Minggu, 28 Agustus 2011

ANALISIS HUKUM MENCERMATI MASALAH KASUS UJIAN CPNS KAB KUBU RAYA TAHUN 2010


ANALISIS HUKUM
MENCERMATI MASALAH KASUS UJIAN CPNS KAB KUBU RAYA TAHUN 2010 DAN  PERNYATAAN MENPAN 12 AGUSTUS 2011: BAHWA PELAKSANAAN PENGADAAN CPNS KABUPATEN KUBU RAYA “TIDAK DIKOORDINASIKAN OLEH GUBERNUR” KALIMANTAN BARAT SERTA USULAN HAK INTERPELASI DPRD KUBU RAYA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Oleh Turiman Fachturahman Nur,SH,MHum.
(Expert Hukum Tata Negara UNTAN)

A.       BAGIAN PERTAMA           
1.         Persoalan kasus Ujian CPNS Kab Kubu Raya dapat dibagi menjadi empat  bagian, yaitu pertama, pelaksanaan pengadaan CPNS di Kabupaten Kubu Raya tidak dikoordinasikan oleh Gubernur Kalimantan Barat (Point 1 Surat MENPAN kepada BKN No B/1898.M.PAN-RB/8/2011 tanggal 12 Agustus 2011
2.         Berkaitan dengan masalah pertama, maka menarik pernyataan MENPAN di atas menyatakan “tidak dikoordinasikan oleh Gubernur Kalimantan Barat”  mengapa tidak menggunakan pernyataan tidak dikoordinasikan “dengan” Gubernur”, pertanyaannya Apakah Gubernur tidak melakukan koordinasi sebagaimana dimaksud PP No 19 Tahun 2010, apakah yang dimaksud koordinasi menurut PP No 19 Tahun 2010 ? jika kita memahami apa yang dimaksud koordinasi berdasarkan Pasal 1 angka 5  PP No 19 Tahun 2010 tersebut menyatakan, bahwa  Koordinasi adalah upaya yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah guna mencapai keterpaduan baik perencanaan maupun pelaksanaan tugas serta kegiatan semua instansi vertikal tingkat provinsi, antara instansi vertikal dengan satuan kerja perangkat daerah tingkat provinsi, antarkabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan, serta antara provinsi dan kabupaten/kota agar tercapai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan.
3.         Jadi koordinasi yang dimaksudkan dalam PP No 19 Tahun 2010 adalah upaya yang dilaksanakan oleh Gubernur salah satunya ranahnya yang harus dikoordinasikan oleh Gubernur adalah upaya yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah guna mencapai keterpaduan baik perencanaan maupun pelaksanaan tugas antara provinsi dan kabupaten/kota agar tercapai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, dalam kaitannya dengan kasus Ujian CPNS Kab Kubu Raya adalah antara Provinsi Kal-bar dan Kabupaten Kubu Raya, untuk apa upaya koordinasi yang dilakukan oleh Gubernur tersebut, yaitu keterpaduan baik perencanaan maupun pelaksanaan tugas agar tercapai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dalam hal ini pelaksanaan ujian CPNS Kab Kubu Raya tahun 2010.
4.         Pertanyaannya bagaimana koordinasi yang dilakukan oleh Gubernur agar tercapai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan ? Hal ini menjadi menarik ketika dikaitkan dengan pernyataan MENPAN tersebut bahwa fakta yang didapatkan tim verifikasi dan validasi pelaksanaan pengadaan CPNS tahun 2010 di Kabupaten Kubu Raya oleh BKN yaitu : pelaksanaan pengadaan CPNS di Kabupaten Kubu Raya tidak dikoordinasikan oleh Gubernur  Kalimantan Barat. (Point satu laporan dan temuan Tim verfikasi BKN dalam Surat MENPAN No B/1898/M.PAN-RB/8/2011)

5.         Pertanyaan mengapa pelaksanaan pengadaan CPNS di Kabupaten Kubu Raya tidak dikoordinasikan oleh Gubernur Kalimantan Barat ? pertanyaan selanjutnya adalah koordinasi apa saja yang dilakukan oleh Gubernur berkaitan dengan masalah kepegawaian di daerah berdasarkan tugas, wewenang Gubernur selaku wakil pemerintah  berdasarkan PP No 19 Tahun 2010 ?, sebenarnya secara normatif mengacu pada Pasal 3 ayat (1) Gubernur sebagai wakil Pemerintah memiliki tugas melaksanakan urusan pemerintahan meliputi: salah satunya huruf  d. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota
6.         Pertanyaan apa yang dimaksud dengan pembinaan dan pengawasan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2010 ? Pasal 1 angka 6 dan 7 menyatakan, bahwa Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh gubernur selaku wakil Pemerintah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah sedangkan Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh gubernur selaku wakil Pemerintah untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan secara efisien, efektif, berkesinambungan serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 angka 6 dan 7 PP No 19 Tahun 2010)
7.         Berdasarkan pengertian pembinaan dan pengawasan diatas, kata kuncinya adalah Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh gubernur selaku wakil Pemerintah dan pengawasan juga menggunakan pernyataan upaya yang dilakukan oleh gubernur selaku wakil Pemerintah, jadi menggunakan “rumusan formulasi perintah/imperatif”, yang dilakukan oleh Gubernur, dengan demikian secara normatif bahwa Gubernur diberikan tugas dan kewenangan oleh PP No 19 Tahun 2010 yang sebenarnya menambah tugas dan kewenangan yang ada di UU No 32 Tahun 2004 artinya keberadaan PP No 19 Tahun 2010  ini merupakan hasil evaluasi dari UU 32 tahun 2004 berkaitan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, utamanya dalam Pasal 38 tentang tugas gubernur. Tujuan PP No 19 Tahun 2010 ini tidak membuat daerah menjadi arogan kekuasaan khususnya menyangkut kewenangan kabupaten/kota dan provinsi.
