Selasa, 22 September 2015

PEMILAHAN/PENENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERSIFAT BESCHIKKING (PENETAPAN) DAN REGELING (PENGATURAN)

PEMILAHAN/PENENTUAN PERATURAN  PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERSIFAT BESCHIKKING (PENETAPAN)  DAN REGELING (PENGATURAN)*)

Oleh: Turiman Fachturahman Nur,SH,MH
Blog/Web: Rajawali Garuda Pancasila.
HP 081310651414

1.         Materi yang diberikan kepada saya selaku narasumber adalah “pemilahan/penentuan Peraturan perundang-undangan yang bersifat beschikking (penetapan) dan regeling (pengaturan)”. Materi ini berisi tiga konsep, yakni: a. Peraturan Perundang-Undangan, b. Penetapan (Beschikking), c. Pengaturan (Regeling), namun untuk memberikan pemahaman yang komprehensif dalam kegiatan Sosialisasi Produk-Produk Hukum Kementerian Agama RI, maka perlu dipaparkan secara jelas hal –hal yang mendasar berkaitan dengan materi tersebut.
2.         Untuk memberikan paparan yang jelas materi disusun secara sistimatika sebagaimana berikut ini;
a.       Pengertian Peraturan Perundang-Undangan secara yuridis normatif.
b.      Hirarki Peraturan Perundang-Undangan.
c.       Pengertian Ketetapan (Keputusan) dalam tataran perundang-undangan.
d.      Perbedaan antara Peraturan Perundang-undangan yang bersifat penetapan dengan yang bersifat pengaturan.
e.       Contoh pemetaan berkaitan dengan point d.
3.      Berkaitan dengan pengertian peraturan perundang-undangan, pertanyaan yang perlu diajukan adalah apakah yang dimaksud peraturan perundang-undangan? Secara yuridis normatif didalam peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini ada dua pengertian peraturan perundang-undangan, yaitu didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
  1. Pengertian Peraturan Perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dapat diacu pada rumusan normatif pasal 1 angka 2, yang menyatakan bahwa Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan penjelasan Pasal 1 angka 2 UU Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, peraturan perundang-undangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh  Badan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah, serta semua semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik ditingkat pusat maupun daerah, yang juga mengikat secara umum.
  2. Berdasarkan dua konsep pengertian peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986.  pengertian dasar dari peraturan perundang-undangan adalah:
a.       semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum
b.      peraturan tertulis
c.       yang memuat norma hukum yang mengikat secara uuum
d.      dibentuk  atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang,
e.       semua semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik ditingkat pusat maupun daerah.
6.      Berdasarkan kedua pengertian di atas tentunya  para aparatur sipil negara/birokrat lebih lanjut perlu memahami jenis peraturan perundang-undangan dan memahami konsep hierarki peraturan perundang-undangan, karena keduanya sangat penting untuk melakukan pemilahan terhadap peraturan perundang-undangan yang bersifat penetapan (beschiking) dan yang bersifat pengaturan (regeling) dan membedakan subtansi  materi muatan antara keduanya.
7.      Pertanyaan yang perlu diajukan bagaimana kita bisa membedakan antara jenis peraturan perundang-undangan dengan hierarki peraturan perundang-undangan? Pemahaman yang paling cermat adalah dengan memahami pengertian materi muatan peraturan perundang-undangan itu sendiri. Adapun yang dimaksud dengan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.(pasal 1 angka 13) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011)
8.      Untuk memahami jenis peraturan perundang-undangan, didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 diatur khusus pada BAB III yang bernomenklatur JENIS, HIERARKI, DAN MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. Berkaitan dengan jenis peraturan perundang-undangan pada pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 dinyatakan secara tegas bahwa Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a.    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.    Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.    Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d.    Peraturan Pemerintah;
e.    Peraturan Presiden;
