Rabu, 17 Desember 2014

URGENSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PERAN STAKE HOLDER DALAM MENYIAPKAN DESA (MENYAMBUT IMPLEMENTASI UU DESA)



URGENSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PERAN STAKE HOLDER
DALAM MENYIAPKAN DESA (MENYAMBUT IMPLEMENTASI UU DESA)
-   Muda Mahendrawan
(Seminar Daerah Fakultas Hukum UNTAN)

·         Sejarah pengaturan desa di Indonesia ada beberapa UU yakni UU nomor 19/1965 disebut Desapraja, yang merupakan peralihan untuk mempercepat terwujudnya Daerah Tingkat III di seluruh Indonesia ketika itu. Kemudian di era Orde Baru dengan UU nomor 5/1979, di masa inilah model penyeragaman desa dilakukan sehingga eksistensi Desa jadi lemah dan ketergantungan dengan pemerintah supra desa. Pasca orde baru (reformasi) pengaturan Desa dalam UU nomor 22/1999 (pemerintah daerah) hanya diatur dalam 8 pasal dari 134 pasal, demikian pula di UU nomor 32/2004 dalam 16 pasal dari 240 pasal. 
·         Lahirnya UU Desa Nomor 6/2014 telah melegitimasi posisi dan eksistensi desa tak lagi hanya sekadar obyek pembangunan seperti selama ini, melainkan sebagai subyek dari pembangunan yang membuka peluang bagi desa untuk lebih berdaya dengan pengakuan kewenangan dalam UU Desa. Bagaimanapun desa sebagai sumber kekuatan negara karena SDA yang diambil dan diolah untuk memenuhi kebutuhan hidup hampir seluruhnya berada di desa (sumber mata air, lahan cocok tanam, sungai, laut, bukit, gunung, hutan, perut bumi). Demikian pula rakyat sebagian besarnya hidup di desa-desa (70%) sebagai SDM yang perlu diberdayakan agar bisa produktif > tantangan kualitas IPM masih rendah daya saing.
·         UU Desa Nomor 6/2014 menegaskan eksistensi desa dengan pengakuan atas kewenangan berdasarkan asal usul (tradisionil) merupakan landasan kuat untuk membentengi hak-hak masyarakat desa agar bisa berdaya menggerakkan inisiatif-inisiatif untuk mengurangi kemiskinan >  63 persen kemiskinan berada di pedesaan.
Pengakuan kewenangan asal usul dan kewenangan lokal berskala desa dalam UU Desa menjadi pintu masuk yang membuka peluang bagi rakyat desa untuk melatih diri menjalankan otonomi mengurus rumah tangga sendiri. Sebelumnya desa hanya mengusulkan (melalui musrenbangdes) dan tidak berdaya dan berwenang  memutuskan meskipun terhadap kebutuhan yang sangat prioritas dan mendesak bagi warga desa. Ke depan setidaknya desa mulai belajar menjalankan kewenangan lebih besar mulai dari perencanaan pembangunan sesuai kebutuhan prioritas, pengalokasian anggaran, pelaksanaan teknis pembangunan, dan pengawasan serta evaluasinya sampai pada pertanggungjawabannya.
·         Selama ini banyak pendapat pro kontra terkait dengan kesiapan desa untuk mengelola kewenangan berdasarkan UU Desa itu. Pendapat yang pesimis dan terkesan sinis menegaskan bahwa desa belum siap menerima kewenangan itu. Pandangan ini wajar saja mengingat keterbatasan kompetensi sumber daya manusia di desa (terlebih untuk desa di luar Jawa). Tentu semua akan berproses seperti juga ketika awal memulai era otonomi daerah.
·         Berkaca pada pengalaman era otonomi daerah pasca reformasi sejak 1999 yang sudah 15 tahun ini, banyak pembelajaran yang bisa diambil secara empiris bagaimana kondisi perjalanan otonomi daerah yang juga banyak menemui kendala, tantangan dan problem. Sehingga secara berangsur terlihat kewenangan otda perlahan mulai ditarik kembali ke arah re sentralisasi kembali.
·         Membahas tentang desa tentu sangat kompleks menyangkut seluruh aspek peri kehidupan masyarakat namun semua harus tertuju pada sasaran bagaimana menggerakkan semua potensi yang ada di desa baik SDM dan SDA dapat dikelola untuk perbaikan kualitas hidup rakyat banyak > pemberdayaan untuk kurangi kemiskinan dan pengangguran yang sebagian besar di desa.
·         Mengejar sasaran target itu memerlukan langkah dan strategi didasarkan kewenangan yang telah ada (asal usul) dan kewenangan yang diakui yang bisa dikelola langsung oleh rakyat di desa (kewenangan lokal berskala desa)
·         Kita perlu mengajak semua pihak untuk membicarakan dan mencari jalan keluar dari berbagai problem dan tantangan klasik dalam sebuah perspektif yang lebih luas dan sinegis untuk membangun kesadaran kolektif terkait urgensi pemberdayaan masyarakat desa sebagai peta jalan (road map) mengejar percepatan pengurangan kemiskinan dan pemiskinan serta ketimpangan hidup yang semakin melebar antara pedesaan dan perkotaan.
