensi itu dikomulasi Tergugat dengan gugatan konvensi penggugat.

   34 . Apa    Tujuan Gugatan Rekonvensi ?
-      Menegakkan Asas Peradilan Kesederhanaan.
-      Menghemat biaya dan waktu.

    35.   Bagaimana Syarat Materiil Gugatan Rekonvensi ?
1.    Undang-undang Tidak Mengatur Syarat Materiil.
Tidak ada ketentuan syarat materiil, Pasal 132a HIR hanya berisi penegasan, bahwa :
-       Tergugat dalam setiap perkara berhak mengajukan gugatan Rekonvensi;
-       Tidak disyaratkan antara keduanya mesti mempunyai hubungan yang erat atau koneksitas yang substansial.

2.    Praktek Peradilan cenderung masyarakat koneksitas
Gugatan Rekonvensi baru dianggap sah dan dapat diterima untuk diakumulasi dengan Konvensi apabila terpenuhi syarat :
-      Terdapat factor pertautan hubungan mengenai dasar Hukum dan kejadian yang relevan antara gugatan konvensi dan Rekonvensi.
-       Hubungan pertautan itu harus sangat erat sehingga penyelesaiannya dapat dilakukan secara efektif da;a, satu proses dan putusan.

     36. Bagaiman  Syarat Formil Gugatan Rekonvensi?
1.      Gugatan Rekonvensi di formulasi secara tegas ;
2.      Yang dianggap ditarik sebagai tergugat Rekonvensi hanya terbatas Penggugat Konvensi :
-       Yang dapat ditarik senbagai tergugat.
-       Tidak mesti menarik semua penggugat Konvensi.
-       Dilarang menarik sesame tergugat Konvensi menjadi tergugat Rekonvensi.
3.      Gugatan Rekonvensi diajukan bersama-sama dengan jawaban.

Pasal 132b (1) HIR Berbunyi : “Tergugat wajib mengajukan gugatan melawan bersama-sama dengan menjawabnya baik dengan surat maupun dengan lisan”
Terhadap makna “jawaban” telah terjadi perbedaan pendapat yaitu :
Rekonvensi wajib diajukan besama-sama dengan jawaban pertama.
-   Membolehkan atau member kebabasan bagi tergugat mengajukan gugatan Rekonvensi diluar jawaban pertama dapat menimbulkan kerugian bagi penggugat dalam mebela hak dan kepentingannya.
-      Selain itu membolehkan tergugat mengajukan gugtan Rekonvensi melampaui jawaban pertama dapar menimbulkan ketidak lancaran pemeriksaan dan penyelesaian perkara.
-       Rasio yang terkandung dalam pembatasan pengajuan mesti pada jawaban pertama agar tergugat tidak sewenang-wenang dalam mempergunakan haknya mengajukan gugatan Rekonvensi.

37.Bagaimana    Batas pengajuan Gugatan Rekonvensi ?
Gugatan Rekoven sampai tahab pembuktian.
Hal ini sejalan dengan putusan MA No. 239 K/SIP/1968, menurut putusan tersebut gugatan Rekonvensi dapat diajukan selama proses jawab menjawab berlangsung. Karena Pasal 132b (1) dan Pasal 158 RBg, hanya menyebut jawaban, sendangkan replik, duplik juga merupakan jawaban meskipun bukan jawaban pertama, demikian pula putusan MA No.642 K/SIP/1972, bahwa atas pengajuan gugatan rekonvensi masih terbuka sampai dimasukinya tahap proses pemeriksaan saksi, pembahasan yang demikian disepakati oleh Prof. Soedikno Martokusumo. Yaitu apabila proses pemeriksaan telah memasuki tahap pembuktian tergugat tidak dibenarkan mengajukan gugatan rekonvensi.

      38.Apa yang dimaksud    Larangan Mengajukan Gugatan Intervensi ?
1.    Larangan mengajukan gugatan Rekonvensi kepada diri orang yang bertindak berdasarkan suatu kualitas ( Pasal 132a (1) HIR.
2.    Larangan mengajukan gugatan Rekonvensi diluar Yuridiksi PN yang memeriksa perkara. Pasal 118 (1) dan (3) HIR.
3.    Larangan mengajukan gugatan Rekonvensi terhadap exsekusi pasal 132a (1) ke-3 HIR dan pasal 379Rv.
4.    Larangan mengajukan gugatan Rekonvensi pada tingkat banding Pasal 132a (2) HIR dan putusan MA No.1250 K/Pdt/1986.
5.    Larangan mengajukan gugatan Rekonvensi pada tingkat kasasi Putusan MA No. 209 K/SIP/1970.