f.     Peraturan Daerah Provinsi; dan
g.    Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Memperhatikan jenis peraturan perundang-undangan diatas, maka pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 mengatur dua hal, yaitu pertama mengatur jenis dan kedua mengatur tentang hierarki peraturan perundang-undangan. Selanjutnya bila dicermati peraturan menteri atau disingkat PERMEN jelas tidak ada didalam hierarki peraturan perundang-undangan pada pasal 7 ayat (1) di atas, sementara dalam tataran praktek penyelenggaran urusan pemerintahan keberadaan PERMEN sangat penting untuk menjabarkan kebijakan Pemerintah atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Apakah peraturan menteri (PERMEN) bukan jenis peraturan perundang-undangan ?
9.      Berkaitan dengan jenis peraturan perundang-undangan pada pasal 7 ayat (1) UU Nopmor 12 tahun 2011 diatas, perlu dipahami bersama oleh para birokrat bagaimana kekuatan hukum mengikat secara umum terhadap jenis peraturan perundang-undangan di atas ?
Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan, bahwa  kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Hal ini artinya kekuatan hukum yang terdapat dalam subtansi pasal 7 ayat (1) di atas terhadap berbagai jenis peraturan perundang-undangan di atas adalah dengan mengunakan konsep hukum yaitu hierarki peraturan perundang-undangan. Bagaimana yang diluar hierarki peraturan perundang-undangan ?
10.  Untuk memahami jawaban atas pertanyaan tersebut diatas, maka perlu diajukan pertanyaan apakah yang dimaksud dengan hierarki peraturan perundang-undangan?  Penjelasan Pasal 7 ayat 2 UU Nomor 12 Tahun  2011 menjelaskan bahwa dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah perjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
11.  Kemudian apa materi muatan masing-masing jenis peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam hierarki peraturan perundang-undangan di atas ? Pengertian masing-masing jenis peraturan perundang-undangan dinyatakan secara tegas pada pasal 1 angka 3 sampai dengan angka 8  UU nomor 12 Tahun 2011, yaitu:
a.       Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden,
b.      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
c.       Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
d.      Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
e.       Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
f.       Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.
12.  Kemudian penjabaran subtansi materi muatan lebih lanjut diatur dalam Pasal 10 s/d pasal 15 UU Nomor 12 Tahun 2011, yakni:
1)  Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi:
a.  pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.  perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c.  pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d.  tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
e.  pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
2) Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang.
3) Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
4)Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang,  materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
5) Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
13.  Sebagaimana dinyatakan dalam hierarki peraturan perundang-undangan di atas, Peraturan  Menteri (PERMEN) tidak ada didalam hierarki peraturan perundang-undangan, kemudian apakah peraturan menteri tidak termasuk jenis peraturan perundang-undangan ? jika dilakukan pemilahan secara cermat ternyata secara tegas keberadaan peraturan menteri, sebagaimana disebutkan pada subtansi Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun  2011, bahwa jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
14.  Berdasarkan pasal 8 ayat (1) diatas jelaslah bahwa salah satu jenis peraturan perundang-undangan diluar hierarki peraturan perundang-undangan adalah peraturan yang ditetapkan oleh menteri atau dikenal denga nama Peraturan Menteri disingkat PERMEN. Pertanyaan bagaimana kekuatan hukum berlakunya atau kekuatan hukum mengikatnya jenis peraturan perundang-undangan diluar hierarki peraturan perundang-undangan sebagai dirumuskan pada pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011?  Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan, bahwa Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Jadi keberadaan dan kekuatan hukum mengikatnya tidak mendasarkan pada konsep hukum hierarki peraturan perundang-undangan, tetapi didasarkan kepada dua konsep hukum, pertama, sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dan kedua, atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