8.         Hal tersebut dapat ditelusuri Pasal 9 ayat (1) PP No 19 Tahun 2010 yang menyatakan, bahwa Gubernur dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d melalui salah satunya pada huruf b. pemberian fasilitasi dan konsultasi pengelolaan kepegawaian kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan; Penjelasan Pasal 9 ayat (1) Huruf b adalah Fasilitasi dan konsultasi dilakukan dalam rangka untuk keserasian program pengembangan kapasitas pegawai antar daerah dan efektifitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
9.         Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) huruf d jo Pasal 9 ayat (1) huruf b, PP No 19 Tahun 2010, maka Gubernur  melaksanakan pembinaan dan pemberian fasilitasi dan konsultasi pengelolaan kepegawaian kabupaten kota dan salah satu dimaksudkan untuk efektifitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
10.     Berkaitan dengan efektivitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang kepegawaian, maka apabila ada panitia teknis pelaksanaan ujian CPNS di kabupaten Kota yang akan melakukan secara mandiri dan pengadaan soal tidak melakukan berkerjasama dengan perguruan tinggi negeri sesuai dengan point 3 surat nomor B/2153/M.PAN-RB/09/2010 perihal koordinasi pengadaan CPNS daerah tahun 2010 oleh Gubernur, mengapa sejak awal tidak dicegah dan diperingatkan, sepertinya ada “pembiaran” agar masalah ini terjadi atau terjadi mis komunikasi antara keduanya Gubernur Kal-Bar dan Bupati KKR, sedangkan PP No 19 Tahun 2010 Gubernur berdasarkan perintah pasal 3 ayat (1) huruf d memiliki tugas melaksanakan urusan pemerintahan, yaitu pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota; kemudian Pasal 9 ayat (1) PP No 19 Tahun 2010 Gubernur dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d menyatakan melalui Fasilitasi dan konsultasi dilakukan dalam rangka untuk keserasian program pengembangan kapasitas pegawai antar daerah dan efektifitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
11.     Bukankah tugas koordinasi, pembinaan dan pengawasan itu menjadi Tugas Gubernur berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 sebagaimana dinyatakan Pasal 37 ayat (1) Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan. Ayat (2) Dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden. Kemudian Pasal 38 ayat (1) Gubernur dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 memiliki tugas dan wewenang: a pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota; b koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota;  c koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota. (2) Pendanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada APBN. Ayat (3) Kedudukan keuangan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Ayat (4) Tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
12.     Dan Peraturan Pemerintah yang dimaksud Pasal 38 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 adalah PP No 19 Tahun 2010, sebagaimana dinyatakan konsideran Menimbang PP No 19 Tahun 2004 : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 38 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi.
13.     Atas dasar itu maka Gubernur dalam kaitannya dengan kasus Pelaksanaan ujian CPNS Kab Kubu Raya sejak awal harus berupaya mengingatkan kepada panitia teknis minimal melalui BKD Provinsi, bahwa Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kab Kubu Raya  agar mengindahkan Surat Edaran (SE) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi  dan mengingatkan, bahwa ada risiko yang harus ditanggung BKD Kabupaten Kubu Raya jika tidak menjalankan isi SE, yakni tidak diprosesnya nomor induk pegawai (NIP) CPNS bersangkutan termasuk kewajiban peserta untuk menanda tangani lembar LJK karena itu merupakan salah satu syarat utama dalam pemberkasan, sebagaimana dimaksudkan angka 8 huruf b anak lampiran II C Peraturan Kepala BKN No 30 Tahun 2007 yang secara tegas diwajibkan bagi peserta ujian untuk menandatangni LJK ditempat telah disediakan. Jadi sebenarnya siapa yang tidak taat asas Gubernur atau Bupati berdasarkan PP No 19 Tahun 2010 dan tanggung jawab siapa jika LJK tidak ditanda tangani peserta ujian CPNS tahun 2010 di Kab Kubu Raya, mengapa harus “saling menyalahkan” tetapi mengapa tidak mencari solusi penyelesaian secara administratif” sebagai wakil pemerintah pusat. Jadi benar jika MENPAN berdasar Tim verifikasi dan palidasi BKN menyatakan, bahwa  pelaksanaan pengadaan CPNS Kabupaten Kubu Raya tidak dikoordinasi oleh Gubernur Kalimantan Barat”

B    BAGIAN KEDUA
14.     Masalah kedua “Pemerintah daerah Kabupaten Kubu Raya dalam pembuatan soal ujian dan pengeolahan tidak bekerjasama dengan Rektor Perguruan Tinggi” (point 2 Surat MENPAN no b 1898/M.PAN-RB/8/2011 perihal penyelesaian Kasus Ujian CPNS Daerah Kabupaten Kubu Raya, Pertanyaan apakah Bupati dan Walikota apabila melakukan secara mandiri pelaksanaan Ujian CPNS dibenarkan secara teknis administratif berdasarkan Tugas dan wewang Bupati dalam UU No 32 Tahun 2004 berkaitan melaksanakan otonomi daerah, adakah dasar hukumnya ? Dasar hukum bupati/walikota melakukan seleksi penerimaan mandiri yakni Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) B/2153/M.PAN-RB/09/2010 tertanggal 30 September 2010 bahwa pelaksanaan pengadaan CPNS tahun 2010 di daerah kabupaten/kota secara teknis tetap dilaksanakan oleh bupati/walikota yang bersangkutan, sedangkan koordinasi dilakukan oleh gubernur di wilayah provinsi untuk pemberian fasilitas dan konsultasi dalam rangka efisiensi dan efektivitas serta penyelesaian jika ada masalah (PP No 19 Tahun 2010).