·         Bagaimana rumusan strategi dan langkah konkrit, fokus dan massif sebagai road map (peta jalan) menyiapkan desa dalam memperkuat partisipasi rakyat oleh seluruh pemangku kepentingan desa (internal dan eksternal desa), atau dengan kata lain isu-isu atau aspek apa saja yang perlu menjadi strategi fokus untuk merangsang dan memantik inisiatif untuk penguatan partisipasi dan demokratisasi dalam tata kelola pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan rakyat desa sekaligus memastikan berjalannya agenda pembaruan desa agar lebih optimal ? Maka sekarang fokus kita mestinya langsung menukik pada upaya mendesain dan mencari formulasi dan strategi yang efektif untuk memastikan agenda pembaruan desa dalam implementasi UU Desa yang sudah di depan mata (tahun 2015) dapat berjalan optimal.
·         Menjawab ini setidaknya ada 5 isu / aspek strategis dan mendasar untuk dijalankan dengan fokus, sistematis dan konsisten yang signifikan berpengaruh bagi percepatan perbaikan tatanan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan desa ke depan agar berjalan secara terbuka, partisipatif,efisien efektif, akuntabel dan berkeadilan (mewujudkan good village governance) dalam mengurangi kemiskinan karena ketidakberdayaan dalam mengelola potensi SDM dan SDA di desa – merubah segala kendala dan tantangan menjadi peluang bagi rakyat desa dengan memantik dan mendorong ruang inisiatif dan partisipasi lebih luas oleh rakyat di desa-desa, antara lain :

Ø  Isu / aspek Tata Kelola Keuangan dan Aset/Kekayaan Desa
-          UU desa menegaskan Desa berhak mendapatkan berbagai sumber keuangan baik dari APBN dan APBD serta PADesa sendiri (5 sumber keuangan)
-          Isu selama  ini terlanjur terfokus pada besaran 1 Milyar 1 Desa (tak langsung sebesar itu tapi bertahap) – padahal agenda pembaruan desa tak cuma sebatas berapa jumlah uang masuk ke desa meski ini sebagai modal dasar dan strategis, maka harus  disiapkan mengelolanya dengan tepat.
-          Pro kontra pendapat dan anggapan ketidakmampuan aparat desa mengelola keuangan negara > rentan penyimpangan terjadinya pengambilan hak-hak rakyat (NKK di level desa) > namun tak perlu juga terlalu berkelindan pada perdebatan ini > sekarang saatnya seluruh pihak (terutama kaum terdidik) berupaya keras menggerakkan langkah nyata untuk menyiapkan desa dengan fokus dan massif.
-          Kades sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset           (pelimpahan sebagian saja kewenangan kepada perangkat desa tak bisa seluruhnya seperti dalam PP 72/2005)   
-          Kades bersama BPD > Prinsip-prinsip utama dijalankan sesuai alur proses kebijakan tata kelola uang > mulai dari perencanaan pembangunan (sesuai pijakan RPJMDesa dan RKP Desa) harus melalui Musyawarah Desa (perlibatan stakeholder desa secara luas) dijalankan terbuka > dilanjutkan penyusunan draft APBDesa didasari RKP Desa dan program prioritas pembangunan dari Pempus (Menteri Desa) > Mencapai kesepakatan pengesahan APBDesa secara tepat waktu (akhir tahun) > titik rentan pada ketepatan jadwal dan waktu penyusunan dan pengesahan untuk disampaikan ke Pemkab > evaluasi APBDesa oleh Badan Pemdes > Camat juga berperan > Tataran pelaksanaan dan realisasi APBDesa dalam tahun anggaran berjalan membutuhkan penatausahaan dan administrasi yang tertib dan tepat > SPJ-SPJ belanja langsung maupun tak langsung dari seluruh program dan kegiatan baik fisik dan non fisik  harus ada verivikasi dengan baik melalui sistem internal kontrol yang ketat (Kades dan perangkatnya) > mekanisme teknis pelaksanaan pembangunan fisik dan non fisik (pengadaan barang dan jasa di desa) menjadi penting diatur dan ditentukan melalui Perbup ditindaklanjuti dengan Perdes, Perkades, dan penunjukan pihak pelaksana berdasarkan SK Kades selalu menjadi perhatian dan mengundang kerentanan (NKK) > dalam PP 43 ada ketentuan perangkat desa bisa menjadi pelaksana teknis kegiatan (tidak dijelaskan jenis belanja dan program fisik atau non fisik) > disini kades mesti mawas diri dan peka dengan situasi > memberi peluang lebih besar ke rakyat melalui kelembagaan di desa (LPM, karang taruna, Dll) > pelaksanaan dan realisasi APBDesa wajib dilaporkan ke Pemkab tiap semester (harus tepat waktu agar tidak tertunda pencairan dana ke kas desa) karena pencairan bertahap dana desa 40-40-20 (3 kali dalam setahun) dan ADD (2 kali setahun) > laporan internal ke BPD > pada akhirnya seluruh pengelolaan keuangan ke kas desa harus ada pertanggungjawaban baik ke pusat, pemkab, BPD dan masyarakat desa (LKPJDesa) tiap akhir maret tahun berikutnya.
(lebih jelas tentang ini baca di Seri Menyiapkan Desa tulisan 7 “Problem Penyaluran Dana Desa ; Tantangan dan Solusi , halaman Opini PontianakPost tanggal 26 November 2014)
-          Butuh tenaga pendampingan yang profesional (berfungsi advisor) dari seluruh alur proses tata kelola keuangan dan aset desa ini > minimal tiap desa 1 tenaga pendamping profesional khusus tata kelola keuangan dan aset.