      39.  Apa yang dimaksud   Gugatan Intervensi
Proses dengan tiga pihak/ ikut sertanya pihak ketiga dalam suatu proses (Pasal 279-282 Rv)
1.     Voeging.
Jika pihak ketiga itu mau membela atau mengabungkan diri ke salah satu pihak yang sedang berperkara.
2.     Tussenkomst
Jika pihak ketiga itu tidak memihak salah satu pihak, melainkan membela kepentingannya sendiri terhadap penggugat dan tergugat.
3.     Vrijwaring.
Penarikan pihak ketiga dalam suatu proses untuk menanggung, supaya tergugat dapat bebas dari penuntutan yang merugikan.

40. Bagaimana Cara Mengajukan Gugatan Intervensi ?
1.     Mengajukan permohonan kepada majelis agar diperkenankan mencampuri proses tersebut dan dinyatakan ingin menggabungkan diri kepada salah satu pihak (voging) (Retno Wulan, SH. Hal.48).
2.     Pihak pemohon intervensi datang dipersidangan lalu dengan lisan atau tulisan mengemukakan kehendaknya untuk mencampuri perkara tersebut sebagai pihak ketiga. (Subekti, SH. Hal. 71)
3.     Gugatan intervensi diajukan kepada pihak ketiga kepada Ketua Pengadilan dengan melawan pihak yang sendang bersengketa/ ikut salah satu pihak dengan menunjuk no, tanggal perkara yang dilawan seperti gugatan biasa tanpa membayar biaya perkara dan tidak diberi nomer baru (Mukti Arti. Hal. 109)

      41 Apa yang dimaksud dengan Gugatan Class Action/ Gugatan Perwakilan Kelompok.
     Perma No.1/2002 Tanggal 26 april 2006.
     Pengertian Class Action
-     Suatu tata cara pengajuan gugatan yang dilakukan satu orang atau lebih.
-     Orang itu bertindak mewakili kelompok (CR) untuk diri sendiri dan sekaligus mewakili anggota kelompok (class members).
-     Antara yang mewakili kelompok dengan kelompok yang diwakili memiliki kesamaan fakta dan dasar Hukum.
       Pasal 1 huruf a PERMA No.1/2002.

42. Apa  Tujuan GPK/ CA/ RA ?
-     Mengembangkan penyederhanaan akses masyarakat memperoleh keadilan.
-     Mengefektifkan efisiensi penyelesaian pelanggaran Hukum yang merugikan orang banyak.


      43. Bagaimana  Syarat Formil CA/ RA
a.    Ada kelompom (Class)
  Perwakilan kelompok.(Class Action).
  Anggota kelompok (class members)
b.    Kesamaan fakta atau dasar Hukum.
c.    Kesamaan jenis tuntutan.

       44. Apakah  Konsep Hak Gugatan LSM berbeda dengan Class Action ?

 Konsep CA Berdasarkan commanality.
Landasan utama konsep CA adalah asas atau syarat commonality yaitu prinsip kesamaan yang berkenaan dengan fakta dan dasar hokum dan kesamaan tuntutan hukum.
Atau lazim juga disebut kesamaan kepentingan (same interest) kesamaan penderitaan (same grievence) dan kesamaan tujuan sam purpose) .
Agar dasar kesamaan (mononality) dapat ditegakkan, diperlukan factor-faktor yang menjadi landasannya yang disebut unsure CA.

      45. Bagaimana Formulasi gugatan CA ?
a.    Persyaratan umum berdasarkan Ketentuan HIR dan RBG.
       Mencantumkan dan mengalamatkan gugatan berdasarkan kopetensi relative (yudiksi relative) sesuai dengan system dan patokan yang digariskan pasal 118 HIR

b.    Mencantumkan tanggal pada gugatan
»»  Baca Selengkapnya...