B.        BAGIAN KETIGA
15.     Kemudian masalah ketiga yang terjadi pada kasus Ujian CPNS di Kab Kubu Raya sebagai fakta yang diketemukan oleh Tim verifikasi BKN, pada point 3.4. yang menyatakan : “Dari jumlah peserta ujian sebanyak 3952 ditemukan 2996 LJK tidak ditanda tangani peserta ujian, dan 956 LJK yang ditanda tangani peserta. (point 3) dan dari 256 peserta ujian yang dinyatakan lulus oleh Bupati Kubu Raya terdapat 212 LJK tidak ditanda tangani dan hanya 24 LJK yang ditanda tangani peserta ujian (point 4) Surat MENPAN No B/8198/M PAN-RB/8/2011 tanggal 12 Agustus 2011.
16.     Pertanyaannya, apakah kesalahan tidak ditanda tangani LJK pada kasus ujian CPNS Kab Kubu Raya oleh peserta menjadi tanggung jawab Bupati Kubu Raya atau menjadi tanggung jawab Panitia Teknis Pelaksanan Ujian dan Pengawas yang didalamnya ada petugas BKD Provinsi dan petugas BKN atau menjadi tanggung jawab peserta ujian, patut diletakan persoalan teknis ini secara proporsional, apakah peserta ketika itu ada diperintahkan oleh petugas untuk menanda tangani lembar LJK pada saat pelaksanaan ujian CPNS Kab Kubu Raya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BKN No 30 Tahun 2007 angka 8 huruf b Anak lampiran II c yang secara tegas diwajibkan para peserta menandatangani LJK ditempat yang disediakan, atau lembar LJK tidak tempat tanda tangan sejak awal,  berkaitan dengan masalah ini harus dilakukan investigasi secara teknis oleh Gubernur, selaku pembina dan pengawas penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, sebagaimana diperintahkan Pasal 3 PP No 19 Tahun 2010 ayat 1 huruf d dan e, yaitu koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antar pemerintahan daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan; pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota; dan Pasal 7 ayat (1) PP No 19 tahun 2010 menyatakan, bahwa Gubernur dalam melaksanakan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b melalui: salah satunya b. rapat kerja pelaksanaan program/kegiatan, monitoring dan evaluasi serta penyelesaian berbagai permasalahan. Atau Gubernur membiarkan masalah kasus ujian CPNS menjadi “masalah politik”.
17.     Pertanyaan koordinasi dan pembinaan apa yang sudah dilakukan oleh Gubernur dalam kaitan dengan pelaksanaan ujian CPNS Kab Kubu Raya sehingga terjadi kasus lembar LJK tidak ditanda tangani oleh peserta ? Pertanyaannya apakah Gubernur sudah melaksanakan pembinaan penyelenggaraan pemerintah daerah kabupaten kota melalui fasilitasi dan konsultasi dilakukan dalam rangka untuk keserasian program pengembangan kapasitas pegawai antar daerah dan efektifitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian sejak awal.
18.     Jadi  jika ada yang menyatakan Gubernur kurang tegas terhadap masalah kasus Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kabupaten Kubu Raya (KKR) yang menuai persepsi berbeda, secara yuridis normatif ada benarnya, karena koordinasi, pembinaan dan pengawasan adalah upaya yang dilakukan oleh Gubernur, bukan oleh Bupati, apakah tepat yang dinyatakan dari berbagai pihak sebagaimana kemudian  mendapat jawaban tegas melalui Humas Pemerintah Provinsi Kalbar bahwa tidak ada campur tangan Gubernur dalam kaitan SK dan untuk menyelesaikannya harus sesuai aturan dan perundang-undangan, sebagaimana pernyataan tersebut disampaikan Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Kalbar, M. Ridwan pada jumpa pers di ruang Assisten II Provinsi Kalbar, Kamis (31/3 2011). Ditegaskan Ridwan, bahwa terkait CPNS KKR, Pemprov Kalbar berpegang kepada surat Kementrian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor B/1654/M.PAN-RB/7/2010 tertanggal 21 Juli 2010 perihal kebijakan tambahan alokasi formasi untuk untuk pengadaan CPNS tahun 2010 dan surat nomor B/2153/M.PAN-RB/09/2010 perihal koordinasi pengadaan CPNS daerah tahun 2010 oleh Gubernur.
19.     Jika berpegang teguh pada peraturan perundang-undangan seharusnya Gubenur menegakkan PP No 19 Tahun 2010 pasal 3 ayat (1) huruf b jo Pasal 9 ayat (1) huruf d, artinya juga Gubernur melaksanakan Pasal 7 (1) PP No 19 Tahun 2010 yang  menyatakan Gubernur dalam melaksanakan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b melalui salah satunya huruf b yaitu rapat kerja pelaksanaan program/kegiatan, monitoring dan evaluasi serta penyelesaian berbagai permasalahan.
20.     Pertanyaan bagaimana Gubernur berupaya menyelesaikan berbagai permasalahan, termasuk didalamnya masalah ujian CPNS kab Kubu Raya yang bermasalah bukan memberikan pernyataan yang terkesan “politisasi masalah Ujian CPNS Kab Kubu Raya”,  bukankah berdasarkan PP No 19 Tahun 2010 Pasal 4 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), gubernur sebagai wakil Pemerintah memiliki wewenang meliputi: a mengundang rapat bupati/walikota beserta perangkat daerah dan pimpinan instansi vertikal; b. meminta kepada bupati/walikota beserta perangkat daerah dan pimpinan instansi vertikal untuk segera menangani permasalahan penting dan/atau mendesak yang memerlukan penyelesaian cepat;
21.     Pertanyaan secara managemen pemerintahan daerah apakah Gubernur sudah melaksanakan Pasal 4 PP  No 19 Tahun 2010 atau membiarkan tanpa kepastian hukum masalah ujian CPNS Kab Kubu Raya, bukankah Gubenur adalah wakil pemerintah, jika mengacu kepada Surat MENPAN No B/1898/M.PAN-RB/8/2011 tanggal 12 Agustus 2011 ada dua langkah yang diperintahkan MENPAN kepada BKN dan salah satunya menyampaikan kepada Bupati Kubu Raya agar formasi yang tidak terealisasi tersebut dapat diusulkan kembali untuk diperhitungkan dalam tambahan formasi tahun anggaran berjalan sesuai dengan kesiapan daerah dalam setiap pelaksanaan Ujian CPNS agar berkoordinasi dengan Gubernur sebagai wakil pemerintah dan bekerja sama dengan Rektor Perguruan Tinggi.