15.  Dengan demikian apa yang dimaksud dengan peraturan menteri dan apa yang dimaksud dengan dibentuk berdasarkan kewenangan? Penjelasan Pasal 8 Ayat (1) UU Nomor 12 Tahun  2011 menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “Peraturan Menteri” adalah peraturan yang ditetapkan oleh menteri berdasarkan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan. Kemudian penjelasan pasal 8 ayat (2) menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “berdasarkan kewenangan” adalah penyelenggaraan urusan tertentu pemerintahan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Kata kuncinya adalah klasul “sesuai dengan peraturan perundang-undangan” pahami kembali pengertian peraturan perundang-undangan pada point sebelumnya.
16.  Berdasarkan pemilahan peraturan perundang-undangan yang ada didalam hierarki maupun yang diluar hierarki peraturan perundang-undangan apakah semua bersifat beschiking (penetapan) atau semua bersifat regeling? Apabila kita kembali kepada pengertian peraturan perundang-undangan baik berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, maka ada dua bentuk peraturan perundang-undangan yang diacu baik yang bersifat pengaturan (regeling) maupun yang bersifat penetapan (beschikking). Karena menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana dirumuskan pada Pasal 1 angka 2 bahwa Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
17.  Klasul hukum yang digunakan terdapat dua istilah hukum yaitu pertama dibentuk dan kedua atau ditetapkan. Jadi secara yuridis normatif peraturan perundang-undangan secara prosedur pembentukannya ada yang dibentuk dan ada pula yang ditetapkan. Oleh karena itu untuk membedakan kedua peraturan perundang-undangan yang memiliki kedua sifat tersebut, yaitu bersifat pengaturan (regeling) dan bersifat penetapan (beschikking), maka secara yuridis normatif pembedaan, yaitu (1) jika peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur, materi muatannya lazimnya dibagi menjadi BAB, Bagian dan pasal-pasal serta ayat-ayat, maka dikatagorikan sebagai pengaturan (regeling) yang kekuatan hukumnya mengikat secara umum, artinya tidak ditujukan kepada perorangan dalam arti kongkrit, individual, final, sedangkan peraturan perundang-undangan yang bersifat penetapan (beschikking) jenisnya Keputusan yang ditetapkan oleh Pejabat Yang Berwenang dalam hal ini yang dimaksud adalah Pejabat Tata Usaha Negara atau mengacu pada pengertian Peraturan Perundang-Undangan didalam penjelasan pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 dinyatakan dengan klasul hukum semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik ditingkat pusat maupun daerah, yang juga mengikat secara umum.(penjelasan pasal 1 angka 2). Keputusan Tata Usaha Negara adalah  suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata (pasal 1 angka 3 UU Nomor 5 Tahun 1986). Ingat kata kuncinya klasul “berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
18.  Dengan demikian dapat dipahami oleh para birokrat atau aparatur sipil negara atau mahasiswa fakultas hukum, bahwa secara umum peraturan perundang-undangan mulai dari UUD negara RI 1945 sampai dengan Peraturan Daerah Provinsi dan Kota/Kabupaten dan mencakup pula peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat  sebagaimana terdapat dalam pasal 7 ayat (1) dan pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 adalah peraturan perundang-undangan yang dikatagorikan bersifat mengatur (regeling).
19.  Kapan Peraturan Perundang-undangan dikatagorikan bersifat penetapan (Bechikking) ?, yakni jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 80 Tahun 2012 Tentang Pedoman Tata Naskah Dinas Instansi Pemerintah, seperti dinyatakan pada Pasal 1 bahwa  Pedoman Tata Naskah Dinas Instansi Pemerintah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Kemudian Pasal 2 Pedoman Tata Naskah Dinas Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan acuan bagi seluruh instansi pemerintah dalam menyelenggarakan tata naskah dinas. Dalam lampiran pada bagian pengertian dinyatakan, bahwa Naskah Dinas adalah komunikasi tulis sebagai alat komunikasi kedinasan yang dibuat dan/atau dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di lingkungan instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan.
