Senin, 19 September 2011

Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif


Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif

Untuk membantu rekan rekan mahasiswa S2 dan S3 yang sedang mempersiapkan Tesis dan Disertasi sering dihadapkan sulitnya dalam menentukan metode penelitian dalam ilmu hukum dengan multi pendekatan, maka ada baiknuya jika mencona menggunakan Triangulasi, berikut ini dipaparkan Triangulasi dalam penelitian kualitatif yang penulis referensi dari tulisan Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si Diunduh Friday, 15 October 2010. 01:46 (http://mudjiarahardjo.com)

              Salah satu pertanyaan penting dan sering muncul dari para peneliti dan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian adalah masalah triangulasi. Banyak yang masih belum memahami  makna dan  tujuan tiangulasi dalam penelitian, khususnya penelitian kualitatif. Karena kurangnya pemahaman itu, sering kali muncul persoalan tidak saja antara mahasiswa dan dosen dalam proses pembimbingan, tetapi juga antar dosen pada saat menguji skripsi, tesis, dan  disertasi.  Hal ini tidak akan terjadi jika masing-masing memiliki pemahaman yang cukup mengenai triangulasi. Umumnya pertanyaan berkisar apakah triangulasi perlu dalam penelitian dan jika perlu, bagaimana melakukannya. Berikut uraian ringkasnya yang disari dari berbagai sumber dan pengalaman penulis selama ini.
              Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan  dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal.  Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak  mungkin bias  yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data.
             Sebagaimana diketahui dalam penelitian kualitatif peneliti itu sendiri  merupakan instrumen utamanya. Karena itu, kualitas penelitian kualitatif sangat tergantung pada kualitas diri penelitinya, termasuk pengalamannya melakukan penelitian merupakan sesuatu yang sangat berharga. Semakin banyak pengalaman seseorang dalam melakukan penelitian, semakin peka memahami gejala atau fenomena yang diteliti. Namun demikian, sebagai manusia, seorang peneliti sulit terhindar dari bias atau subjektivitas. Karena itu, tugas peneliti mengurangi semaksimal mungkin bias yang terjadi agar diperoleh kebenaran utuh. Pada titik ini para penganut kaum positivis meragukan tingkat ke’ilmiah’an  penelitan kualitatif. Malah ada yang secara  ekstrim menganggap penelitian kualitatif tidak ilmiah.
             Sejarahnya, triangulasi merupakan teknik yang dipakai untuk melakukan survei dari tanah daratan dan laut untuk menentukan  satu titik tertentu  dengan menggunakan beberapa cara yang berbeda. Ternyata teknik semacam ini terbukti mampu mengurangi bias dan kekurangan yang diakibatkan oleh pengukuran dengan satu metode atau cara saja. Pada masa 1950’an hingga 1960’an, metode tringulasi tersebut mulai dipakai  dalam penelitian kualitatif sebagai cara untuk meningkatkan pengukuran validitas dan memperkuat kredibilitas temuan penelitian dengan cara membandingkannya dengan  berbagai pendekatan yang berbeda.
            Karena menggunakan terminologi dan cara yang mirip dengan model paradigma positivistik (kuantitatif), seperti pengukuran dan validitas, triangulasi mengundang perdebatan cukup panjang di antara para ahli penelitian kualitatif sendiri. Alasannya, selain mirip dengan cara dan metode penelitian kuantitatif, metode yang berbeda-beda memang dapat dipakai untuk mengukur aspek-aspek yang berbeda, tetapi toh juga akan menghasilkan data yang berbeda-beda pula. Kendati terjadi perdebatan sengit, tetapi seiring dengan perjalanan waktu, metode triangulasi semakin lazim dipakai dalam penelitian kualitatif karena terbukti mampu mengurangi bias dan meningkatkan kredibilitas penelitian.
              Dalam berbagai karyanya,  Norman K. Denkin  mendefinisikan triangulasi sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Sampai saat ini, konsep Denkin ini dipakai oleh para peneliti kualitatif di berbagai bidang. Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu: (1)  triangulasi metode, (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori. Berikut penjelasannya.
1. Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data  dengan cara yang berdeda. Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode wawancara bebas dan wawancara terstruktur. Atau, peneliti menggunakan wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Melalui berbagai perspektif atau pandangan diharapkan diperoleh hasil yang mendekati kebenaran. Karena itu, triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian diragukan kebenarannya. Dengan demikian, jika data itu sudah jelas, misalnya berupa teks atau naskah/transkrip film, novel dan sejenisnya, triangulasi tidak perlu dilakukan. Namun demikian, triangulasi aspek lainnya tetap dilakukan.
2. Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini diakui memperkaya khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi perlu diperhatikan bahwa orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki pengalaman penelitian dan  bebas dari konflik kepentingan agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi.
3. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan  pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara  itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal.
4. Terakhir adalah triangulasi teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau thesis statement.  Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang televan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu  menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah diperoleh. Diakui tahap ini paling sulit sebab peneliti dituntut memiliki expert judgement ketika membandingkan temuannya dengan perspektif tertentu, lebih-lebih jika  perbandingannya  menunjukkan hasil yang jauh berbeda.
Mengakhiri tulisan ini, saya ingin menyatakan bahwa triangulasi menjadi sangat penting dalam penelitian kualitatif, kendati pasti menambah waktu dan beaya seta tenaga. Tetapi harus diakui bahwa triangulasi dapat meningkatkan kedalaman pemahaman peneliti baik mengenai fenomena yang diteliti maupun konteks di mana fenomena itu muncul. Bagaimana pun, pemahaman yang mendalam (deep understanding) atas fenomena yang diteliti  merupakan nilai yang harus diperjuangkan oleh setiap peneliti kualitatif. Sebab, penelitian kualitatif lahir untuk menangkap arti (meaning) atau memahami gejala, peristiwa, fakta, kejadian, realitas atau masalah tertentu mengenai peristiwa sosial dan kemanusiaan dengan kompleksitasnya secara mendalam, dan bukan untuk  menjelaskan (to explain) hubungan antar-variabel atau membuktikan hubungan sebab akibat atau korelasi dari suatu masalah tertentu. Kedalaman pemahaman akan diperoleh hanya jika data cukup kaya, dan berbagai perspektif digunakan untuk memotret sesuatu fokus masalah secara komprehensif. Karena itu, memahami dan menjelaskan jelas merupakan dua wilayah yang jauh berbeda. Selamat mencoba!

Penelitian diartikan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk mencapai,tujuan-tujuan tertentu. Pengumpulan dan analisis data yang dimaksud adalah denganmenggunakan metode-metode ilmiah, baikyang bersifat kuantatif maupun kualitatif,eksperimental atau noneksperimental,interaktif atau noninteraktif, tergantung tujuanpenelitian dan hasil yang ingin diketahuisehingga berpengaruh pula pada paradigmayang menyelimutinya. Metode-metode tersebut
telah dikembangkan secara intensif, melaluiberbagai uji coba sehingga memiliki proseduryang bakuberdasarkan karakteristiknya.Penelitian merupakan upaya untukmengembangkan pengetahuan, sertamengembangkan dan menguji teori. Mc Millandan Schumacer mengutip pendapat Walberg(1986), ada lima langkah pengembanganpengetahuan melalui penelitian, yaitu: (1)mengidentifikasi masalah penelitian, (2)melakukan studi empiris, (3) melakukanreplika atau pengulangan, (4) menyatukan(sintesis) dan mereview, (5) menggunakan danmengevaluasi oleh pelaksana. Melalui tahapanitu akan didapatkan jawaban yang menjaditujuan penelitian melalui cara-cara ilmiah yangdituntun oleh logika, sehingga hasil yangdiperolehpun dapat diterima secara ilmiah danlogis (masuk akal). Disebut sebagai cara ilmiah
karena kegiatannya dilandasi oleh metodekeilmuan. Sedangkan proses yangdilakukannya adalah (1) Sistematis: langkahlangkahtertentu secara urut/runtut, (2) Logis:menggunakan logika berfikir yang objektif,dan (3) Empiris: berdasarkan kenyataan(obyeknya nyata/objektif).Sebagaimana dijelaskan diatas bahwauntuk mengungkap beberapa masalah danfenomena kehidupan, manusia melakukanberbagai penelitian sesuai dengan bidang dan minat yang digelutinya, hal ini terjadi karenakeluasan bidang ilmu pengetahuan yangdimiliki manusia, sehingga melahirkan pulaberagam jenis penelitian, karena setiap bidangpengetahuan memiliki karakteristik tersendiridisertai dengan kekuatan dan kelebihan yangselanjutnya menjadi batas antar bidang ilmu.
Batas tersebut bisa saja merupakan batas yangjelas atau merupakan batas yang samar-samar,sehingga sulit ditentukan dengan tepat.Keberagaman jenis penelitian tersebutmelahirkan pula apa yang dikenal sebagairagam penelitian. Ragam penelitian ini lahirsebagai sebuah pendekatan penelitian yangdapat dianalogikan sebagai pisau pemotongyang dipergunakan untuk memotong bahansesuai dengan karakteristiknya, misalnya kitakenal pisau pemotong daging, pengupas buahatau pemotong kue yang memiliki keragamansesuai kegunaannya. Jika penggunaannyadipertukar pakaikan maka akan diperoleh hasilyang tidak memuaskan bahkan bisa melukaipemakainya. Demikian pula dalam ragampenelitian, diperlukan penguasaan yang tepatterhadap berbagai ragam penelitian tersebut,agar diketahui penggunaannya dengan benar.
