Selasa, 19 Juli 2011

KEPEMIMPINAN DAN OTONOMI DAERAH SERTA KONSTRUKSINYA DALAM UU NO 32 TAHUN 2004


KEPEMIMPINAN DAN OTONOMI DAERAH SERTA KONSTRUKSINYA DALAM UU NO 32 TAHUN 2004

Oleh Turiman Fachturahman Nur
Email;qitriaincenter@yahoo.co.id
Blog di Goolge: Rajawali Garuda Pancasila.blogspot.com
HP 08125695414

Tema yang diajukan kepada saya adalah tentang Kepemimpinan dan Otonomi Daerah, untuk memahami kedua konsep ini perlu dipersepsikan bersama apakah yang dimaksud dengan kepemimpinan dan otonomi daerah.

A.   Kepemimpinan
Jika kita mapping berbagai definisi kepemimpinan yang terdapat dalam berbagai literatur ilmiah, maka dapat dipaparkan  berbagai definisi kepimpinan sebagai berikut:
1.    George R. Terry (yang dikutip dari Sutarto, 1998)
Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2.    Ordway Tead (1929)
Kepemimpinan sebagai perpaduan perangai yang memungkinkan seseorang mampu mendorong pihak lain menyelesaikan tugasnya
3.    Rauch & Behling (1984)
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas-aktifitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.
4.    Katz & Kahn (1978)
Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada, dan berada diatas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi.
5.    Hemhill & Coon (1995)
     Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktifitas-aktifitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared goal).
6.    William G.Scott (1962) Kepemimpinan adalah sebagai proses mempengaruhi kegiatan yang diorganisir dalam kelompok di dalam usahanya mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
7.    Stephen J.Carrol & Henry L.Tosj (1977) Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang-orang lain untuk melakukan apa yang kamu inginkan dari mereka untuk mengerjakannya.
8.    Dr. Thomas Gordon “ Group Centered Leadership”. A way of releasing creative power of groups. Kepemimpinan dapat dikonsepsualisasikan sebagai suatu interaksi antara seseorang dengan suatu kelompok, tepatnya antara seorang dengan anggota-anggota kelompok setiap peserta didalam interaksi memainkan peranan dan dengan cara-cara tertentu peranan itu harus dipilah-pilahkan dari suatu dengan yang lain. Dasar pemilihan merupakan soal pengaruh, pemimpin mempengaruhi dan orang lain dipengaruhi.
9.    Tannenbaum, Weschler,& Massarik (1961)
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu.
   10. P. Pigors (1935) Kepemimpinan adalah suatu proses saling mendorong melalui keberhasilan interaksi dari perbedaan perbedaan individu, mengontrol daya manusia dalam mengejar tujuan bersama.
   11. Kartini Kartono (1994 : 48) Kepemimpinan itu sifatnya spesifik, khas, diperlukan bagi satu situasi khusus. Sebab dalam suatu kelompok yang melakukan aktivitas¬aktivitas tertentu, dan mempunyai suatu tujuan serta peralatan¬peralatan yang khusus. Pemimpin kelompok dengan ciri-ciri karakteristik itu merupakan fungsi dari situasi khusus.
12. G. U. Cleeton dan C.W Mason (1934) Kepemimpinan menunjukan kemampuan mempengaruhi orang-orang dan mencapai hasil melalui himbauan emosional dan ini lebih baik dibandingkan dengan penggunaan kekuasaan.
13. Locke & Associates (1997) Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses membujuk (inducing) orang-orang lain untuk mengambil langkah menuju sasaran bersama .
14. John W. Gardner (1990) Kepimpinan sebagai proses Pemujukan di mana individu-individu meransang kumpulannya meneruskan objektif yang ditetapkan oleh pemimpin dan dikongsi bersama oleh pemimpin dan pengikutnya.
15. Theo Haiman & William G.Scott (1974)Kepemimpinan adalah proses orang-orang diarahkan ,dipimpin, dan dipengaruhi dalam pemilihan dan pencapaian tujuan.