20.  Bentuk Naskah Dinas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 80 Tahun 2012 adalah:
a.       Naskah Dinas Pengaturan. Naskah dinas yang bersifat pengaturan terdiri atas peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan, Standar Operasional Prosedur (SOP), dan surat edaran.  Subtansinya berisi:
Peraturan Ketentuan lebih lanjut tentang pengertian, kewenangan, format, dan tata cara penulisan peraturan diatur dengan peraturan perundangundangan.1) Pengertian Pedoman adalah naskah dinas yang memuat acuan yang bersifat umum di lingkungan instansi pemerintah yang perlu dijabarkan ke dalam petunjuk operasional dan penerapannya disesuaikan dengan karakteristik instansi/organisasi yang bersangkutan. 2) Wewenang Penetapan dan Penandatanganan Pedoman dibuat dalam rangka menindaklanjuti kebijakan yang lebih tinggi dan pengabsahannya ditetapkan dengan peraturan pejabat yang berwenang.
b.      Naskah Dinas Penetapan (Keputusan) Jenis naskah dinas penetapan hanya ada satu macam, yaitu Keputusan, a. Pengertian Keputusan adalah naskah dinas yang memuat kebijakan yang bersifat menetapkan, tidak bersifat mengatur, dan merupakan pelaksanaan kegiatan, yang digunakan untuk: 1) menetapkan/ mengubah status kepegawaian/personal/ keanggotaan/ material/ peristiwa; 2) menetapkan/mengubah/membubarkan suatu kepanitiaan/tim; 3) menetapkan pelimpahan wewenang. b. Wewenang Penetapan dan Penandatanganan Pejabat yang berwenang menetapkan dan menandatangani Keputusan adalah pejabat yang bewenang berdasarkan lingkup tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.
c.       Naskah Dinas Penugasan terdiri dari: Pertama, Instruksi 1) Pengertian Instruksi adalah naskah dinas yang memuat perintah atau arahan untuk melakukan pekerjaan atau melaksanakan tugas yang bersifat sangat penting. 2) Wewenang Penetapan dan Penandatanganan Pejabat yang berwenang menetapkan dan menandatangani instruksi adalah pejabat pimpinan tertinggi instansi pemerintah. Kedua,  Surat Perintah 1) Pengertian Surat perintah adalah naskah dinas dari atasan atau pejabat yang berwenang yang ditujukan kepada bawahan atau pegawai lainnya yang berisi perintah untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. 2) Wewenang Pembuatan dan Penandatangan Surat perintah dibuat dan ditandatangani oleh atasan atau pejabat yang berwenang berdasarkan lingkup tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.
d.      Surat Tugas, 1) Pengertian Surat tugas adalah naskah dinas dari atasan atau pejabat yang berwenang yang ditujukan kepada bawahan atau pegawai lainnya yang berisi penugasan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas dan fungsi. 2) Wewenang Pembuatan dan Penandatangan Surat tugas dibuat dan ditandatangani oleh atasan atau pejabat yang bewenang berdasarkan lingkup tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.
21.  Untuk memahami peraturan perundang-undangan yang bersifat penetapan, perlu dipahami apa yang dimaksud dengan Keputusan dalam hal ini Keputusan Tata Usana Negara, pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 merumuskan bahwasanya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
22.     Berdasarkan pengertian keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana terdapat dalam pasal 1 ayat 3 UU Nomor 5 Tahun 1986, ditemukan unsur-unsurnya sebagai berikut:
1.    Penetapan tertulis;
2.    Dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;
3.    Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan;
4.    Bersifat konkret, individual dan final;
5.    Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
23.  Penetapan tertulis, Apa yang dimaksud Penetapan tertulis ? Istilah “penetapan tertulis” terutama menunjuk kepada isi dan bukan kepada bentuk keputusan yang dikeluakan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan itu memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukanlah bentuk formalnya seperti surat keputusan pengangkatan dan sebagainya. Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk kemudahan segi pembuktian. Oleh karena itu sebuah memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis tersebut dan akan merupakan suatuu Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara menurut undang-undang ini apabila sudah jelas : a. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mana yang mengeluarkannya; b. maksud serta mengenai hal apa isi tulisan itu; c. kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetap-kan di dalamnya.