Ø  Isu/ aspek  Tata Kelola Sistem Informasi Desa
-          Problem klasik yang terus menerus terjadi selama ini dan berdampak langsung menimbulkan ketidakberdayaan di desa karena sangat lemahnya akses informasi yang bisa diperoleh warga akibat pengelolaan pemerintahan desa dijalankan cenderung kurang terbuka dan kurang melibatkan partisipasi rakyat (melalui keterwakilan stake holder desa) secara luas.
-          Desa harus membuat dan memperkuat perencanaan pembangunan yang lebih partisipatif dan tepat sasaran sesuai kebutuhan dan tingkat keterdesakannya.
-          Perlu inisiatif untuk mempercepat membangun sistem informasi desa terkait pengelolaan keuangan dan aset yang transparan dan akuntabel > inisiatif membuat sistem aplikasi tata kelola uang dan aset berbasis IT > syaratnya mutlak input data pendapatan dan belanja harus tertib dan tepat waktu selalu up date > dengan sistem ini sama dengan kita membentengi diri meminimalisir celah penyimpangan dan kemudahan kontrol internal dan eksternal terhadap proses pengelolaan keuangan itu sendiri > sistem aplikasi IT hanya untuk membantu memudahkan/meringankan cara kerja.
-          Sistem informasi Desa mesti diupayakan serius terbangun dengan langkah awal > penyusunan data base desa yang up date dan faktual (misal data kemiskinan dll) untuk menjamin perencanaan dan proses pembangunan tepat sasaran dan tidak banyak muncul celah penyimpangan yang disengaja maupun karena kelalaian > data base dimasukkan ke dalam sistem aplikasi untuk memudahkan kerja dan bisa diakses oleh semua stakeholder dengan dimuat di website desa bila telah dibangun website desa.
-          Dibutuhkan Insiatif dan Gagasan baru untuk merekayasa sosial menuju terbentuknya kelompok kerja informasi desa (KKID) di tiap desa agar seluruh proses kegiatan pembangunan (dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi sampai pertanggungjawaban) bisa diketahui perkembangan tiap waktu dan lebih transparan dalam setiap agenda desa yang harus dijalankan, termasuk terkait dengan seluruh informasi dalam kegiatan pihak lain misalnya  investasi swasta dan kegiatan program dari pemerintah supra desa (pemkab, pemprov dan pusat) di desa.
-          Memberikan akses informasi terhadap langkah pemberdayaan masyarakat dan peluang akses pasar dan permodalan misalnya dalam bidang pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, kerajinan olahan dll untuk membuka akses pasar yang lebih efektif dalam pengenalan produksi di desa.
-          Dibutuhkan pendampingan bagi kelompok kerja informasi desa dalam mengawal sistem informasi desa ini agar perjalanan pemerintahan desa lebih transparan dan akuntabel dalam semua aspek kaitan dengan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masy.
-          Media informasi desa perlu dibangun melalui penguatan pemahaman jurnalisme warga dan skema lainnya. (radio komunitas, web site desa, sms gateway, tabloid warga dll) lebih yang dikelola KKID.
(lebih jelas tentang ini baca Seri Menyiapkan Desa ke 3 “Merancang Bangun Pengembangan Sistem Informasi Desa” halaman opini PontianakPost 21 oktober 2014)

Ø  Isu / aspek Tata Kelola Ruang Desa
-          Penataan ruang memiliki urgensi yang cukup mendasar dalam upaya mengawal agenda pembaruan desa, karena tata ruang desa akan mengejar upaya mengambil peluang dan kesempatan yang sama bagi rakyat desa untuk bisa memanfaatkan ruang hidup dari sumber daya alam untuk kegiatan mata pencaharian sehari-hari bagi setiap rumah tangga di desa agar dapat hidup lebih layak dan berkualitas
-          Selama ini penataan ruang dilakukan dengan sistem top down (dari atas ke bawah) karena UU Penataan Ruang  menerapkan sistem seperti itu, faktanya sistem ini telah banyak menimbulkan ruang konflik sumber daya alam di berbagai daerah dengan beragam jenis konflik antar masyarakat, mulai dari perebutan SDA (lahan, sumber air, isi bumi) karena investasi secara besar-besaran yang kurang terkendali dan tak seimbang.
-          Padahal lebih dari 60 % rakyat di  desa-desa sehari-hari memenuhi penghidupannya dari bercocok tanam sektor pertanian dalam arti luas (pangan, holti,kebun rakyat, perikanan,peternakan dll)
-          Data sensus pertanian 2013 menunjukkan terjadi penurunan jumlah rumah tangga petani dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dari 2002 sampai 2012 setidaknya hampir 5 juta rumah tangga petani yang beralih ke sektor lainnya. Bahkan terjadi peningkatan laju urbanisasi ke perkotaan  termasuk menjadi TKI/TKW legal maupun illegal ke negara lain. Ini terjadi karena kesempatan untuk bekerja mengharapkan sektor pertanian di desa tak menjanjikan hasil yang layak dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ditambah dengan semakin kencang nya arus alih fungsi lahan akibat investasi yang sudah kebablasan. Menurut banyak penelitian 50 sampai 100 ribu hektar alih fungsi lahan terjadi dan menggerus lahan-lahan pertanian produktif yang ada di desa-desa. Semakin menyempitnya lahan ini tentu akan semakin mempersempit ruang hidup bagi rumah tangga di pedesaan.
-          Tata ruang desa disusun dengan mengajak warga bermusyawarah menentukan ruang hidup yang ada di wilayah desa itu untuk kepentingan kehidupan mereka secara berkelanjutan, dengan menentukan struktur dan pola ruang sampai ke pemanfaatan detail ruang, termasuk untuk pengembangan infrastruktur dasar yang ada di desa saat ini dan akan datang.