22.     Jika Gubernur sebagai wakil pemerintah sebenarnya membangun komunikasi, yaitu dapat meminta kepada bupati/walikota beserta perangkat daerah dan pimpinan instansi vertikal untuk segera menangani permasalahan penting dan/atau mendesak yang memerlukan penyelesaian cepat; dan juga menjadi tugas Gubernur Pasal 3 ayat (1) huruf b melalui salah satunya huruf b yaitu rapat kerja pelaksanaan program/kegiatan, monitoring dan evaluasi serta penyelesaian berbagai permasalahan, karena berdasarkan Pasal 3  ayat (1) PP No 19 Tahun 2010 Gubernur sebagai wakil Pemerintah memiliki tugas melaksanakan urusan pemerintahan meliputi: huruf d  pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota; dan ayat (2) Selain melaksanakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur sebagai wakil Pemerintah juga melaksanakan urusan pemerintahan di wilayah provinsi yang menjadi kewenangan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
23.     Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) ayat huruf d yaitu pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota dan ayat (2) gubernur sebagai wakil Pemerintah juga melaksanakan urusan pemerintahan di wilayah provinsi yang menjadi kewenangan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta Pasal 9 ayat (1) PP No 19 Tahun 2010 Gubernur dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d menyatakan melalui Fasilitasi dan konsultasi dilakukan dalam rangka untuk keserasian program pengembangan kapasitas pegawai antar daerah dan efektifitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian kemudian melaksanakan ketentuan Pasal 7 (1) PP No 19 Tahun 2010 yang  menyatakan Gubernur dalam melaksanakan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b melalui salah satunya huruf b yaitu rapat kerja pelaksanaan program/kegiatan, monitoring dan evaluasi serta penyelesaian berbagai permasalahan.
24.     Jika Gunernur melaksanakan ketentuan diatas, maka Gubernur tidak perlu mengeluarkan  Pernyataan Gubernur yang menyatakan, “Jika saya jadi orang BKN dan Menpan tidak akan saya keluarkan NIP bagi CPNS yang bermasalah” dan ternyata pernyataan tersebut menurut Ridwan adalah salah satu sikap ketegasan seorang Gubernur yang menjunjung tinggi dan mendukung tegaknya peraturan perundang-undangan dalam proses penyelesaiaan masalah CPNS KKR, tetapi apa yang diupayakan oleh Gubernur sejak awal dan kemudian menjadi masalah atau membiarkan terjadinya “friksi politik antara Gubernur dan Bupati, jika terjadi demikian pertanyaannya siapa yang menyelesaikannya menurut PP No 19 Tahun 2010 ?.
25.     Mengapa tanggal 18 Agustus 2011 Gubernur Kalimantan Barat, Drs. Cornelis, MH membantah jika dirinya tidak professional dalam menyelesaikan masalah CPNS Kabupaten Kubu Raya tahun 2010. “Saya bertindak profesional dalam  menyelesaikan kasus CPNS Kubu Raya, karena saya mengikuti peraturan yang berlaku,” tegasnya kepada awak media yang menemuinya usai memimpin Upacara Peringatan Kemerdekaan RI ke-66 di Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Rabu (17/8). “Jangan melawan intruksi Pemerintah Pusat, karena mereka sudah membuat aturan yang jelas dan prosedur tersebut harus ditaati serta diikuti,” ujarnya. Cornelis mengingatkan bahwa daerah bukan kerajaan yang bisa menentukan segala sesuatu sendiri. Menurutnya, pembatalan hasil ujian penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Kabupaten Kubu Raya (KKR) harus menjadi pelajaran semua pihak, yang seharusnya mengikuti intruksi Pemerintah Pusat termasuk dalam penerimaan CPNS.  “Jika tersedia formasi dan mendapat  persetujuan pusat, Pemerintah Kabupaten Kubu Raya bisa mengajukan formasi baru CPNS untuk 2012,” tuturnya memberi solusi. Sebelumnya, hasil seleksi penerimaan CPNS Kabupaten Kubu Raya tahun 2010 yang telah menetapkan 236 peserta yang lolos seleksi. Namun keputusan tersebut dibatalkan oleh surat Menpan nomor B/1898/M.PAN-RB/8/2011 kepada Kepala Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Kepala BKD Kalimantan Barat.  Dalam surat tersebut dijelaskan kesalahan Pemkab Kubu Raya dalam seleksi penerimaan CPNS yaitu tidak adanya koordinasi dengan Pemerintah Provinsi serta tidak melibatkan Perguruan Tinggi Negeri.
26.     Pernyataan Gubernur diatas tidak sejalan dengan PP No 19 Tahun 2010, karena tugas Koordinasi, Pembinaan dan Pengawasan, adalah upaya yang dilakukan oleh Gubernur, oleh karena itu fakta Surat MENPAN No B/1898/M.PAN RB/8/2011 Tanggal 12 Agutus 2011 menyatakanPelaksanaan pengadaan CPNS di Kabupaten Kubu Raya tidak dikoordinasikan oleh Gubernur” Mengapa tidak dikoordinasikan oleh Gubernur, karena PP No 19 Tahun 2010 menyatakan, bahwa yang dimaksud koordinasi pada Pasal 1 angka  5 yang menyatakan, bhwa koordinasi adalah upaya yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah guna mencapai keterpaduan baik perencanaan maupun pelaksanaan tugas serta kegiatan semua instansi vertikal tingkat provinsi, antara instansi vertikal dengan satuan kerja perangkat daerah tingkat provinsi, antarkabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan, serta antara provinsi dan kabupaten/kota agar tercapai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan. Pertanyaan upaya apa yang dilaksanakan Gubernur sebagai wakil pemerintah dalam menyelesaikan kasus Ujian CPNS Kab Kubu Raya sejak awal atau sejak awal memang sengaja membiarkan kasus ini terjadi, karena terjadi friksi politik antara Gubernur dengan Bupati KKR.