24.  Dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara Siapakah yang dimaksud Pejabat Tata Usaha Negara? Yang dimaksud  adalah  Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 angka 2 UU No 5 tahun 1986) dan yang dimaksud dengan “urusan pemerintahan” ialah kegiatan yang bersifat eksekutif.
  1. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan; Penjelasan Pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan “tindakan hukum Tata Usaha Negara” adalah perbuatan hukum Badan atau Pejabat tata Usaha Negara yang bersumber pada ketentuan hukum Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada orang lain. Atau dengan perkataan lain, tindakan hukum Tata Usaha Negara adalah tindakan dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang dilakukan atas dasar peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang menimbulkan akibat hukum mengenai urusan pemerintahan terhadap seseorang atau badan hukum perdata. Karena tindakan hukum dari Badan atau pejabat Tata Usaha Negara tersebut atas dasar peraturan perundang-undangan menimbulkan akibat hukum mengenai urusan pemerintahan, maka dapat dikatakan tindakan hukum dari Badan atau pejabat Tata Usaha Negara itu selalu merupakan tindakan hukum publik sepihak. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak selalu tindakan hukum dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara merupakan tindakan hukum Tata Usaha Negara, tetapi hanya tindakan hukum dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang menimbulkan akibat hukum mengenai urusan pemerintahan saja yang merupakan tindakan hukum Tata Usaha Negara.
    26. Apa yang dimaksud dengan bersifat konkrit, individual, dan final adalah sebagai berikut:
1.    Bersifat konkrit, artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan, umpamanya keputusan mengenai pembongkaran rumah si A, izin usaha bagi si B, pemberhentian si A sebagai pegawai negeri.
2.    Bersifat individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditunjukkan untuk umum, tetapi tertentu, baik alamat maupun hal yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari seorang, maka tiap tiap nama orang yang terkena keputusan itu disebutkan, misalnya keputusan tentang pembuatan atau pelebaran jalan dengan lampiran yang menyebutkan nama-nama yang terkena keputusan tersebut.
3.    Bersifat final, artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum. Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain belum bersifat final, karenanya belum dapat menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak yang bersangkutan, misalnya keputusan pengangkatan seorang pegawai negeri memerlukan persetujuan dari Badan Kepegawaian Negara.
27.  Yang dimaksud dengan “menimbulkan akibat hukum” adalah menimbulkan akibat hukum Tata Usaha Negara, karena penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha yang menimbulkan akibat hukum tersebut adalah berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara. Akibat hukum Tata Usaha Negara tersebut dapat berupa:
1.    Menguatkan suatu hubungan hukum atau keadaan hukum yang telah ada (declaratoir), misalnya surat keterangan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah yang isinya menyebutkan antara A dan B memang telah terjadi jual beli tanah atau surat keterangan dari Kepala Desa yang isinya menyebutkan tentang asal-usul anak yang akan nikah.
2.    Menimbulkan suatu hubungan hukum atau keadaan hukum yang baru (constitutief), misalnya Keputusan Jaksa Agung tentang pengangkatan calon Pegawai Negeri Sipil atau Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang sisinya menyebutkan suatu Perseroan Terbatas diberikan izin mengimpor suatu jenis barang.
3.    Menolak untuk menguatkan hubungan hukum atau keadaan hukum yang telah ada, misalnya Keputusan Jaksa Agung tentang penolakan untuk mengangkat calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil atau Keputusan Badan Pertahanan Nasional tentang penolakan permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha;