Salah satu kebutuhan dalam penelitianadalah kebutuhan terhadap data yang menjadisumber analisis dan kemudian dijadikansumber untuk penarikan kesimpulan hasilpenelitian. Kebenaran terhadap data sangat
diperlukan, tidak hanya cara memperoleh data namun yang penting juga pada kebenaran data,dalam arti data tersebut benar-benar merupakan data yang diperlukan dalampenelitian dan terlebih lagi data tersebut sesuaidengan kenyataan yang dalam bahasapenelitian dikenal sebagai validitas data.
Mengenali data yang valid sangatdiperlukan oleh seorang peneliti, agar ia bisamelakukan penarikan kesimpulan dan menyajikan hasil penelitian yang tepat.
Berbagai cara dapat ditempuh untukmenentukan validitas data tergantung pula pada ragam penelitian yang digunakan. Setiap ragam penelitian memiliki metode tersendiri untuk melakukan pengujian validitas data.
Dalam salah satu metode untuk mengetahuivaliditas data dapat dilakukan dengan menggunakatriangulasi. Untuk keperluantersebut pembahasan kali ini dilakukan.

TRIANGULASI
Triangulasi adalah suatu pendekatananalisa data yang mensintesa data dari berbagai sumber. Menurut Institute of Golbal Tech yang tersedia secara online pada http://www.igh.org/triangulation/ diunduh pada
tanggal 29 Mei 2008, menjelaskan bahwa Triangulasi mencari dengan cepat pengujian data yang sudah ada dalam memperkuat tafsir dan meningkatkan kebijakan serta program yang berbasis pada bukti yang telah tersedia.
Dengan cara menguji informasi dengan mengumpulkan data melalui metoda berbeda,oleh kelompok berbeda dan dalam populasi berbeda, penemuan mungkin memperlihatkan bukti penetapan lintas data, mengurangi dampaknya dari penyimpangan potensial yang bisa terjadi dalam satu penelitian tunggal.
Triangulasi menyatukan informasi dari penelitian kuantitatif dan kualitatif, menyertakan pencegahan dan kepedulianm memprogram data, dan membuat penggunaan pertimbangan pakar.
Triangulasi bias menjawab pertanyaan terhadap kelompok resiko, efektivitas, kebijakan dan perencanaan
anggaran, dan status epidemik dalam suatu lingkungan berubah. Metodologi Triangulasimenyediakan satu perangkat kuat ketika satu respon cepat diperlukan, atau ketika data adauntuk menjawab satu pertanyaan spesifik.
Triangulasi mungkin digunakan ketika koleksi data baru tidak mungkin untuk hemat biaya.
Triangulasi menurut Susan Stainbackdalam Sugiyono (2007:330) merupakan “theaim is not to determinate the truth about same social phenomenon, rather than the purpose oftriangulation is to increase one’sunderstanding of what ever is beinginvestigated.” . Dengan demikian triangulasibukan bertujuan mencari kebenaran, tapi meningkatkan pemahaman peneliti terhadap data dan fakta yang dimilikinya.
Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. Dimana dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng, 2004:330)
Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda (Nasution, 2003:115) yaitu wawancara, observasi dan dokumen. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data. Menurut Nasution, selain itu triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki validitas tafsiran peneliti terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif.
Denzin (dalam Moloeng, 2004), membedakan empat macam triangulasi diantaranya dengan memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Pada penelitian ini, dari keempat macam triangulasi tersebut, peneliti hanya menggunakan teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan sumber.
Triangulasi dengan sumber artinya membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton,1987:331). Adapun untuk mencapai kepercayaan itu, maka ditempuh langkah sebagai berikut :
  1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara
  2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
  3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
  4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan masyarakat dari berbagai kelas.
  5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Triangulation is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of the data according to the convergence of multiple data sources or multiple data collection procedures (Wiliam Wiersma,1986). Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan triangulasi waktu.
Penjelasan Triangulasi diatas sebagai berikut :
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sebagai contoh, untuk menguji kredibilitas data tentang gaya kepemimpinan seseorang, maka pengumpulan dan pengujian adata yang telah diperoleh dilakukan ke bawahan yang dipimpin, ke atasan yang menugasi, dan ke teman kerja yang merupakan kelompok kerjasama. Data dari ketiga sumber tersebut, tidak bisa dirata-ratakan seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, mana pandangan yang berbeda, dan mana spesifik dari tiga sumber data tersebut. Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan dengan tiga sumber data tersebut.
2. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data yang diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau kuesioner. Bila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain. Atau mungkin semua benar, karena sudut pandangnya berbeda-beda.
3. Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara dipagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, sehingga akan memberikan data yang lebih valid dan lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya.
Triangulasi juga dapat dilakukan dengan cara mengecek hasil penelitian, dari peneliti lain yang diberi tugas melakukan pengumpulan data.
A. DESAIN PENELITIAN KUALITATIF
Karena paradigma, proses, metode, dan tujuannya berbeda, penelitian kualitatif memiliki model desain yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Tidak ada pola baku tentang format desain penelitian kualitatif, sebab; (1) instrumen utama penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri, sehingga masing-masing orang bisa memiliki model desain sendiri sesuai seleranya, (2) proses penelitian kualitatif bersifat siklus, sehingga sulit untuk dirumuskan format yang baku, dan (3) umumnya penelitian kualitatif berangkat dari kasus atau fenomena tertentu, sehingga sulit untuk dirumuskan format desain yang baku.
Namun demikian, dari pengalaman beberapa kali melakukan penelitian kualitatif format berikut, penulis menggunakan format berikut untuk dipakai sebagai contoh yang bisa dikembangkan lebih lanjut.
  1. PENDAHULUAN
  2. Tema Penelitian
  3. Konteks  Penelitian
  4. Fokus Penelitian
  5. Tujuan Penelitian
  6. Tinjauan Pustaka
METODE PENELITIAN
  1. Objek dan Informan Penelitian
  2. Metode Perolehan dan Pengumpulan Data
  3. Metode Pengecekan  Keabsahan Data
  4. Metode Analisis Data
  5. Diskusi Hasil Penelitian
  6. Laporan Penelitian
B. CONTOH PROSES PENELITIAN KUALITATIF
Proses penelitian disajikan menurut tahap-tahapnya, yaitu: (1) Tahap Pra-lapangan, (2) Tahap Kegiatan Lapangan, dan (3) Tahap Pasca-lapangan.
1. Tahap Pra-lapangan
Beberapa kegiatan dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan. Masing-masing adalah: (1) Penyusunan rancangan awal penelitian, (2) Pengurusan ijin penelitian, (3) Penjajakan lapangan dan penyempurnaan rancangan penelitian,(4) Pemilihan dan interaksi dengan subjek dan informan, dan (5) Penyiapan piranti pembantu untuk kegiatan lapangan.
Perlu dikemukakan, peneliti menaruh minat dan kepedulian terhadap gejala menglaju dan akibat-akibat sosialnya. Pengamatan sepintas sudah dilakukan jauh sebelum rancangan penelitian disusun dan diajukan sebagai topik penelitian.
Berbekal pengamatan awal dan telaah pustaka, peneliti mengajukan usulan penelitian tentang mobilitas penduduk dan perubahan di pedesaan. Usulan yang diajukan dan diseminarkan dengan mengundang teman sejawat dan pakar.
Karena berpendekatan kualitatif, usulan penelitian itu dipandang bersifat sementara (tentative). Karena itu peluang seminar digunakan untuk menangkap kritik dan masukan, baik terhadap topik maupun metode penelitian. Berdasarkan kritik dan masukan tersebut, peneliti membenahi rancangan penelitiannya dan melakukan penjajakan lapangan.
Penjajakan lapangan dilakukan dengan tiga teknik secara simultan dan lentur, yaitu (a) pengamatan; peneliti mengamati secara langsung tentang gejala- gejala umum permasalahan, misalnya arus menglaju pada pagi dan sore hari, (b) wawancara; secara aksidental peneliti mewawancari beberapa informan dan tokoh masyarakat, (c) telaah dokumen; peneliti memilih dan merekam data dokumen yang relevan, baik yang menyangkut Bandulan maupun Kotamadya Dati II Malang.
Perumusan masalah dan pemilihan metode penelitian yang lebih tepat dilakukan lagi berdasarkan penjajakan lapangan (grand tour observation). Sepanjang kegiatan lapangan, ternyata pusat perhatian dan teknik-teknik terus mengalami penajaman dan penyesuaian.
Dalam ungkapan Lincoln dan Guba (1985: 208), kecenderungan rancangan penelitian yang terus-menerus mengalami penyesuaian berdasarkan interaksi antara peneliti dengan konteks ini disebut rancangan membaharu (emergent design).
Berdasarkan penjajakan lapangan, peneliti menetapkan tema pokok penelitian ini, yaitu: perubahan sosial di mintakat penglaju (commuters' zone). Pusat perhatian diberika pada peran penglaju dalam perubahan sosial di Bandulan, Kecamatan Sukun, Kotamadya Malang.