-          Inisiatif untuk menyusun Tata ruang desa oleh kades bersama BPD dan warga masyarakat desa sangat dibutuhkan dan strategis dalam upaya membentengi dan melindungi kehidupan seluruh warga desa agar sumber daya alam yang ada memberikan manfaat bagi perbaikan hidup masyarakat dan tidak justru sebaliknya dikuasai oleh pihak lain secara berlebihan dan kebablasan, sementara rumah tangga desa terus bertambah sehingga kebutuhan mereka untuk memiliki ruang hidup (lahan) tentu semakin meningkat. Maka ancaman konflik-konflik tak dapat dibendung dan terus meningkat tiap tahun akibat keterdesakan ruang hidup yang semakin menyempit di desa-desa.
-          PP 43 telah menyebutkan terminologi Tata Ruang Desa dalam pasal 125, sebagai aset desa dalam menyusun rencana kawasan pedesaan (lebih dari satu desa)  
-          UU Desa sendiri telah memberi pengakuan terhadap kewenangan berdasarkan asal usul desa, sehingga ini menjadi fondasi dan dasar yang kuat bagi desa untuk mempertahankan ruang hidup bagi kepentingan rakyat desa, agar tidak selalu terjadi hegemoni dan penguasaan secara tak berkeadilan atas SDA yang ada di desa-desa.
-          Langkah menyusun Tata ruang desa oleh masing-masing desa perlu dilakukan secara massif dan fokus agar menjadi sarana dan alat untuk menjamin terjadinya keseimbangan dalam penguasaan dan pengelolaan SDA di Indonesia dan menimimalisir ruang konflik di masyarakat, termasuk konflik batas-batas wilayah desa akibat perebutan lahan antar warga dalam satu desa, antar desa, antar kecamatan bahkan antar kabupaten dan provinsi.
-          Setidaknya dengan memulai inisiatif menyusun Tata Ruang Desa berarti desa telah berupaya untuk menghindari konflik dan membentengi kepentingan masa depan warga desa untuk jangka panjang yang akan termuat pula dalam RPJMDesa. Melalui Perdes Tata Ruang Desa setidaknya berupaya mengendalikan sikap dan perilaku arogansi dari berbagai pihak melalui pemerintah supra desa.  
-          Mewujudkan Tata ruang desa-desa sama artinya desa turut berperan menata ulang (perubahan) di Indonesia atas penguasaan dan pengelolaan SDA yang lebih seimbang, berkeadilan dan berkelanjutan.
-          (lebih jelas tentang ini baca di Seri Menyiapkan Desa 4 “Merancang Tata Ruang Desa ; Kejar Keadilan dan Keseimbangan, halaman Opini PontianakPost 12 November 2014)
Ø  Isu / aspek Representasi Perempuan dalam Tata Kelola Desa
-      PARADIGMA DAN PEMAHAMAN AWAL TENTANG SANGAT PENTINGNYA UNSUR REPRESENTASI PEREMPUAN UNTUK LEBIH DILIBATKAN DAN MELIBATKAN DIRI DALAM AGENDA PEMBARUAN DESA – DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN IKUT MENENTUKAN ARAH KEBIJAKAN DESA – TERMASUK DALAM OPERASIONALISASI TEKNIS KERJA PEMBARUAN DESA (BAIK POSISI SEKRETARIAT, PERANGKAT DESA, BPD, PENGELOLA BUMDESA DAN TENAGA PENDAMPING DESA)
-      STRATEGI UNTUK MEMUNCULKAN TOKOH PEREMPUAN TERAMPIL DAN TERDIDIK DI DESA UNTUK MENJADI REPRESENTASI DI POSISI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) MINIMAL 30% DARI JUMLAH ANGGOTA BPD, AGAR PERLIBATAN PEREMPUAN DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN DAN KEPUTUSAN DI DESA MELALUI MUSYAWARAH DESA LEBIH TERJAMIN DAN PROPORSIONAL. 
-      UU DESA TELAH MENEGASKAN DALAM BERBAGAI KETENTUAN BAIK MENYANGKUT PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN HARUS MEMPERHATIKAN KEADILAN GENDER.        
-      REPRESENTASI PEREMPUAN DIBUTUHKAN UNTUK MENJAMIN PROGRAM-PROGRAM YANG MENYANGKUT KEPENTINGAN DASAR RUMAH TANGGA TERUTAMA  PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DAPAT TERAKOMODIR UNTUK MENJAMIN PERBAIKAN KUALITAS HIDUP RUMAH TANGGA DI DESA-DESA.
-      BILAMANA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DIJALANKAN DENGAN KESUNGGUHAN KOMITMEN DAN KONSISTEN TELAH TERBUKTI SECARA EMPIRIS SANGAT MEMPENGARUHI SECARA SIGNIFIKAN UPAYA PENGURANGAN KEMISKINAN DAN KETERPURUKAN RUMAH TANGGA DI DESA-DESA.
-      Perlu inisiatif terobosan oleh pemerintah desa-desa untuk melangkah menyusun perdes tentang porsi keanggotaan BPD dari keterwakilan perempuan (minimal 30%) untuk berlaku ke depan saat proses perekrutan dan penggantian anggota BPD untuk mempercepat perlibatan perempuan lebih maksimal ke depan.