28.  Berdasarkan pemahaman di atas, dapat dibedakan antara peraturan dengan keputusan untuk memudahkan berikut ini dipetakan secara tabel :

Perbedaan PERATURAN  dengan KEPUTUSAN.
No.
Uraian
Peraturan
Keputusan
1.
Sifat
Regulatif (mengatur) atau Regeling (pengaturan)
 Konstitutif (Menetapkan) atau Beschiking (Penetapan)
2.
Rumusan norma
ü  1. Bersifat umum  -abstrak
ü  2. Lazim disusun dalam bentuk pasal-ayat.
3.kekuatan hukum Mengikat umum

4. Berlaku secara terus menerus selama belum ada peraturan setingkat yang menyatakan bahwa tidak berlaku
5.  Rumusan Norma jika bertentangan dengan peraturan di atas dilakukan pengujian (yudisial review)
1.      Bersifat khusus - kongkrit
2.      Lazim disusun dalam bentuk Diktum
3.      Kekuatan hukum mengikat secara individual
4.      Berlaku sekali saja atau enmalig



5.      Digugat  di PTUN Diktum  dapat dibatalkan atau batal dengan demi hukum 

3.
Kaitan dengan peraturan lain
Tergantung pada peraturan perundang-undangan wajib.
a.Keputusan adalah naskah dinas yang memuat kebijakan yang bersifat menetapkan, tidak bersifat mengatur, dan merupakan pelaksanaan kegiatan, yang digunakan untuk: 1) menetapkan/mengubah status kepegawaian/personal/ keanggotaan/material/peristiwa; 2) menetapkan/mengubah/membubarkan suatu kepanitiaan/tim; 3) menetapkan pelimpahan wewenang.
b.    Wewenang Penetapan dan Penandatanganan Pejabat yang berwenang menetapkan dan menandatangani Keputusan adalah pejabat yang bewenang berdasarkan lingkup tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya
4.
Diseminasi formal
Diundangkan dalam Lembaran Negara atau Berita Negara atau Lembaran Daera atau Berira Daerah.
Tidak dimasukkan dalam Lembaran Negara atau Berita Negara atau Lembaran Daera atau Berira Daerah.
5.
Contoh
Peraturan Daerah tentang APBD.
SK Bupati tentang Panitia Peringatan Hari kemerdekaan.

29.  Perbedaan secara akademis di dalam ilmu perundangundangan, keputusan adalah perihal putusan sebagai hasil tindakan pejabat yang berwenang dalam rangka menentukan atau menetapkan kebijakan tertentu yang diinginkan, termasuk mengangkat atau memberhentikan pejabat di lingkungannya. Keputusan untuk mengangkat atau memberhentikan pejabat tertentu sering orang menyebut sebagai penetapan (beschikking).Apa perbedaan antara beschikking dengan regelling (pengaturan), dan beleidsregel (aturan kebijakan).  Untuk memahami secara akademis perhatikan tabel berikut ini.
Regeling
Beleidsregel
Beschikking
Vonnis
1. Bersifat mengatur dan mengikat secara umum (algemeen bindende).
1 Mengikat secara umum.


1. Ditujukan kepada individu (-individu)
tertentu.
1.Ditujukan kepada individu (individu) tertentu
2.Bersifat abstrak-umum (tidak ditujukan kepada individu tertentu).
2.  Bersifat abstrak-umum atau abstrak-individual.

2. Bersifat final dan
kongkrit, nyata
2.Bersifat kongkrit
3.Bersumber dari kekuasaan legislatif (legislative power).
3.Bersumber dari kekuasaan eksekutif (executive power).

3. Bersumber dari kekuasaan eksekutif
(executive power).


3.Bersumber dari kekuasaan judisial (judicial power).

4.Berlaku terus menerus (dauerhaftig
4.Berlaku terus menerus (dauerhaftig).
4.. Berlaku sekali selesai (einmahlig).
4.Berlaku sekali selesai, sesuai dengan waktu yang ditentukan.

5. Mempunyai bentuk/format tertentu (baku).
5.  Kadangkala formatnya tidak baku
5.Kadangkala formatnya tidak baku.
5.Formatnya telah dibakukan