16. Duben (1954) Kepemimpinan adalah aktifitas para pemegang kekuasaan dan membuat keputusan.
17. F.A.Nigro(1965)Inti kepemimpinan adalah mempengaruhi kegiatan orang-orang lain.
18.Reed (1976) Kepimpinan adalah cara mempengaruhi tingkah laku manusia supaya perjuangan itu dapat dilaksanakan mengikut kehendak pemimpin.
19.G.L.Feman & E.K.aylor (1950) Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan kegiatan kelompok mencapai tujuan organisasi dengan efektifitas maksimum dan kerjasama dari tiap-tiap individu.
20.James M. Black (1961)Kepemimpinan adalah kemampuan yang sanggup meyakinkan orang lain supaya bekerjasama dibawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai tujuan tertentu.
21. Harold Koontz (1989) Pengaruh, seni,atau proses mempengaruhi orang-orang sehingga mereka akan berusaha mencapai tujuan kelompok dengan kemauan dan antusiasme.
22. R.K. Merton “ The Social Nature of Leadership”, American Journal of Nuns, 1969.
Kepemimpinan sebagai suatu hubungan antar pribadi dalam mana pihak lain mengadakan penyesuaian karena mereka berkeinginan untuk itu, bukannya karena mereka harus berbuat demikian.
23. P. Pigors “Ledearship and Domination”Kepemimpinan adalah suatu proses saling mendorong yang mengontrol daya manusia dalam mengejar tujuan bersama, melalui interaksi yang berhasil dari perbedaan-perbedaan individual.
24. Keth Davis “Human Relations at Work” Kepemimpinan sebagai faktor manusiawi yang mengikat suatu kelompok menjadi satu dengan memotivasinya kearah tujuan-tujuan.
25. Ordway Tead “ The Technigue of Creative Leadershif in Human Nature and Management”.
Kepemimpinan sebagai kombinasi perangai-perangai yang memungkinkan seseorang mampu mendorong orang-orang lain untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu.
26. E.S. Bogardus “Leader and Leadership”.Kepemimpinan sebagai kepribadian yang beraksi dalam kondisi-kondisi kelompok. Tidak saja kepemimpinan itu suatu kepribadian dan suatu gejala kelompok; ia juga merupakan suatu proses sosial yang melibatkan sejumlah orang dalam kontak mental dalam mana seseorang mendominasi orang-orang lain.
27. F.I. Munson “The Management of Man” Kepemimpinan sebagai kemampuan/kesanggupan untuk menangani atau menggarap orang-orang sedemikian rupa untuk mencapai hasil yang sebesar-besarnya dengan sekecilnya mungkin pergesekan dan sebesar-besarnya (sebesar mungkin) kerja sama.
28. C.M. Bundel “Is Leadership losing its importance ?”Kepemimpinan seorang seni mendorong/mempengaruhi orang-orang lain untuk mengerjakan apa yang dikehendaki seseorang pemimpin untuk dikerjakannya.
29. W.G. Bennis “Leadership Theory and Administration Behavior” Kepemimpinan sebagai proses dengan mana pemimpin mendorong, mempengaruhi bawahan untuk berprilaku seperti yang dikehendaki.
30. J.B. NASH “Leadership” Kepemimpinan mencakup kegiatan mempengaruhi perubahan dalam perbuatan orang-orang.
31. Ordway Tead “ The Art of Leadership”Kepemimpinan sebagai kegiatan mempengaruhi orang-orang untuk bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan yang dikehendaki.
32. H.H. Jennings “Leadership – a dynamic redefinition”, Journal Education School, 1944.
Kepemimpinan muncul sebagai suatu hasil interaksi yang melibatkan prilaku yang memuat seseorang terangkat keperanan sebagai pemimpin oleh individu-individu lain.
33. J.K. Hemphill - Dalam “ The Leader and his Group”. Kepemimpinan adalah perilaku seorang individu sementara ia terlibat dalam pengerahan kegiatan-kegiatan kelompok. - Dalam “ A Propossed Theory of leadership in small groups; Technical report”. Memimpin berarti terlibat dalam suatu tindakan memulai pembentukan struktur dalam interaksi sebagai bagian dari proses pemecahan masalah-masalah bersama.