27.     Apabila gubernur melakukan sikap tegas, maka seharusnya sejak awal proses pelaksanaan teknis Ujian CPNS Kab Kubu Raya sudah menegur tegas dalam rangka pengawasan dan pembinaan, bukan membiarkan menjadi “komoditas politis”, bukankah berdasarkan  Pasal 3 (1) PP No 19 Tahun 2010 Gubernur sebagai wakil Pemerintah memiliki tugas melaksanakan urusan pemerintahan meliputi salah satunya pada huruf g memelihara stabilitas politik; h. menjaga etika dan norma penyelenggaraan pemerintahan di daerah;

C.       BAGIAN  KEEMPAT
28.     Berkaitan masalah keempat yaitu fakta yang dilaporkan dan diketemukan oleh Tim verifikasi BKN pada point 5 dan 6 yang menyatakan: “Dari 24 LJK yang ditanda tangani oleh peserta ujian terdapat 13 yang tulisan dan tanda tangannya ada kemiripan” Mengenai masalah ini harus diuji forensik dan ditransparankan kepada publik siapa saja dari 13 peserta ujian dimaksud agar dapat diusut apakah terjadi pemalsuan tanda tangan atau tidak, dan ini bukan ranah Bupati atau DPRD Kubu Raya atau BKN tetapi pihak kepolisian, demikian juga pada point 6 yang menyatakan”Pelaksanaan ujian pada tanggal 4 Desember 2010 namun terdapat 52 LJK yang ditanda tangani sebelum dilakukan ujian, yaitu tertanggal 4  November 2010 dan memiliki kesamaan tulisan pada LJK, masalah inipun harus diusut, dan bukan menjadi kewenangan Bupati, tetapi tanggung jawab bersama Panitia Teknis Pelaksanaan Ujian CPNS Kab Kubu Raya.  Jadi secara subtansi bukan hal yang berkaitan dengan kebijakan daerah sebagaimana dimaksudkan pengertian hak interpelasi.
E. BERKAITAN DENGAN HAK INTERPELASI DPRD KUBU RAYA
29.     Kemudian berkaitan dengan  masalah pengajuan hak interpelasi oleh anggota DPRD Kubu Raya terhadap masalah CPNS, maka yang perlu dipahami lebih dahulu apa yang dimaksud hak interpelasi, jika kita membaca subtansi dalam UU No 32 Tahun 2004 berserta penjelasannya, yaitu pada pasal 43 ayat (1) huruf a UU Pemda (UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008) menjelaskan definisi yuridis interpelasi: “Yang dimaksud dengan “hak interpelasi” dalam ketentuan ini adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara.” Definisi yuridis interpelasi  itu juga dapat dibaca dalam pasal 349 ayat (2) UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
30.     Pertanyaan yang diajukan bagaimana cara mengajukannya? Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 maupun PP No 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tentang tata tertib dewan perwakilan rakyat daerah dinyatakan secara jelas tata cara pelaksanaan hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Dalam PP No. 25 Tahun 2005 disebutkan tata cara penggunaan hak interpelasi dan pernyataan pendapat sebagai berikut; pertama, sekurang-kurangnya lima anggota DPRD dapat menggunakan hak interpelasi atau pernyataan pendapat dengan mengajukan usul kepada parlemen, melalui pimpinan DPRD dengan pertimbangan panitia musyawarah, untuk meminta keterangan kepada kepala daerah secara lisan maupun tertulis mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat daerah (untuk hak interpelasi) atau untuk mengajukan usul pernyataan pendapat terhadap kebijakan Kepala Daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah. Kedua, oleh pimpinan DPRD usul penggunaan hak interpelasi atau hak menyatakan pendapat ini disampaikan dalam rapat paripurna untuk mendapatkan persetujuan.
31.     Secara yuridis normatif Pasal 9 PP Nomor 10 tahun 2010 menyatakan DPRD mempunyai hak dan salah satunya adalah: interpelasi; dan mekanis untuk mengajukan usulan hak tersebut lebih lanjut diatur Pasal 11, bahwa ada beberapa ukuran kuantitatif, yaitu a. paling sedikit 5 (lima) orang anggota DPRD kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua puluh) orang sampai dengan 35 (tiga puluh lima) orang; dan paling sedikit 7 (tujuh) orang anggota DPRD kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan di atas 35 (tiga puluh lima) orang.
32.     Kemudian usulan disampaikan kepada Pimpinan DPRD yang ditandatangani oleh para pengusul dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD serta disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya: a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah yang akan dimintakan keterangan; dan alasan permintaan keterangan. Kemudian usulan tersebut oleh pimpinan DPRD disampaikan pada rapat paripurna DPRD. Dalam rapat paripurna DPRD para pengusul diberi kesempatan menyampaikan penjelasan lisan atas usul permintaan keterangan tersebut dan dalam pembicaraan mengenai usul meminta keterangan dilakukan dengan memberi kesempatan kepada: a. anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui fraksi; dan para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota DPRD. Keputusan persetujuan atau penolakan terhadap usul permintaan keterangan kepada kepala daerah ditetapkan dalam rapat paripurna. Usul permintaan keterangan DPRD sebelum memperoleh keputusan, para pengusul berhak menarik kembali usulannya.