-      UU Desa memang tidak ada menegaskan proporsi itu, namun sebetulnya telah membuka peluang itu yang diserahkan kepada kebijakan pemerintah desa melalui musyawarah desa – sepanjang tidak dilarang dan justru bermanfaat bagi perbaikan tata kelola desa yang partisipatif, terbuka, akuntabel dan demokratis tentu menjadi legitimasi yang bisa diatur sendiri sebagai wujud cerminan otonomi desa yang bertanggung jawab.  
-      (lebih jelas tentang ini baca di Seri Menyiapkan Desa – 5 “Perlibatan Perempuan dan Masa Depan Desa” halaman Opini PontianakPost tanggal 4 November 2014)
Ø  Isu / aspek Tata Kelola Kelembagaan Ekonomi Desa (Menuju ke arah pembentukan BUMDesa)

·         PEMAHAMAN PERSEPSI PERAN DAN PENTINGNYA KELEMBAGAAN BUMDES DIWUJUDKAN SEBAGAI PENGGERAK AKTIVITAS EKONOMI DI DESA LEBIH BERKEMBANG DAN MEMPERLUAS AKSES USAHA EKONOMI MIKRO DAN KECIL (USAHA RUMAH TANGGA) DI PEDESAAN.
·         CONTOH BEST PRACTICE PENGELOLAAN LEMBAGA KEUANGAN DAN LEMBAGA USAHA MIKRO DI DESA – MENCARI MODEL BUMDES SESUAI KEBUTUHAN DESA
·         MERANGSANG PARA SARJANA UNTUK MULAI MEREKAYASA SOSIAL DENGAN MEMPERKUAT PEMAHAMAN ELIT DAN WARGA DESA UNTUK PEMBENTUKAN DAN MENGELOLA BUMDES DI TEMPAT ASAL DESA NYA, SEKALIGUS MEMBERDAYAKAN GENERASI MUDA TERDIDIK ASAL DESA – (SARJANA KEMBALI KE DESA)
·         STRATEGI MEMULAI IDENTIFIKASI DAN VERIVIKASI TERHADAP USAHA-USAHA KELOMPOK YANG TELAH ADA (EXISTING) DI DESA DAN BERPOTENSI BERKEMBANG SEBAGAI EMBRIO AWAL UNTUK DIJADIKAN BAGIAN UNIT USAHA DARI BUMDESA YANG AKAN DIBENTUK > DARI MILIK KELOMPOK KECIL BERKEMBANG MENJADI MILIK SEMUA WARGA DESA > TANTANGAN DAN PELUANG MEMAKSIMALKAN POTENSI EKONOMI DI DESA .
(lebih jelas tentang ini baca Seri Menyiapkan Desa – 8 “BUMDesa dan Kemandirian Ekonomi Pedesaan, opini PontianakPost 6 Desember 2014)

SINERGISITAS STAKE HOLDER
·         Untuk mengoptimalkan berjalannya agenda perubahan atau pembaruan Desa maka kelima aspek isu ini harus bersinergi dan tak bisa berjalan sendiri-sendiri melainkan harus simultan (keroyokan), karena satu dan lain saling mempengaruhi signifikan hasil out put nya, jadi saling ketergantungan dan justru memperkuat ke arah yang sama untuk menyiapkan desa saat ini dan ke depan agar lebih berdaya , sekaligus mengawal berjalannya agenda pembaruan desa secara optimal.
·         Tiap aspek isu ini membutuhkan strategi pendekatan yang bisa menggerakkan kearah perubahan dan menghindari stagnasi (jalan di tempat) dan  juga butuh inisiatif-inisiatif dan gagasan yang kreatif dan inovatif serta menjadi solusi dari problem klasik yang selama ini menjadi hambatan dan kendala untuk memunculkan inisiatif dan partisipasi warga.
·         Dengan inisiatif dan gagasan itu akan memberikan percepatan menyiapkan desa dan fokusnya lagi hanya berputar-putar pada perdebatan pro kontra apakah desa sudah siap atau tidak siap menerima kewenangan berdasarkan UU Desa itu.
·         Banyak pandangan yang hanya melihat dari sisi formalitas dan rutinitas klasik saja, bahwa dengan adanya UU Desa berikut Peraturan-peraturan pelaksanaannya seolah-olah semua sudah selesai, beres dan bisa berjalan karena daerah bersama desa tinggal menjalankan dan mengikuti petunjuk saja sesuai ketentuan.
·         Kembali lagi belajar dari pengalaman empiris perjalanan otda ternyata dan faktanya masih sangat banyak sekali menemui kendala di tataran pengambilan kebijakan dan tataran teknis pelaksanaannya sehingga masih dirasakan pelayanan publik yang belum maksimal.
·         Problem aturan yang masih banyak menimbulkan penafsiran dengan cara pandang yang berbeda antar institusi dan celah-celah aturan hukum yang seringkali dan jamak mengakibatkan keragu-raguan bagi aparatur di daerah dalam menjalankan kebijakan anggaran sesuai kewenangan yang telah diberikan pada akhirnya banyak pula memunculkan kegamangan daerah untuk menyikapinya, sehingga bukan tidak ada kemajuan namun menjadi sangat lambat untuk mengejar tujuan ideal dari otda itu sendiri. Maka jangan salahkan ketika muncul berbagai opini dan tudingan seolah bahwa otda tidak mensejahterakan rakyat di daerah, bahayanya justru menjadi justifikasi menarik kembali kewenangan otda menjadi sentralistik seperti jaman orba dulu. Saat ini sudah mulai kelihatan dan nampak dari berbagai ketentuan di berbagai bidang yang kembali sentralistik.
·         Maka nasib era Otdes dalam perjalanannya ke depan jangan sampai terulang seperti otda.