34. R. C. Davis “ The Fundamentals of Top Management” Kepemimpinan sebagai kekuatan dinamika yang pokok yang mendorong memotivasi, dan mengkoordinasikan organisasi dalam pencapaian tujuan-tujuannya.
35. C. Schenk “Leadership” : Infantry Journal. 1928. Kepemimpinan adalah manajemen mengenal manusia dengan jalan persuasi dan inspirasi dan bukannya dengan pengarahan atau semacamnya, atau ancaman, paksaan yang terselubung.
36. C.V. Cleeton & C.W. Mason “Executive Ability its Discovery and Development"
Kepemimpinan menunjukkan kemampuan mempengaruhi orang-orang dalam mencapai hasil-hasil melalui himbauan emosional dan bukannya melalui penggunaan kekerasan/wewenang.
37. N. Copeland “Psychology and the Soldier”Kepemimpinan adalah seni perlakuan terhadap manusia. Ini adalah seni mempengaruhi sejumlah orang dengan persuasi atau dengan teladan untuk mengikuti serangkaian tindakan.
38. H. Kootz & O’ Donnel “ Principles of Management” Kepemimpinan adalah kegiatan mempersuasi orang-orang untuk bekerjasama dalam pencapaian suatu tujuan bersama.
39. C. K. Warriner “ Leadership in the small Group”, American Journal Soc, 1955
Kepemimpinan sebagai suatu bentuk hubungan diantara orang-orang, dimana mengharuskan seseorang atau lebih bertindak sesuai dengan permintaan pihak lain.
40. H. Gerth & C.W. Mills “Character and Social Structure”Kepemimpinan dalam arti luas adalah suatu hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin dalam mana pemimpin lebih banyak mempengaruhi dari pada dipengaruhi; disebabkan karena pemimpin menghendaki yang dipimpin berbuat seperti dia dan tidak berbuat lain yang dimaui sendiri.
41. R. M. Bellows “Creative Leadership”Kepemimpinan sebagai proses pengaturan suatu situasi sedemikian rupa, sehingga anggota-anggota kelompok termasuk si pemimpin, dapat mencapai tujuan bersama dengan hasil maksimum dan dengan waktu dan kerja minimum.
42. Ralp M. Stogdill (1950) Is the process of influencing group activities toward goal setting and goal achievement (proses mempengaruhi kegiatan kelompok, menuju kearah penentuan tujuan dan mencapai tujuan).
           Berdasarkan definisi tersebut diatas, maka kepemimpinan adalah permulaan pembentukan struktur dan memeliharanya dalam harapan dan interaksi serta proses mempengaruhi seseorang. Dalam “A Handbook of Leadership” yang dikutip oleh Prof. Drs. S. Pamuji, MPA, beliau memberikan karakteristik kepimimpinan sebagai berikut:
a)    Leadership As A Focus Of Group Process (Kepemimpinan sebagai titik pusat proses kelompok)
b)   Leadership As Personality And Its Effects (Kepemimpinan sebagai kepribadian seseorang yang memiliki sejumlah perangai (Traits) dan watak (Character) yang memadai dari suatu kepribadian)
c)    Leadership As The Art Of Inducing Comliance(Kepemimpinan sebagai seni untuk menciptakan kesesuaian paham, kesepakatan)
d)   Leadership As The Exercise Of Its Influence  (Kepemimpinan sebagai pelaksanaan pengaruh)
e)    Leadership As Act Or Behavior (Kepemimpinan sebagai tindakan atau prilaku)
f)     Leadership As A From Of Persuasion (Kepemimpinan adalah bentuk persuasi)
g)   Leadership As A Power Relation (Kepemimpinan sebagai suatu hubungan kekuasaan/kekuatan)
h)   Leadership Is An Instrumental Of Goal Achievement (Kepemimpinan adalah sarana pencapaian tujuan)
i)     Leadership As An Effect Of Interaction (Kepemimpinan adalah suatu hasil dari interaksi)
j)     Leadership As A Deferentiated Role (Kepemimpinan adalah peranan yang dipilahkan)
k)    Leadership As The Initiation Of Structur (Kepemimpinan sebagai awal dari pada struktur)
Dengan demikian apakah kepemimpinan itu? Pelbagai definisi telah disusun oleh banyak ahli, namun pada umumnya hanya terbagi menjadi 2 (dua) bagian saja, yaitu yang memandang kepemimpinan sebagai PROSES dan kepemimpinan sebagai SENI.