30.  Keputusan pejabat yang selama ini kita pahami terdiri dari 2 (dua) keluaran yakni keputusan yang berupa pengaturan dan keputusan yang berupa penetapan. Pemahaman ini dicetuskan oleh Prof. Dr. A. Hamid S Attamimi untuk menghindari istilah “peraturan” (sebagai nomenklatur tersendiri) yang dalam perjalanan sejarah pernah disalahgunakan sebagai produk kebijakan yang menyimpang dari peraturan perundang-undangan di atasnya (baca beberapa Peraturan Presiden tahun 1959-an yang sebagian telah dinyatakan tidak berlaku).
31.  Keputusan yang berupa pengaturan dan penetapan, dilihat dari format dan isi atau substansi keduanya memang berbeda. Penetapan pada dasarnya tidak termasuk dalam lingkup peraturan perundang-undangan dalam arti bahwa isi atau substansi keputusan yang dikeluarkan pejabat tidak mengikat umum, tetapi mengikat individu atau kelompok tertentu di lingkungan pejabat yang mengeluarkan keputusan tersebut (itu pun berlaku hanya sekali dan hanya pada saat itu saja). Sekali lagi, pengikatan individu dan kelompok tertentu tersebut menunjukkan bahwa keputusan tersebut tidak mengikat umum. Dengan demikian, pengertian kata “umum” sudah jelas dari gambaran tersebut untuk membedakan peraturan perundangan –undangan yang bersifat penetapan atau beschiking.
32.  Perbedaan Keputusan Dengan Peraturan, suatu keputusan (beschikking) selalu bersifat individual, kongkret dan berlaku sekali selesai (enmahlig). Sedangkan, suatu peraturan (regels) selalu bersifat umum, abstrak dan berlaku secara terus menerus (dauerhaftig). 
33.  Contoh untuk memilah yang bersifat pengaturan dengan bersifat penetapan misalnya, Keputusan Presiden (Keppres) berbeda dengan Peraturan Presiden (Perpres). Keputusan Presiden adalah norma hukum yang bersifat konkret, individual, dan sekali selesai (contoh: Keppres No. 6/M Tahun 2000 tentang Pengangkatan Ir. Cacuk Sudarijanto sebagai Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional). Sedangkan Peraturan Presiden adalah norma hukum yang bersifat abstrak, umum, dan terus-menerus (contoh: Perpres No. 64 Tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas Untuk Transportasi Jalan).
34.  Kecuali untuk Keputusan Presiden yang sampai saat ini masih berlaku dan mengatur hal yang umum contohnya Keppres No. 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional, maka berdasarkan Pasal 100 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”), Keppres tersebut harus dimaknai sebagai peraturan. Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 100 UU 12/2011 yang berbunyi: “Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.”Jadi, Keputusan Presiden berbeda dengan Peraturan Presiden karena sifat dari Keputusan adalah konkret,individual, dan sekali selesai sedangkan sifat dari Peraturan adalah abstrak, umum, dan terus-menerus. Bila Keppres bersifat mengatur hal yang umum, maka harus dimaknai sebagai Peraturan.
35.  Dilihat dari sesi mengenai kekuatan hukum dan pemberlakuan suatu Keputusan Presiden, kembali pada materi yang diatur dalam Keputusan Presiden tersebut. Apabila Keppres tersebut bersifat konkret, individual, sekali selesai, maka isi Keppres hanya berlaku dan mengikat kepada orang atau pihak tertentu yang disebut dan mengenai hal yang diatur dalam Keppres tersebut. Beda halnya jika Keppres tersebut berisi muatan yang bersifat abstrak, umum, dan terus menerus, maka Keppres tersebut berlaku untuk semua orang dan tetap berlaku sampai Keppres tersebut dicabut atau diganti dengan aturan baru. Jadi, Keppres berbeda dengan Perpres karena  sifat-sifat dari Keputusan Presiden adalah konkret, individual, dan sekali selesai sedangkan sifat dari Peraturan Presiden adalah abstrak, umum, dan terus-menerus. Isi Keppres berlaku untuk orang atau pihak tertentu yang disebut dalam Keppres tersebut, sedangkan isi Perpres berlaku untuk umum. Kecuali bila Keppres memiliki muatan seperti Perpres, maka keberlakuannya juga sama seperti Perpres.




*) Materi ini disampaikan dalam kegiatan Sosialisasi Produk-Produk Hukum Kementerian Agama RI Tanggal 28s/d 30 September 2015 di Asrama Haji Pontianak.
»»  Baca Selengkapnya...