33.     Usulan dapat menjadi  menjadi hak interpelasi DPRD apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPRD yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPRD yang hadir.
34.     Jika kita kaitan dengan mekanisme pengusulan interpelasi DPRD Kubu Raya yang diusulkan oleh Komisi A ternyata dari tujuh (7) orang anggota pengusul, kemudian tiga (3) orang anggota menarik dukungan sehingga tinggal 4 orang dengan alasan belum berkoordinasi dengan fraksi, dan memang dalam aturan normatif diberikan hak anggota DPRD lainnya, yaitu diluar pengusul untuk memberikan pandangan melalui fraksi (Pasal 11 ayat 3 huruf a PP No 16 Tahun  2010.
35.     Karena hak interpelasi adalah hak kelembagaan bukan hak anggota, maka jika ada yang menarik diri dari dukungan terhadap usulan, maka secara kelembagaan dibolehkan. Karena DPRD Kubu Raya 45 orang dan karenanya masuk dalam kategori ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf  d yang menyatakan paling sedikit 7 (tujuh) orang anggota DPRD kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan di atas 35 (tiga puluh lima) orang, dan sekarang anggota pengusul tinggal 4 orang, apakah masih memenuhi pasal 11 ayat (1) huruf d.
36.     Pertanyaan apakah memenuhi Pasal 11 ayat (1) huruf d PP No 16 Tahun 2010, jika memenuhi, kemudian bagaimana mekanismenya, maka ada kewajiban pada Pasal 12 ayat 7 yaitu (7) Dalam hal Usul Hak Interpelasi kepada walikota disetujui oleh rapat paripurna, maka Hak Interpelasi tersebut disampaikan secara tertulis kepada walikota oleh pimpinan DPRD dan kemudian Pasal 13 ayat (1) Walikota dapat hadir memberikan keterangan lisan maupun tertulis terhadap permintaan keterangan anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dalam rapat paripurna; (2) Apabila walikota tidak dapat hadir untuk memberikan penjelasan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) walikota menugaskan pejabat terkait untuk mewakilinya; (3) Setiap anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan atas keterangan walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1); (4) Terhadap jawaban walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) DPRD dapat menyatakan pendapatnya; (5) Pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara resmi oleh DPRD kepada walikota; (6) Pernyataan Pendapat DPRD atas keterangan walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dijadikan bahan untuk DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan untuk walikota dijadikan bahan dalam penetapan pelaksanaan kebijakan.
37.     Kemudian secara subtansi obyek yang diinterpelasi adalah berkaitan mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara. Pertanyaannya adalah kewenangan siapakah pengadaan CPNS di daerah, secara kebijakan adalah kebijakan dan kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini BKN, bukan kebijakan pemerintah daerah, daerah hanya melaksanakan secara teknis ujian CPNS yang dikuota untuk daerah masing-masing.
38.     Berkaitan dengan ini perlu dibaca secara cerdas surat BKN Nomor K.26.30/V 103-1038/93 Perihal Laporan Penyelesaian Kasus Ujian CPNS Kabupaten Kubu Raya Tahun 2010, bahwa untuk penyelesaian kasus Ujian CPNS BKN menyampaikan dua Pendapat Kepada Menpan, yaitu:  Pendapat Pertama: Bagi 24 perserta ujian yang telah dinyatakan lulus dengan LJK ditanda tangani, dapat dipertimbangkan untuk diangkat menjadi CPNS sedang 212 perserta ujian lainnya yang dinyatakan lulus tetapi LJK tidak ditanda tangani, tidak dapat dpertimbangkan untuk diangkat menjadi CPNS. Pendapat kedua, ujian CPNS Daerah Kabupaten Kubu Raya Tahu  2010 diulang dan diikuti oleh seluruh ujian CPNS Kabupaten Kubu Raya (3952 orang peserta), termasuk didalamnya 236 peserta ujian CPNS yang telah dinyatakan lulus.
39.     Berdasarkan dua pendapat tim verifikasi yang dilakukan oleh BKN, kemudian BKN memilih pendapat Ujian CPNS Daerah Kabupaten Kubu Raya Tahun 2010 diulang dengan Ketentuan: a pelaksanaan ujian ulang CPNS Daerah Kabupaten Kubu Raya Tahun 2010 dibawah Koordinasi Gubernur Kalimantan Barat dan bekerjasama dengan perguruan tinggi Negeri; b.Pengawasan dan pengendalian pelaksanaan ujian ulang dilakukan oleh Tim Pusat (Kementerian PAN dan  RB dan BKN) c. Ujian ulang dilaksanakan paling lambat akhir Mei 2011 dan selambat-lambatnya Minggu III Juni 2011 peserta ujian yang dinyatakan lulus telah mendapat penetapan NIP.
40.     BKN berharap kepada Menteri PAN jika sependapat dengan ujian diulang, maka BKN akan melaksanakan secepatnya ditindak lanjuti dengan melakukan koordinasi teknis pelaksanaan ujian ulang CPNS daerah Kab Kubu Raya dengan Gubernur Kalimantan Barat dan Bupati Kubu Raya.
41.     Berdasarkan Surat BKN tersebut Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi, kementrian PAN dan RB menyelenggarakan Rapat Koordinasi dengan mengundang instansi terkait, yaitu : Kementrian Dalam Negeri,Pemerintah Provinsi Kal-Bar, Pemerintah Daerah Kubu Raya, BKN dan Kantor Regional V BKN. Ternyata hasil rapat tersebut sebagian besar menyarankan agar dilakukan pembatalan terhadap 236 perserta ujian dan dilakukan ujian ulang pengadaan CPNS di Kabu Kubu Raya yang pelaksanaannya pada tahun 2012.