1. Kepemimpinan sebagai PROSES
(a) Kepemimpinan adalah “suatu proses yang kompleks dimana seseorang mempengaruhi orang-orang lain untuk menunaikan suatu misi, tugas, atau tujuan dan mengarahkan organisasi yang membuatnya lebih kohesif dan koheren." Mereka yang memegang jabatan sebagai pemimpin menerapkan seluruh atribut kepemimpinannya (keyakinan, nilai-nilai, etika, karakter, pengetahuan, dan ketrampilan). Jadi seorang pemimpin berbeda dari majikan, dan berbeda dari manajer. Seorang pemimpin menjadikan orang-orang ingin mencapai tujuan dan sasaran yang tinggi, sedangkan seorang majikan menyuruh orang-orang untuk menunaikan suatu tugas atau mencapai tujuan. Seorang pemimpin melakukan hal-hal yang benar, sedangkan seorang manajer melakukan hal-hal dengan benar (Leaders do right things, managers do everything right).
(b)   Kepemimpinan adalah "suatu proses terencana yang dinamis melalui suatu periode waktu dalam situasi yang di dalamnya pemimpin menggunakan perilaku (pola/gaya) kepemimpinan yang khusus dan sarana serta prasarana kepemimpinan (sumber-sumber) untuk memimpin (menggerakkan/mempengaruhi) bawahan (pengikut-pengikut) guna melaksanakan tugas/ pekerjaan (menyelesaikan tugas) ke arah (dalam upaya pencapaian) tujuan yang menguntungkan (membawa keuntungan timbal balik) bagi pemimpin dan bawahan serta lingkungan sosial di mana mereka ada/hidup.” Definisi ini dikemukakan oleh J. Robert Clinton dalam bukunya, The Making of A Leader dan dimodifikasi oleh Y. Tomatala, dalam bukunya, Kepemimpinan Yang Dinamis.

2. Kepemimpinan sebagai SENI
a)    Kepemimpinan ialah "seni bekerja (tahu, mau, dan aktif bekerja) bersama dan melalui orang lain."
b)   Kepemimpinan ialah "seni pemenuhan kebutuhan orang yang dipimpin dalam melaksanakan pekerjaan mencapai tujuan bersama.”
c)    Kepemimpinan ialah "seni penggalangan yang diwujudkan melalui kemampuan memadukan gagasan, orang, benda, waktu, dan iman, untuk (melaksanakan pekerjaan/tugas) mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya."
d)   Kepemimpinan ialah "seni mempengaruhi dan menggerakkan orang untuk bekerja secara terkoordinasi di mana setiap orang tergerak mengerjakan pekerjaannya serta menyelesaikan tugasnya dengan baik berdasarkan program yang telah dicanangkan dalam kinerja keorganisasian secara menyeluruh.
e)    Kepemimpinan ialah "seni merangkum dan menyampaikan perintah, yang olehnya orang yang dipimpin tergerak dan bergerak melaksanakan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya."
f)     Kepemimpinan ialah "seni membuat peta keinginan tentang masa depan organisasi, dan kemampuan menerjemahkan peta tersebut menjadi suatu kerangka keinginan yang nyata, serta kekuatan atau kuasa menggunakan segala sumber untuk melaksanakan peta tersebut menjadi produk yang berdaya-guna.
g)   Kepemimpinan ialah "seni mendaya-gunakan sumber-sumber daya: manusia, alam, teknologi, infrastruktur, dan sebagainya dalam upaya mempertahankan optimalisasi kerja yang tinggi sehingga menciptakan hasil yang bernilai lebih yang semakin besar yang membawa sukses kerja dalam organisasi.