Secara rinci pusat perhatian ini mencakup beberapa pertanyaan sebagaimana diajukan dalam bab pendahuluan, yaitu: (1) Faktor apa saja, baik dari dalam diri, dari dalam desa, maupun dari luar desa, yang mendorong perilaku menglaju pada sebagian penduduk Bandulan? Apakah makna menglaju sebagaimana dihayati oleh mereka?, (2) Bagaimanakah ragam gaya hidup, pola interaksi sosial, solidaritas dan peran sosial masing-masing kategori empiris penduduk dalam perubahan sosial di Bandulan?, dan (3) Akibat-akibat sosial apa saja yang terjadi karena banyaknya penduduk yang menglaju ke luar Bandulan, baik pada sistem nilai dan kepercayaan, pranata sosial dan ekonomi, dan pola pelapisan sosial sebagaimana dirasakan oleh masyarakat setempat?
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Sepanjang pelaksanaan penelitian, ternyata penyempurnaan tidak hanya menyangkut pusat perhatian penelitian, melainkan juga pada metode penelitiannya. Bogdan dan Taylor (1975:126) memang menegaskan agar para peneliti sosial mendidik (educate) dirinya sendiri. "To be educated is to learn to create a new. We must constantly create new methods and new approaches".
Konsep sampel dalam penelitian ini berkaitan dengan bagaimana memilih informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi mantap dan terpercaya mengenai unsur-unsur pusat perhatian penelitian.
Pemilihan informan mengikuti pola bola salju (snow ball sampling). Bila pengenalan dan interaksi sosial dengan responden berhasil maka ditanyakan kepada orang tersebut siapa-siapa lagi yang dikenal atau disebut secara tidak langsung olehnya.
Dalam menentukan jumlah dan waktu berinteraksi dengan sumber data, peneliti menggunakan konsep sampling yang dianjurkan oleh Lincoln dan Guba (1985), yaitu maximum variation sampling to document unique variations. Peneliti akan menghentikan pengumpulan data apabila dari sumber data sudah tidak ditemukan lagi ragam baru. Dengan konsep ini, jumlah sumber data bukan merupakan kepedulian utama, melainkan ketuntasan perolehan informasi dengan keragaman yang ada.
Tidak semua penduduk bisa memberikan data yang diperlukan. Karena itu, hanya 25 orang sumber data yang diwawancarai secara mendalam. Masing-masing adalah 14 orang penduduk asli penglaju, 6 orang penduduk asli bukan penglaju, dan 5 orang penduduk pendatang penglaju.
Karena data utama penelitian ini diperoleh berdasarkan interaksi dengan responden dalam latar alamiah, maka beberapa perlengkapan dipersiapkan hanya untuk memudahkan, misalnya : (1) tustel, (2) tape recorder, dan (3) alat tulis termasuk lembar catatan lapangan. Perlengkapan ini digunakan apabila tidak mengganggu kewajaran interaksi sosial.
Pengamatan dilakukan dalam suasana alamiah yang wajar. Pada tahap awal, pengamatan lebih bersifat tersamar. Teknik ini seringkali memaksa peneliti melakukan penyamaran. Misalnya: untuk mengamati aspek-aspek yang berhubungan dengan perilaku dan gaya hidup, peneliti beranjang-sana di rumah informan. Sambil berbincang-bincang, peneliti mencermati cara berbicara, berpakaian, penataan ruang, gaya bangunan rumah, benda-benda simbolik dan sebagainya.
Ketersamaran dalam pengamatan ini dikurangi sedikit demi sedikit seirama dengan semakin akrabnya hubungan antara pengamat dengan informan. Ketika suasana akrab dan terbuka sudah tercipta, peneliti bisa mengkonfirmasikan hasil pengamatan melalui wawancara dengan informan.
Dengan wawancara, peneliti berupaya mendapatkan informasi dengan bertatap muka secara fisik danbertanya-jawab dengan informan. Dengan teknik ini, peneliti berperan sekaligus sebagai piranti pengumpul data.
Selama wawancara, peneliti juga mencermati perilaku gestural informan dalam menjawab pertanyaan. Untuk menghindari kekakuan suasana wawancara, tidak digunakan teknik wawancara terstruktur. Bahkan wawancara dalam penelitian ini seringkali dilakukan secara spontan, yakni tidak melalui suatu perjanjian waktu dan tempat terlebih dahulu dengan informan. Dengan ini peneliti selalu berupaya memanfaatkan kesempatan dan tempat-tempat yang paling tepat untuk melakukan wawancara.
Selama kegiatan lapangan peneliti merasakan bahwa pengalaman sosialisasi, usia dan atribut- atribut pribadi peneliti bisa mempengaruhi interaksi peneliti dengan informan. Semakin mirip latar belakang informan dengan peneliti, semakin lancar proses pengamatan dan wawancara.