42.     Selanjutnya BKN diperintahkan melakukan dua langkah: pertama Tidak menetapkan NIP CPNS dan mengembalikan usulan pemberkasan NIP bagi CPNS dari Kubu Raya hasil seleksi tahun 2010 dan kedua menyampaikan kepada Bupati Kubu Raya agar formasi yang tidak terealisasi tersebut dapat diusulkan kembali untuk diperhitungkan dalam tambahan formasi tahun anggaran berjalan sesuai dengan kesiapan daerah dan dalam setiap pelaksanaan ujian CPNS Daerah agar berkoordinasi dnegan Gubernur sebagai wakil pemerintah dan bekerjasama dengan Rektor Perguruan Tinggi Negeri.
43.     Kedua hal tersebut dinyatakan dalam Surat MENPAN No  B/1898/M.PAN RB/8/2011 Perihal Penyelesaian Kasus Ujian CPNS Daerah Kabupaten Kubu Raya Tahun 2010, dan secara yuridis belum ada pembatalan resmi, karena baru disarankan berdasarkan rapat koordinasi di Kementerian PAN, jadi harus menunggu pernyataan resmi BKN Jakarta dan apa yang dilakukan terhadap dua langka yang diperintahkan oleh Menpan tersebut.
44.      Jadi menjadi sesuatu yang prematur jika DPRD Kab Kubu Raya mengusulkan Hak Interpelasi, pertanyaan apanya yang mau diinterpelasi, keputusan akhir dari kasus ujian CPNS tersebut belum diambil keputusan oleh BKN dan belum ditindak lanjuti oleh Bupati KKR.
45.     Dengan kata lain masih diranah kewenangan dan kebijakan pemerintah pusat dalam hal ini BKN, oleh karena itu perlu diletakan secara proporsional hak interpelasi, seharusnya menunggu proses akhir dari kasus ujian CPNS ini oleh BKN dan patut diketahui kebijakan pengadaan CPNS adalah kewenangan pemerintah Pusat yang otoritasnya ada di BKN.



F. SUBTANSI INTERPELASI APA YANG DIMASALAHKAN
46.     Jika DPRD Kubu Raya menggelar hak interpelasi, maka yang akan diinterpelasi apakah pelaksanaan pengadaan CPNS kewenangan Kepala daerah atau kewenangan BKN, dan atau teknis pelaksanaannya terhadap LJK yang tidak ditanda tangani peserta,  tentunya anggaran yang digunakan jika tidak sesuai dengan nomenklatur dan subtansi rapat DPRD Kubu Raya serta pagu indikatif, maka anggaran yang digunakan dapat diaudit oleh BPK dan BPKP dan jika ada pelanggaran keuangan daerah dan merugikan keuangan negara bisa menjadi cacatan tersendiri terhadap penggunaan keuangan daerah oleh anggota DPRD Kab Kubu Raya.
47.     Atau DPRD Kab Kubu Raya ingin mempertanyakan siapa yang seharusnya melakukan koordinasi, pembinaan dan pengawasan terhadap urusan pemerintahan daerah yang menjadi tanggung jawab Gubernur selaku wakil pemerintah (pasal 37, 38 UU No 32 Tahun 2004 jo PP No 19 Tahun 2010 dalam kaitan dengan kewenangan BKN masalah kepegawaian ?
48.     Sebenarnya persoalan jika kita baca hasil tim verifikasi BKN terhadap kasus ujian CPNS adalah dari jumlah 3952 ditemukan 2996 LJK tidak ditanda tangani peserta ujian, dan 956 LJK yang ditandatangani peserta dan dari 256 peserta ujian yang dinyatakan lulus oleh Bupati Kubu Raya, terdapat 212 LJK tidak ditanda tangani dan hanya 24 LJK ditanda tangani peserta ujian dan dari 24 LJK yang ditanda tangani oleh peserta ujian terdapat 13 LJK yang tulisan dan tanda tangannya ada kemiripan.
49.     Terhadap ini pertanyaan yang diajukan adalah apakah tanda tangan peserta merupakan kewajiban, berdasarkan angka 8 hurug b anak lampiran II C Peraturan Kepala BKN No 30 Tahun 2007 secara tegas diwajibkan bagi peserta ujian untuk menanda tangani LJK ditempat yang telah disediakan.
50.     permasalahannya adalah mengapa sampai ada peserta yang menandatangani LJK dan ada yang tidak menanda tangani,  apakah ketika pelaksanaan Panitia Pengawas ujian CPNS tidak memerintahkan untuk menandatangani LJK atau memang tidak kolom yang disediakan untuk tanda tangan di dalam LJK, apakah sebuah kewajiban harus ditanda tangani, karena LJK yang tidak ditandatangani peserta ujian tidak dapat digunakan sebagai penentu kelulusan, mengingat fungsi tanda tangan adalah personifikasi, yaitu bahwa LJK dengan semua isinya dimengerti, diakui, dan menjadi tanggungjawab pihak yang menandatangani LJK.
51.     LJK yang tidak ditanda tangani tidak dapat digunakan sebagai dokumen negara karena tidak diketahui siapa yang bertanggungjawab atas isi LJK tersebut. Persoalan perlu ditelusuri dari sini, karena itu yang menjadi dasar dikeluarkan penetapan NIP CPNS.
52.     Sebaiknya DPRD Kabu Kubu Raya memahami subtansi masalahnya, karena sebagaimana pernyataan HUMAS Provnsi Kal-Bar M Ridwan, bahwa Masyarakat agar tetap tenang dan tidak bertindak diluar kontrol terkait masalah CPNS KKR, karena saat ini masih dilakukan evaluasi dan terhadap hasilnya merupakan mutlak kewenangan BKN dan Menpan.
53.     Kemudian subtansi Surat MENPAN No B/1898/M-PAN-RB/8/2011 Tanggal 12 Agustus 2011 belum menjadi keputusan final oleh BKN hal tersebut dapat dibaca secara cermat “diperoleh pendapat dan sebagian besar rapat menyarankan agar dilakukan pembatalan terhadap 236 peserta yang tidak sesuai dengan kebijakan dan ketentuan yang berlaku dan dilakukan ujian ulang pengadaan CPNS di Kabupaten Kubu Raya yang pelaksanaannya pada tahun 2012 dan BKN harus melakukan dua langkah yang diperintah MENPAN, dan sampai saat ini secara subtansial belum ada keputusan akhir BKN.