B. Otonomi Daerah
       Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5  memberikan definisi Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
       Mengacu pada definisi normatif dalam UU No 32 Tahun 2004, maka unsur otonomi daerah adalah :
1.    Hak
2.    Wewenang
3.    Kewajiban Daerah Otonom
Ketiga hal tersebut dimaksudkan untuk mengatur dan mengurus sendiri, urusan pemerintahan da kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pertanyaannya adalah apa yang dimaksud dengan hak ? Didalam UU NO 32 Tahun 2004 yang dimaksud hak dalam konteks otonomi daerah adalah hak-hak daerah yang dijabarkan pada  Pasal 21 Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak:
a.mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; b. memilih pimpinan daerah; c.mengelola aparatur daerah; d. mengelola kekayaan daerah;
e.memungut pajak daerah dan retribusi daerah; f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; g.mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan h.mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
 Berkaitan dengan wewenang dalam konteks otonomi daerah, maka daerah otonom, yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (Pasal 1 angka 6 UU No 32 Tahun 2004) berhak mengurus urusan pemerintahanya, pertanyaan urusan pemerintahan yang mana ?
         Pasal 12 UU No 32 Tahun 2004 memberikan panduan, yaitu: (1) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. (2)Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.
        Selanjutnya  urusan yang berkaitan dengan otonomi daerah di daerah otonom didasarkan pada asas desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 angka 7 UU No 32 Tahun 2004)
        Urusan Pemerintahan ini ada yang diklasifikasi menjadi urusan wajib dan dalam konstruksi UU No 32 Tahun 2004 ada urusan wajib  berskala provinsi dan berskala kabupaten, sebagaimana diatur pada Pasal 13 (1)Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: a.perencanaan dan pengendalian pembangunan; b.perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c.penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; d.penyediaan sarana dan prasarana umum; e.penanganan bidang kesehatan; f.penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g.penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h.pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; i.fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; j.pengendalian lingkungan hidup; k.pelayaran pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l.pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m.pelayanan administrasi umum pemerintahan; n.pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; o.penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan p.urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. (2)Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan
         Selanjutnya untuk urusan pemerintahan skala kabupaten Pasal 14 (1)Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: a.perencanaan dan pengendalian pembangunan; b.perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c.penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; d.penyediaan sarana dan prasarana umum; e.penanganan bidang kesehatan;f.penyelenggaraan pendidikan; g.penanggulangan masalah sosial; h.pelayanan bidang ketenagakerjaan; i.fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j.pengendalian lingkungan hidup; k.pelayanan pertanahan; l.pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m.pelayanan administrasi umum pemerintahan; n.pelayanan administrasi penanaman modal; o.penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p.urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan
         Untuk melaksanakan kewenangan wajib tersebut, maka daerah otonom dalam melaksanakan otonomi daerah pada Pasal 22 yang menyatakan : Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban: a.melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b.meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; c. mengembangkan kehidupan demokrasi; d.mewujudkan keadilan dan pemerataan; e.meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; f.menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; g.menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; h.mengembangkan sistem jaminan sosial; i.menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j.mengembangkan sumber daya produktif di daerah; k.melestarikan lingkungan hidup; l.mengelola administrasi kependudukan; m.melestarikan nilai sosial budaya; n. membentuk dan menetapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan o.kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

C.   Persoalan Kepemimpinan dan Pelaksanaan Otonomi Daerah
      Persoalan Kepemimpinan dan Pelaksanaan Otonomi daerah berdasarkan pemetaan peraturan perundang-undangan, maka berkisar pada lima pilar tata kelola pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, yaitu :
Pilar Pertama, Demokrasi melalui PILKADA  Kebijakan pemberlakuan otonomi membuat setiap daerah memiliki kewenangan yang cukup besar dalam mengambil keputusan yang dianggap sesuai. Terlebih dengan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung yang diselenggarakan sejak tahun 2005 ini, membuat kepala daerah terpilih mendapat legitimasi lebih kuat, dibanding saat dipilih oleh anggota DPRD. Tentunya kepala daerah hasil pilkada langsung ini membuahkan harapan yang cukup besar bagi masyarakat, yaitu kesejahteraan yang akan makin meningkat. Tetapi harapan tersebut ternyata tidak mudah untuk diwujudkan. Kekuatan visi & kompetensi kepala daerah terpilih menjadi salah satu penentu, di samping faktor-faktor lain. Tantangan terberat bagi kepala daerah terpilih adalah melaksanakan visi, misi, dan janji-janji semasa kampanye, yang hampir semuanya pasti baik. Setidaknya ada empat hal yang harus dimiliki dan disiapkan oleh seorang Kepala Daerah agar visi membangun dan mensejahterakan rakyatnya menjadi kenyataan, diperlukan pilar berikutnya yang diharapkan seorang kepala daerah dapat menjalankan perannya dalam membangun daerahnya bisa optimal, atau kata kuncinya adalah daerah membangun bukan lagi membangun daerah.