Sebaliknya, ketika mewawancarai informan yang berbeda latar belakang, peneliti harus menyesuaikan diri dengan mereka. Banyak ragam cara menyesuaikan diri. Di antaranya dengan cara berpakaian, bahasa yang digunakan, waktu wawancara, hingga penyamaran seolah-olah peneliti memiliki sikap dan kesenangan yang sama dengan informan. Karena kendala itu, pengumpulan data terhadap penduduk asli, baik penglaju dan lebih-lebih yang bukan penglaju, berjalan agak lamban.
Kejenuhan, bahkan rasa putus-asa kadang-kadang muncul dan menyerang peneliti. Dalam keadaan demikian, peneliti beristirahat untuk mengendapkan, membenahi catatan lapangan, dan merenungkan hasil-hasil yang diperoleh. Dengan cara ini, peneliti bisa menemukan informasi penting yang belum terkumpul.
Kedekatan antara tempat tinggal peneliti dengan informan ternyata sangat membantu kegiatan lapangan. Secara tidak sengaja peneliti bisa bertemu dengan informan, sehingga pembicaraan setiap saat bisa berlangsung. Kendati tidak dirancang, bila hasil percakapan itu memiliki arti penting bagi penelitian, akan dicatat dan diperlakukan sebagai data penelitian.
Pada dasarnya wawancara dilaksanakan secara simultan dengan pengamatan. Kadang-kadangwawancara merupakan tindak-lanjut dari pengamatan. Misalnya, setelah mengamati suasana rumah tangga dan keluarga informan, peneliti menuliskan hasilnya dalam bentuk catatan lapangan. Wawancara dilakukan setelah itu untuk mengungkapkan makna dari setiap hasil pengamatan yang menarik.
Penelaahan dokumentasi dilakukankhususnya untuk mendapatkan data konteks. Kajian dokumentasi di lakukan terhadap catatan-catatan, arsip- arsip, dan sejenisnya termasuk laporan-laporan yang bersangkut paut dengan permasalahan penelitian.
Perekaman dokumen menjadi lebih mudah karena dokumen, baik dari kelurahan maupun dari Kotamadya cukup lengkap. Agar tidak menyulitkan lembaga yang menyediakan, peneliti meminta ijin untuk menfoto-copy dokumen-dokumen yang diperlukan atau menyalinnya ke dalam catatan peneliti.
Pemeriksaan keabsahan (trustworthiness) data dalam penelitian ini dilakukan dengan empat kriteria sebagaimana dianjurkan oleh Lincoln dan Guba (1985: 289-331). Masing-masing adalah derajat: (1) kepercayaan (credibility), (2) keteralihan (transferability), (3) kebergantungan (dependability), dan (4) kepastian (confirmability).
Untuk meningkatkan derajat kepercayaan data perolehan, dilakukan dengan teknik: (1) perpanjangan keikut-sertaan, (2) ketekunan pengamatan, (3) triangulasi, (4) pemeriksaan sejawat, (5) kecukupan referensial, (6) kajian kasus negatif, dan (7) pengecekan anggota.
Kegiatan lapangan penelitian ini semula dijadwal tidak lebih dari enam bulan. Dengan pertimbangan bahwa peningkatan waktu masih memunculkan informasi baru, maka lama kegiatan lapangan diperpanjang. Dengan perpanjangan waktu ini, seperti dikemukakan Moleong (1989), peneliti dapat mempelajari "kebudayaan", menguji kebenaran dan mengurangi distorsi.
Dengan mengamati secara tekun, peneliti bisa menemukan ciri-ciri atau unsur-unsur dalam suatu situasi yang sangat relevan dengan peran penglaju dalam perubahan sosial di Bandulan. Bila perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman.
Triangulasi dilakukan untuk melihat gejala dari berbagai sudut dan melakukan pengujian temuan dengan menggunakan berbagai sumber informasi dan berbagai teknik. Empat macam triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pemeriksaandengan memanfaatkan sumber, metode, penyidik dan teori.
Meskipun Lincoln dan Guba (1985) tidak menganjurkan triangulasi teori, tampaknya Patton (1987: 327) berpendapat lain. Menurutnya, triangulasi antar teori tetap dibutuhkan sebagai penjelasan banding (rival explanation).
Dalam penelitian ini, penempatan teori lebih mengikuti anjuran Bogdan dan Taylor (1975). Menurut mereka, teori memberikan suatu penjelasan atau kerangka kerja penafsiran yang memungkinkan peneliti memberi makna pada kekacauan data (morass of data) dan menghubungkan data dengan kejadian-kejadian dan latar yang lain. Karena itu, sangat penting bagi peneliti untuk mengetengahkan temuannya dengan perspektif teoretik lain, khususnya selama tahap pengolahan data penelitian yang intensif.