54.     Jadi sebenarnya berdasarkan PP No 19 Tahun 2010 yang dipaparkan diatas Gubernur tidak boleh menyatakan secara normatif, bahwa “Mengenai CPNS Kubu Raya saya tidak mau bertanggung jawab. Sudah saya jelaskan sebelumnya, mengenai mekanismenya seperti apa? Bupati yang melanggar ketetapan dan melawan pemerintah pusat. Kita menjalankan roda pemerintahan ini harus sesuai dengan UU,” tegas Cornelis dalam rapat paripurna penyampaian Pendapat Akhir (PA) Fraksi-Fraksi di Balaiurungsari DPRD Kalbar, Senin (8/8). Cornelis mengaku telah melakukan koordinasi mengenai mekanisme penerimaan CPNS. Di mana salah satu persyaratan penerimaan CPNS menggunakan perguruan negeri yang berpengalaman, namun yang memiliki kewenangan sepenuhnya adalah bupati yang bersangkutan. Cornelis juga mengaku belum lama ini dihubungi Dirjen Pusat terhadap penerimaan CPNS dan diminta keterangan seputar pertanggungjawaban mengenai permasalahan tersebut. Namun dengan tegas, Cornelis menolak untuk bertanggung jawab. “Karena yang punya persoalan Kubu Raya, bukan saya tapi bupatinya. Jadi saya tegaskan, saya tidak mau bertanggung jawab. Kalau dikatakan kita tidak transparan, hasil dari kelulusan kita umumkan,” jelas Cornelis dengan nada lantang di hadapan anggota DPRD Kalbar yang hadir dalam paripurna itu. Bukankah berdasarkan pasal 37 jo 38 UU No 32 Tahun 2004 dan PP No 19 Tahun 2010 Pasal 3 ayat (1) huruf c dan d serta ayat (2) jo Pasal 9 ayat (1) huruf b serta pasal 7 ayat (1) huruf b menjadi tanggung jawab gubernur.
55.     Terkait dalam penyelesaian permasalahan status dan kedudukan kepegawaian, ada beberapa ketentuan yang mengatur hal-hal yang perlu diperhatikan oleh DPRD Kab Kubu Raya, yaitu:
Cuti PNS
  1. PP No. 24 Tahun 1976 tentang Cuti PNS
  2. Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 01/SE/1977 tentang Permintaan dan Pemberian Cuti PNS
  3. Surat Kepala BKN Nomor C.26-30/V.22-3/22 Tgl. 18 Januari 2010 tentang Penjelasan tentang Cuti Tahunan
  4. Surat Kepala BKN C.26-30/V.208-7/46 Tgl. 16 September 2009 tentang Penjelasan Cuti Bersalin Bagi CPNS
Disiplin PNS
  1. PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS
  2. PERKA BKN Nomor 21 Tahun 2010 tentang Ketentuan pelaksanaan PP No. 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS
Pemberhentian PNS
  1. PP No. 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian Sementara PNS
  2. PP No. 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS
  3. Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 4/SE/1980 tentang Pemberhentian PNS
  4. PP No. 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS
  5. Kepka BKN Nomor 13 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan PP Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan Pemindahan dan Pemberhentian PNS
Pengadaan PNS
  1. PP No. 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan PNS
  2. PP No. 11 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas PP No. 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan PNS
  3. Kepka BKN Nomor 11 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan PNS
Pensiun PNS
  1. UU No. 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai
  2. Kepka BKN Nomor 14 Tahun 2003 Petunjuk Teknis Pemberhentian dan Pemberian Pensiun PNS serta pensiun PNS serta pensiun Janda/dudanya sebagai pelaksanaan PP No. 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS
PNS Menjadi Anggota Parpol
  1. UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
  2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
  3. PP Nomor 5 Tahun 1999 tentang PNS yang menjadi Anggota Parpol
  4. PP Nomor 12 Tahun 1999 tentang perubahan atas PP Nomor 5 Tahun 1999 tentang PNS yang menjadi Anggota Parpol
  5. PP No. 37 Tahun 2004 tentang Larangan PNS menjadi Anggota Parpol
  6. Surat Kepala BKN Nomor K.26-30/V.31-3/99 tentang Netralitas PNS dalam Pemilihan Umum Calon Legislatif dan Calon Presiden/Calon Wakil Presiden Tanggal 12 Maret 2009
PNS Menjadi Kepala Daerah
  1. PERKA BKN No. 5 Tahun 2005 tentang PNS yang menjadi Calon Kepala Daerah/Calon Wakil Kepala Daerah
  2. PERKA BKN No. 10 Tahun 2005 tentang PNS yang menjadi Calon Kepala Daerah/Calon Wakil Kepala Daerah
Tunjangan Cacat dan atau uang duka tewas karena Dinas
  1. PP nomor 12 Tahun 1981 tentang Perawatan, Tunjangan Cacat dan Uang Duka PNS
  2. PP Nomor 1 Tahun 1983 tentang Perlakuan terhadap CPNS yang tewas/cacat akibat kecelakaan karena dinas
Kenaikan Pangkat
  1. PP No. 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat PNS
  2. PP No. 12 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas PP No. 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan PNS
  3. Kepka BKN Nomor 12 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat PNS sebagaimana telah diubah dengan PP No. 12 Tahun 2002
Izin Perkawinan dan Perceraian
  1. PP No. 10 Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS
  2. PP No. 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas PP No. 10 Tahun 1983 Tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian PNS
  3. Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 48/SE/1990 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian PNS

»»  Baca Selengkapnya...