Pilar Kedua, Sumber Daya Manusia (SDM) Mengapa SDM ? Karena pada dasarnya manusialah yang menjadi pelaku dan penentu. SDM seperti apa yang diperlukan ? Yaitu SDM yang memiliki: moral yang baik (good morality), kemampuan kepemimpinan (leadership), kemampuan manajerial (managerial skill), dan kemampuan teknis (technical skill). Seorang kepala daerah perlu didukung oleh aparat yang mempunyai empat kualifikasi tersebut, diberbagai level jabatan & fungsinya. Moral yang baik menjadi prasyarat utama. Karena tanpa moral yang baik, semua kebijakan, sistem, program maupun kegiatan yang dirancang akan menjadi sia-sia. Tentunya kita menyaksikan terjadinya krisis moneter yang dimulai tahun 1997 lalu, kemudian krisis ekonomi, krisis kepemimpinan, dan masih terus berlanjut yang hingga sekarang masih dirasakan dampaknya. Sebab utama terjadinya krisis itu tidak lain adalah rendahnya moral sebagian pengambil kebijakan negeri ini.
Moral yang baik akan menghasilkan sebuah pemerintahan yang bersih dari tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme demi kepentingan pribadi atau golongan tertentu saja. Saat ini tuntutan penerapan 3G (Good Government Governance) terus-menerus digaungkan oleh berbagai pihak. Penerapan prinsip-prinsip transparansi & akuntabilitas tanpa didukung oleh aparat yang bermoral baik, pada akhirnya hanya akan berhenti di tingkat wacana saja. Oleh karena itu, sejak awal dilantik, seorang kepala daerah harus segera menyiapkan aparatnya dalam aspek moral ini. Termasuk menjadikan dirinya sebagai teladan bagi semua bawahannya. Moral yang baik belumlah cukup, tapi juga harus diimbangi dengan kompetensi. Yaitu kemampuan di bidang kepemimpinan, manajerial, dan teknis. Untuk mencapai kompetensi yang diperlukan, tidak terlepas dari sistem kepegawaian yang diterapkan. Model manajemen SDM berbasis kompetensi nampaknya menjadi keniscayaan. Termasuk sistem kompensasi yang memadai harus menjadi perhatian.  Selain itu perlu didukung dengan perubahan paradigma, yaitu dari mental penguasa menjadi pelayan masyarakat. Termasuk budaya kerja yang proaktif & cepat tanggap terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat.
Pilar Ketiga, Kebijakan Maksudnya adalah berbagai konsep kebijakan yang berpihak kepada berbagai stakeholder, terutama kepentingan masyarakat luas. Secara formal, kebijakan tersebut akan dituangkan dalam peraturan daerah (perda) maupun peraturan kepala daerah. Kepala daerah antara lain harus memiliki konsep pembangunan berkelanjutan & berkeadilan, konsep manajemen pemerintahan yang efektif & efisien, konsep investasi yang mengakomodir kepentingan pihak terkait, serta berbagai konsep kebijakan lainnya. Hal ini sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2004 dan UU No. 32 Tahun 2004, yang mengamanatkan kepala daerah untuk menyusun RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), yang menjabarkan visi & misinya selama lima tahun masa pemerintahannya. Sehingga dengan demikian arah pembangunan sejak dilantik hingga lima tahun ke depan sudah jelas. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah antara lain jika pemerintah dapat memenuhi 5 kebutuhan dasar masyarakatnya, yaitu: pangan, sandang, papan (perumahan), pendidikan, dan kesehatan. Selain itu kepala daerah harus mampu melihat suatu permasalahan secara komprehensif dan integratif, jangan sampai terjebak hanya melihat secara sektoral dan parsial, ataupun keuntungan jangka pendek. Jangan sampai seorang kepala daerah tidak tahu harus berbuat apa. Jika demikian, pemerintahan akan berjalan tak tentu arah. Sehingga pada akhirnya, rakyatlah yang harus menanggung akibatnya.