Pengamatan dan wawancara tidak terstruktur yang diterapkan dalam penelitian ini memang menghasilkan data yang masih kacau. Untuk memilah dan memberi makna pada data tersebut, peneliti tidak bisa tidak harus berpaling kepada teori-teori sosiologi dan antropologi yang relevan.
Pemeriksaan sejawat dilakukan dengan cara mengetengahkan (to expose) hasil penelitian, baik yang bersifat sementara maupun hasil akhir, dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Dengan cara ini peneliti berusaha mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran, dan mencari peluang untuk menjajaki dan menguji hipotesis yang muncul dari peneliti (pemikiran peneliti).
Sebelum menetapkan temuan sebagai kecenderungan pokok, peneliti melakukan pengecekan anggota. Ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan berapa proporsi kasus yang mendukung temuan, dan berapa yang bertentangan dengan temuan. Bila ada penyimpangan dalam kasus-kasus tertentu, peneliti menelaahnya secara lebih cermat.
Telaah lebih cermat terhadap kasus-kasus yang menyimpang sering disebut sebagai analisis kasus negatif. Teknik ini dilakukan untuk menelaah kasus-kasus yang saling bertentangan dengan maksud menghaluskan simpulan sampai diperoleh kepastian bahwa simpulan itu benar untuk semua kasus atau setidak-tidaknya sesuatu yang semula tampak bertentangan, akhirnya dapat diliput aspek-aspek yang tidak berkesesuaian tidak lagi termuat. Dengan kata-kata lain dapat dijelaskan "duduk persoalannya".
Selain itu, peneliti juga menguji kecukupan acuan dalam menarik simpulan. Kecukupan acuan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengajukan kritik internal terhadap temuan penelitian. Berbagai bahan digunakan untuk meneropong temuan penelitian.
Usaha meningkatkan keteralihan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara "uraian rinci" (thick description). Untuk itu, peneliti melaporkan hasil penelitiannya secermat dan selengkap mungkin yang menggambarkan konteks dan pokok permasalahan secara jelas. Dengan demikian, peneliti menyediakan apa-apa yang dibutuhkan oleh pembacanya untuk dapat memahami temuan-temuan.
Kebergantungan penelitian ini diupayakan dengan audit kebergantungan. Dalam hal ini peneliti memberikan hasil penelitian dan melaporkan proses penelitian termasuk "bekas-bekas" kegiatan yang digunakan. Berdasarkan penelusurannya, seorang auditor dapat menentukan apakah temuan-temuan penelitian telah bersandar pada hasil di lapangan.
Kepastian penelitian ini diupayakan dengan memperhatikan topangan catatan data lapangan dan koherensi internal laporan penelitian. Hal ini dilakukan dengan cara meminta berbagai pihak untuk melakukan audit kesesuaian antara temuan dengan data perolehan dan metode penelitian.
3. Tahap Pasca Lapangan
Telah disinggung bahwa penelitian ini menerapkan metode kualitatif, yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata orang baik tertulis maupun lisan dan tingkah laku teramati, termasuk gambar (Bogdan and Taylor, 1975).
Walau peneliti tidak sependapat dengan teknik-teknik analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (1987), model analisis interaktif yang digambarkannya sangat membantu untuk memahami proses penelitian ini. Model analisis interaktif mengandung empat komponen yang saling berkaitan, yaitu (1) pengumpulan data, (2) penyederhanaan data, (3) pemaparan data, dan (4) penarikan dan pengujian simpulan.
Mengacu model interaktif, analisis data tidak saja dilakukan setelah pengumpulan data, tetapi juga selama pengumpulan data. Selama tahap penarikan simpulan, peneliti selalu merujuk kepada "suara dari lapangan" untuk mendapatkan konfirmabilitas.
Analisis selama pengumpulan data (analysis during data collection) dimaksudkan untuk menentukan pusat perhatian (focusing), mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analitik dan hipotesis awal, serta memberikan dasar bagi analisis pasca pengumpulan data (analysis after data collection). Dengan demikian analisis data dilakukan secara berulang-ulang (cyclical).
Pada setiap akhir pengamatan atau wawancara, dicatat hasilnya ke dalam lembar catatan lapangan (field notes). Lembar catatan lapangan ini berisi: (1) teknik yang digunakan, (2) waktu pengumpulan data dan pencatatannya, (3) tempat kegiatan atau wawancara, (4) paparan hasil dan catatan, dan (5) kesan dan komentar. Contoh catatan lapangan dapat diperiksa pada lampiran.