·         Strategi dan pendekatan secara fokus dan komprehensif untuk menyiapkan desa dalam mengawal agenda pembaruan desa ini harus menjadi perhatian dan tanggung jawab semua pihak, terutama kalangan terdidik > mengapa ?
·         Desa tersebar luas dengan tantangan kondisi geografis dan infrastruktur yang masih minim, apalagi untuk daerah provinsi yang sangat luas seperti di Kalimantan. Jumlah desa yang sangat banyak dan tersebar sampai ke pelosok pesisir dan pedalaman tentu disadari menjadi tantangan yang sangat berat untuk mengawal implementasi agenda pembaruan desa.
·         Pro Kontra dan perdebatan terus menerus seputar kemampuan dan kompetensi aparatur desa dan masyarakat desa tak perlu menjadi penghalang dan membuat banyak pihak hanya berdiam diri dan terkesan membiarkan semua berjalan apa adanya saja tanpa bergerak berupaya melakukan langkah-langkah konkrit yang menerobos kebuntuan itu.
·         Internal birokrasi sendiri masih perlu penguatan pemahaman dan kesamaan persepsi terhadap agenda pembaruan desa agar tidak banyak terjadi stagnasi nantinya, sehingga akan bisa menimbulkan kondisi yang tidak kondusif dalam demokrasi lokal di daerah dan desa-desa yang secara langsung berdampak pada lambannya proses pembangunan di desa-desa.  Terutama antara organisasi dalam pemkab sendiri : misalnya SKPD Badan Pemdes, SKPD Keuangan / DPPKAD, SKPD Inspektorat, Sekretariat Daerah (bagian hukum dan pemerintahan), Camat, dll.
·         Kinerja pemkab akan sangat berpengaruh pada kelancaran proses implementasi agenda pembaruan desa itu sendiri, maka yang perlu disiapkan sebenarnya tak hanya pemerintah desa saja, pemerintah daerah pun perlu dipersiapkan agar tidak gamang dan menjadi kendala ketika implementasi UU Desa mulai berjalan. Sebab selama ini seolah tudingan hanya tertuju kepada pemerintah desa yang dikatakan aparaturnya tidak siap dan tidak mempunyai kemampuan mengelola kewenangan yang diberikan. Jangan sampai kelak yang terjadi pemerintah desa sudah berupaya keras menyiapkan diri (dengan meningkatkan kapasitas melalui pelatihan dsb) sebaliknya justru pemerintah daerah nya yang belum mempunyai kesamaan persepsi sehingga birokrasi pemkab yang justru turut menghambat upaya percepatan mengejar kemandirian desa.
·         Untuk memastikan implementasi UU Desa dapat berjalan optimal, mengingat hanya tinggal hitungan 2 minggu ke depan memasuki tahun 2015, dan APBDesa sebenarnya secara ideal sudah harus masuk akhir tahun ini, maka beberapa kesiapan yang mendesak harus segera disiapkan oleh pemkab  :
-      Penyusunan Peraturan Bupati tentang identifikasi dan inventarisasi kewenangan desa berdasarkan asal usul dan kewenangan berskala lokal desa. Tanpa perbup ini akan menjadi kendala dalam menentukan perencanaan dalam RPJMDesa dan RKP Desa yang kemudian termuat dalam APBDesa.
-      (lebih lanjut tentang ini baca Seri Menyiapkan Desa – 1 “Agendakan Penyusunan Daftar Kewenangan Desa”, opini PontianakPost. 14 Oktober 2014)
-      Peraturan Bupati tentang Musrenbang Desa
-      Peraturan Bupati tentang Penetapan ADD (mutlak sesuai UU Desa)
-      Peraturan Bupati tentang Penetapan alokasi BHP/BHR Desa
-      Peraturan Bupati tentang Penetapan alokasi Anggaran Dana Alokasi Desa (sesuai  peraturan menteri)
-      Peraturan Bupati tentang Tata Cara dan Mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa di Desa. Ini dibutuhkan sebagai payung hukum pelaksanaan dan realisasi program kegiatan APBDesa.
-      Peraturan Bupati tentang Tata Cara dan Mekanisme Penyaluran Dana Alokasi Desa (APBN), Alokasi Dana Desa (APBD), Dana BHP/BHR Desa
Semua peraturan bupati di atas kelak harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Desa dengan menyusun ke dalam Peraturan Desa oleh BPD bersama Kades.
·         Sangat dibutuhkan adanya proses menyiapkan tenaga pendamping desa yang professional dan memiliki kompetensi ketrampilan teknis pemberdayaan masyarakat dan tata kelola pemerintahan desa secara komprehensif (terkait konteks dengan 5 isu/aspek diatas) yang berfungsi setidaknya sebagai advisor.
·         Tenaga pendamping desa telah diatur dan diakomodir dalam ketentuan PP 43 dan PP 60, sehingga ke depan akan ada pelembagaan dan pengaturan baik menyangkut fasilitas, standar kompetensi, kualifikasi dan sertifikasi tenaga pendamping agar professional melakukan pendampingan secara maksimal, efektif dan berkelanjutan.
·         Kalangan terdidik setidaknya sarjana baik D-3 dan S-1 lulusan dari perguruan tinggi tentunya akan lebih baik untuk disiapkan menjadi tenaga pendamping desa ini.