Pilar Keempat, Sistem Artinya pemerintahan harus berjalan berdasarkan sistem, bukan tergantung pada figur. Sangat penting bagi kepala daerah untuk membangun sistem pemerintahan yang kuat.
Beberapa sistem yang harus dibangun agar pemerintahan dapat berjalan secara baik antara lain: sistem perencanaan pembangunan, sistem pengelolaan keuangan daerah, sistem kepegawaian, sistem pengelolaan aset daerah, sistem pengambilan keputusan, sistem penyeleksian dan pemilihan rekanan, sistem dan standar pelayanan, sistem pengawasan. Sistem yang dimaksud di sini dapat bersifat manual maupun yang berbasis teknologi informasi. Dukungan teknologi informasi menjadi sesuatu yang tidak dapat dielakkan jika pemerintahan ingin berjalan lebih efisien dan efektif. Penerapan sistem-sistem tersebut akan mendorong terjadinya 3G (Good Government Governance), yang pada akhirnya akan menghasilkan pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
Pilar Keempat: Investasi Tidaklah mungkin suatu pemerintahan daerah hanya mengandalkan dana dari APBD untuk membangun daerahnya. Mengapa ? Karena bisa dikatakan, sebagian besar daerah menggunakan rata-rata 2/3 dana APBD tersebut untuk membiayai penyelenggaraan aparaturnya. Hanya sekitar 1/3 yang dapat dialokasikan untuk pembangunan. Dibutuhkan dana ratusan milyar bahkan triliunan rupiah untuk membangun infrastruktur, seperti pembangkit listrik, jalan tol, pelabuhan laut, bandar udara, telekomunikasi, rumah sakit, hotel. Sedangkan infrastruktur merupakan syarat agar sebuah daerah dapat berkembang. Contoh lain adalah dalam rangka mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang dimiliki, juga memerlukan dana yang tidak sedikit, yang tentunya tidak mungkin jika hanya mengandalkan dana APBD saja.  Dengan keterbatasan dana yang dimiliki tersebut, mau tidak mau pemerintah daerah harus melibatkan pihak investor (dalam maupun luar negeri) dalam membangun daerahnya. Kepala daerah harus dapat menciptakan iklim yang kondusif agar para investor tertarik untuk menanamkan investasi di daerahnya. Setidaknya ada empat stakeholder yang harus diperhatikan kepentingannya saat kita bicara tentang investasi, yaitu pihak investor, pemerintah daerah, masyarakat, dan lingkungan. Investor tentunya berkepentingan agar dana yang dinvestasikannya menghasilkan profit yang memadai, ingin mendapatkan berbagai kemudahan dan adanya jaminan keamanan dalam berinvestasi. Pihak pemerintah daerah ingin agar pendapatan asli daerahnya (PAD) meningkat. Masyarakat berharap kesejahteraannya makin meningkat dan lapangan kerja makin terbuka. Lingkungan perlu diperhatikan agar tetap terjaga kelestariannya. Jangan sampai karena terlalu bersemangat, akhirnya secara jangka panjang terjadi pengrusakan lingkungan.
           Pertanyaannya, adalah bagaimana mengawal lima pilar tata kelola pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah ? UU No 32 Tahun 2004 beserta peraturan pelaksanaannya, memberikan panduan, yaitu asas-asas pengelolaan tata pemerintahan yang baik, sebagaimana dimaksud  Pasal 20 (1)Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas:
a.asas kepastian hukum;
b.asas tertib. penyelenggara negara;
c.asas kepentingan umum;
d.asas keterbukaan;
e.asas proporsionalitas;
f.asas profesionalitas;
g.asas akuntabilitas;
h.asas efisiensi; dan
i.asas efektivitas.
           (2)Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.