Pendirian ontologis penelitian adalah bahwa tujuan penyelidikan adalah mengembangkan suatu bangunan pengetahuan idiografik dalam bentuk "hipotesis kerja" yang menggambarkan kasus individual (Lincoln and Guba, 1985: 38). Implikasinya, konstruksi realitas, yang dalam hal ini adalah gejala menglaju dan pengaruh sosialnya, tidak dapat dipisahkan dari konteks (kedisinian, Bandulan) dan waktu (kekinian, 1996).
Untuk itu peneliti memandang penting untuk menyelidiki secara cermat akar-akar gejala menglaju sebagai konteks kajian. Berdasarkan asal faktor pemicu gejala menglaju peneliti menemukenali tiga kategori faktor, yaitu: (1) dari dalam diri, (2) dari dalam desa, dan (3) dari luar desa.
Empat teknik analisis data kualitatif sebagaimana dianjurkan oleh Spradley (1979) diterapkan dalam penelitian ini. Masing-masing adalah: (1) analisis ranah (domain analysis), (2) analisis taksonomik (taxonomic analysis), (3) analisis komponensial (componential analysis). dan (4) analisis tema budaya (discovering cultural themes).
Analisis ranah bermaksud memperoleh pengertian umum dan relatif menyeluruh mengenai pokok permasalahan. Hasil analisis ini berupa pengetahuan tingkat "permukaan" tentang berbagai ranah atau kategori konseptual. Kategori konseptual ini mewadahi sejumlah kategori atau simbol lain secara tertentu.
Pada tahap awal, berdasarkan pola mobilitas hariannya, peneliti menemukenali dua kategori pokok penduduk Bandulan. Masing-masing adalah penduduk penglaju dan bukan penglaju. Berdasarkan asalnya, peneliti menemukenali dua kategori pokok penduduk Bandulan, yaitu: penduduk asli dan penduduk pendatang.
Pada analisis taksonomik, pusat perhatian penelitian ditentukan terbatas pada ranah yang sangat berguna dalam upaya memaparkan atau menjelaskan gejala-gejala yang menjadi sasaran penelitian. Pilihan atau pembatasan pusat perhatian dilakukan berdasarkan pertimbangan nilai strategik temuannya bagi program peningkatan kualitas hidup subyek penelitian atau mengacu pada strategic ethnography (Faisal, 1990 : 43).
Analisis taknonomik tidak dilakukan secara murni berdasar data lapangan, tetapi dikonsultasikan dengan bahan-bahan pustaka yang telah ada. Beberapa anggota ranah yang menarik dan dipandang penting dipilih dan diselidiki secara mendalam. Dalam hal ini adalah bagaimana peran masing-masing kategori tersebut dalam proses perubahan sosial yang berlangsung di Bandulan.
Analisis komponensial dilakukan untuk mengorganisasikan perbedaan (kontras) antar unsur dalam ranah yang diperoleh melalui pengamatan dan atau wawancara terseleksi. Dalam hemat peneliti, kedalaman pemahaman tercermin dalam kemampuan untuk mengelompokkan dan merinci anggota sesuatu ranah, juga memahami karakteristik tertentu yang berasosiasi dengannya.
Dengan mengetahui warga suatu ranah, memahami kesamaan dan hubungan internal, dan perbedaan antar warga dari suatu ranah, dapat diperoleh pengertian menyeluruh dan mendalam serta rinci mengenai suatu pokok permasalahan. Dengan demikian akan diperoleh pemahaman makna dari masing-masing warga ranah secara holistik.
Hasil lacakan kontras di antara warga suatu ranah dimasukkan ke dalam lembar kerja paradigma (Spradley, 1979: 180). Kontras-kontras tersebut selalu diperiksa kembali sebagaimana dalam model analisis interaktif. Ringkasananalisis komponensial, yang digunakan sebagai pemandu penulisan paparan hasil penelitian inidisajikan dalam lampiran.
Dalam mengungkap tema-tema budaya, peneliti menggunakan saran yang diberikan oleh Bogdan dan Taylor (1975:82-93). Langkah-langkah yang dilakukan adalah: (1) membaca secara cermat keseluruhan catatan lapangan, (2) memberikan kode pada topik-topik pembicaraan penting, (3) menyusun tipologi, (4) membaca kepustakaan yang terkait dengan masalah dan konteks penelitian.
Berdasarkan seluruh analisis, peneliti melakukan rekonstruksi dalam bentuk deskripsi, narasi dan argumentasi. Beberapa sub-topik disusun secara deduktif, dengan mendahulukan kaidah pokok yang diikuti dengan kasus dan contoh-contoh. Sub-topik selebihnya disajikan secara induktif, dengan memaparkan kasus dan contoh untuk ditarik kesimpulan umumnya.


Sumber Pustaka :
  • Moloeng, lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosda.
  • Nasution, Prof. Dr. S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito.

»»  Baca Selengkapnya...