·         Mengingat jumlah desa dan sebaran nya yang sangat banyak dan luas, seluruh ada 73 ribu desa seluruh Indonesia, sementara kita melihat yang telah fokus menjalankan pendampingan desa selama ini dari fasilitator pendamping PNPM namun jumlahnya se Indonesia hanya sekitar 12 ribu maka baru 15 % nya tenaga pendamping desa yang lebih siap karena pengalaman  menjalankan program PNPM selama ini.        
·         Tantangan kita sekarang ini bagaimana segera mempercepat menyiapkan tenaga-tenaga SDM pendamping desa profesional, apalagi di kalbar ini.
(lebih jelas tentang ini baca Seri Menyiapkan Desa – 4 “Proaktif Desain Program Pendampingan Desa” opini PontianakPost, 28 Oktober 2014)
·         justru diberdayakan dan diperankan lebih maksimal ke depan dengan menjadi tenaga pendamping desa sekaligus melatih diri belajar mengorganisasikan masyarakat. Lulusan perguruan tinggi berperan mengabdi di desa-desa, sehingga memberi nilai tambah bagi percepatan perbaikan desa, terutama pergeseran mindset (pola pikir) elit-elit dan warga desa > apalagi dihadapkan tantangan degradasi moral yang semakin parah merebak luas merengsek sampai ke desa-desa pelosok dan mengancam tercerabutnya jati diri dan peradaban komunal menjadi individualis.   
·         Perguruan Tinggi dalam hal ini tentu merasa tertantang dan bertanggung jawab secara moril dan intelektual dengan kondisi ini, tentu selain  memproduksi sarjana namun bagaimana keluaran sarjana itu memang sudah siap memiliki kompetensi cukup melakukan pendampingan di desa-desa ke depan, dengan ketrampilan dan fokus pemahaman tata kelola desa, karena ini telah menjadi tuntutan di era otonomi desa.
·         Perguruan Tinggi perlu menyikapi dan merespon secara cepat tuntutan ini, sebagai pusat unggulan perlu menyiapkan segera rancang bangun yang tepat dan efektif untuk membuat para lulusan sarjana nya memiliki kompetensi cukup untuk itu.
·         Sudah mendesak dibutuhkan terbentuknya Pusat Kajian dan Studi Pedesaan di tiap perguruan tinggi negeri maupun swasta. Agar menjadi arah dan pemahaman fokus yang akan membekali para mahasiswa nya ketika lulus menjadi sarjana kelak. Terjadi sinergisitas semua unsur civitas antar disiplin ilmu di perguruan tinggi dan menjadi sentra (magnet) diskusi dan kajian terkait isu-isu dengan segala dinamika dalam peran mengawal perjalanan otonomi desa ke depan.
·         Peran perguruan tinggi sangat signifikan dibutuhkan dalam implementasi UU Desa karena telah ditegaskan dalam berbagai ketentuan UU maupun PP banyak agenda pembaruan desa baik dalam penataan desa maupun dalam tata kelola pemerintahan desa menyangkut perencanaan, pelaksanaan pembangunan, penatausahaan, pengawasan dan pertanggungjawaban dari berbagai kebijakan yang mutlak dibutuhkan kajian-kajian akademis sebagai persyaratannya agar tepat sasaran sesuai kebutuhan dan kondisi faktual.
·         Apalagi pemerintah daerah sangat butuh peran perguruan tinggi dalam melakukan kajian akademis untuk penyusunan kebijakan yang dibuat baik sebagai pelaksanaan dari UU dan PP maupun sebagai langkah inisiatif dan gagasan terobosan untuk mengejar percepatan kemandirian desa-desa di daerahnya. Contoh dalam menyiapkan produk hukum peraturan daerah dan peraturan bupati terkait  implementasi UU Desa saat ini dan akan datang sesuai dinamika kebutuhan.       

Ø   PENUTUP
·         Langkah dan strategi awal dari agenda pembaruan desa secara taktis dan implementatif dimulai dengan segera menyiapkan perubahan atau revisi dari RPJMDesa sebagai dokumen pijakan selama tiap periode pemerintahan desa > disesuaikan dengan semangat dan prinsip-prinsip dalam UU Desa > dilakukan benar-benar melalui Musyawarah Desa yang melibatkan representasi masyarakat secara berkeadilan dan terbuka > sekaligus upaya memberikan pemahaman awal dan menanamkan kesamaaan persepsi cara pandang dari warga desa secara lebih luas > demokrasi lokal agar berjalan sehat dan kondusif.
(lebih jelas tentang ini baca Seri Menyiapkan Desa – 2 “Revisi RPJM Desa-Desa” Pontianak Post 15 Oktober 2014)
·         Implementasi UU Desa ini sebetulnya tidak hanya menuntut kesiapan dari pemerintah desa (aparatur desa), namun juga sangat penting justru kesiapan aparat pemerintah supra desa terutama pemkab-pemkab agar memiliki kesamaan persepsi dan kinerja lebih maksimal agar proses berjalannya agenda pembaruan desa itu sendiri menghasilkan ketepatan dan tidak lambat bahkan muncul stagnasi nantinya. Kebiasaan ego sektoral sebagai penyakit klasik birokrasi di daerah harus bisa dikurangi untuk meminimalisir kendala bagi desa untuk mengejar percepatan pelayanan publik dan perbaikan kualitas hidup warganya.
·         Pendapat, anggapan, opini dan stigma yang terus menerus berkelindan mempertanyakan dan menyangsikan kemampuan desa mengelola kewenangan (bahkan terkesan terlalu menteror dan menakut-nakuti) bukanlah jalan langkah yang bijak, pertanyaan sebenarnya bukan ‘apakah aparatur dan rakyat desa sudah benar-benar siap dan mampu mengelola kewenangan berdasarkan UU Desa itu? > hanya memunculkan peluang banyak yang akan menjadi aktor ‘pemain’ tanpa nilai tambah produktif bagi desa dan masyarakatnya, sejatinya mestinya pertanyaan itu dibalik ke semua pihak sebagai stakeholder baik pemerintah supra desa (tanggung jawab supervisi dan pembinaan) maupun semua kelompok masyarakat sipil kaum terdidik (terutama perguruan tinggi) : ‘apakah semua pihak sudah bergerak dan berbuat untuk menyiapkan desa-desa atau apakah desa-desa (aparatur dan masyarakatnya) sudah sungguh-sungguh kita persiapkan untuk mengelola kewenangan dalam otdes ini ?
·         Pendampingan desa menjadi kebutuhan mutlak yang tak bisa ditawar, sehingga pemerintah dan masyarakat desa bisa menjalankan sambil terus melatih dan memperkuat kompetensi nya dalam mengelola pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat (learning by doing).
·         Peran generasi muda terdidik (sarjana) sangat dibutuhkan untuk memiliki  kemampuan kompetensi dan ketrampilan menjadi tenaga pendamping desa secara profesional ke depan, sekaligus menjadi peluang untuk memperkecil pengangguran terdidik dan memanfaatkan/memberdayakan potensi SDM desa yang terdidik untuk peluang mengabdikan diri ke asal desa nya. Maka perguruan tinggi dituntut untuk segara merespon agenda pembaruan desa ini dengan mulai merekayasa pelembagaan Pusat Studi Pedesaan karena sebagai pusat kajian unggulan dan pihak yang memproduksi sarjana bisa lebih fokus memberi peran dan eksistensinya > Tri Dharma Perguruan Tinggi . Program KKN juga perlu dilakukan review dalam reorientasi pendekatan  agar langsung dirasakan membawa dampak lebih besar dan konkrit bagi penguatan kapasitas dan kecakapan mahasiswa/i terhadap problem tata kelola desa minimal punya pemahaman awal terhadap prinsip-prinsip dasarnya sekaligus injeksi motivasi, perlu orientasi pembekalan dan pelatihan singkat namun efektif terkait tata kelola desa sebelum diterjunkan ke desa-desa, agar eksistensi peserta KKN juga turut dirasakan berkontribusi langsung bagi percepatan perbaikan pengelolaan desa oleh aparatur dan seluruh stake holder di desa-desa. 
·         Indonesia dihadapkan dengan tantangan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada akhir 2015 nanti, tentu memburuhkan kerja keras semua pihak (terutama pemerintah dan kalangan terdidik) agar kualitas SDM  yang  ada di pedesaan lebih produktif dan berdaya saing sehingga Indonesia tak hanya jadi pasar bagi produk negara tetangga yang leluasa bebas masuk sampai ke pelosok desa, maka dibutuhkan kerja-kerja dengan kesiapan peta jalan (road map) pemberdayaan desa secara sistematis, fokus dan massif untuk mengantisipasinya.
·         Peluang Indonesia yang sedang dan akan menghadapi kondisi Bonus Demografi dimana penduduk usia produktif angkatan kerja (15-64) mendominasi hingga 60 – 70 % harus segera disikapi/direspon dengan upaya menyiapkan sumber daya manusia lebih berkualitas dan produktif (kompetensi, ketrampilan, kecakapan, berintegritas) dari sejak sekarang agar kondisi evolusi penduduk ini mampu dikelola menjadi berkah dan lompatan besar bagi perbaikan kualitas hidup rakyat luas mengejar kemandirian desa-desa, daerah dan bangsa, jangan sampai  sebaliknya justru menjadi beban bahkan bencana bagi bangsa karena pelemahan (ketidakberdayaan) akibat tak dipersiapkan dan dikelola dengan sungguh-sungguh dan konsisten.   
·         Mengawal agenda pembaruan desa tak bisa dan tak cukup sepotong-sepotong hanya bersifat parsial, harus terbangun kesamaan persepsi dan kesadaran kolektif  semua stakeholder untuk bergerak secara fokus, massif (keroyokan) dan komprehensif dengan mensinergikan berbagai aspek dan isu mendasar (minimal 5 aspek diatas) yang menjadi sumber persoalan dan mencarikan formulasi dan strategi yang tepat dan efektif >  Terutama kaum terdidik sebagai tanggung jawab moril dan intelektual meskipun secara konstitusional itu menjadi tanggung jawab pemerintah supra desa (pusat dan daerah)
·         Mengawal berjalannya agenda pembaruan desa sebuah keniscayaan karena sama artinya dengan mengambil kesempatan dan peluang untuk melakukan gerakan perubahan mendasar dalam mengejar keseimbangan dan rasa keadilan bagi rakyat luas untuk bisa hidup lebih layak dan berkualitas > bahasa lainnya peluang untuk Menata (ulang) Indonesia dari Desa-desa > menata kabupaten > provinsi > Indonesia.



         TERIMA KASIH, SELAMAT BERJUANG
“Menjadi baik saja tak lah cukup,
butuh kemauan dan kepedulian lebih besar
ntuk bergerak dan terus menggerakkan..”

“Ayo..Saatnya Berlari lebih Kencang,
Berproses lebih Cepat, Bertindak lebih Nyata.!
Mandiri desa-desa mandiri pula Indonesia,
sukses desa-desa sukseslah Indonesia..
                                                                        By : 169

»»  Baca Selengkapnya...