          Kemudian apa yanga dimaksud asas-asas tersebut, UU Nomor 32 Tahun 2004 mengkorelasikan dengan UU No 28 Tahun 1999 Tentang PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME, hal ini dapat dibaca pada penjelasan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 20 Ayat (1) Asas Umum Penyelenggaraan Negara dalam ketentuan ini sesuai dengan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme, ditambah asas efisiensi dan asas efektivitas.
       Jika kita kaitkan pasal 3  Asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi :
1.   Asas Kepastian Hukum;
2.   Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;
3.   Asas Kepentingan Umum;
4.   Asas Keterbukaan;
5.   Asas Proporsionalitas;
6.   Asas Profesionalitas; dan
7.   Asas Akuntabilitas
.
Kemudian dalam penjelasan UU No 28 Tahun 1999, Pasal 3 Angka 1 Yang dimaksud dengan "Asas Kepastian Hukum" adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara.
Angka 2 Yang dimaksud dengan "Asas Tertib Penyelenggaraan Negara" adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keseraslan, dan keseimbangan dalam
pengendalian Penyelenqgara Negara.
Angka 3 Yang dimaksud dengan "Asas Kepentingan Umurn" adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
Angka 4 Yang dimaksud dengan "Asas Keterbukaan" adalah asas yang membuka diri  terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan
tidak diskrirninatif tentang penyeienggaraan negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia
negara.
Angka 5 Yang dimaksud dengan "Asas Proporsionalitas" adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.
Angka 6 Yang dimaksud dengan "Asas Profesionalitas" adalah asas yang mengutamakan keahlian yang beriandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Angka 7 Yang dimaksud dengan "Asas Akuntabilitas" adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus  dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang  kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.




D. 9 (Sembilan) Sinergi Versi Pemerintah berdasarkan RPJM 2010-2014.
Pentingnya sinergitas antara Pusat–Daerah, antardaerah, maupun antarsektor, sehingga dipandang perlu rumusan pemikiran yang berkenaan dengan konsep dan ruang lingkup dari sinergitas ini. Sinergi pusat-daerah dan antardaerah merupakan penentu utama kelancaran pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang tercantum dalam RPJMN 2010-2014. Sinergi pusat-daerah dan antardaerah dilakukan dalam seluruh proses mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi yang mencakup, yaitu :
1.  Sinergi dalam Kerangka Perencanaan Kebijakan (Policy planning framework) Upaya bersama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang dapat dilakukan antara lain: (1) sinergi berbagai dokumen perencanaan pembangunan (RPJP dan RPJPD, RPJM dan RPJMD, RKP dan RKPD); (2) sinergi dalam penetapan target pembangunan; (3) standarisasi indikator pembangunan yang digunakan oleh kementerian/lembaga dan satuan perangkat kerja daerah; serta (4) sinergi perijinan usaha. Sinergi dalam perencanaan kebijakan pembangunan Pusat dan Daerah baik lima tahunan maupun tahunan akan dilaksanakan dengan mengoptimalkan penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di semua tingkatan pemerintahan.
2. Sinergi dalam Kerangka Regulasi (Regulation framework) Sinergi dalam kerangka regulasi diarahkan untuk mendorong harmonisasi peraturan perundang-undangan baik dalam bentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri dalam mendukung pelaksanaan program dan kegiatan yang tercantum dalam RPJMN 2010-2014. Oleh karena itu, setiap kebijakan dan peraturan perundang-undangan di Daerah baik Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati dan Peraturan Walikota harus harmonis dan sinkron dengan kebijakan dan peraturan perundang-undangan nasional.
3. Sinergi dalam Kerangka Anggaran (Budgeting framework) Sinergi Pusat-Daerah dilaksanakan melalui memadukan perencanaan dan pemanfaatan anggaran yang bersumber dari berbagai lintas sumber pembiayaan baik dana sektoral (dana dekonsentrasi dan tugas perbantuan) dan dana perimbangan (DAU, DAK, DBH, Dana Otsus, Dana Adhoc, dan pembiayaan lainnya). Keterpaduan ini bertujuan untuk : (1) menjaga harmonisasi kepentingan nasional dan kebutuhan daerah; (2) menyelaraskan besaran kebutuhan pendanaan di daerah dengan pembagian urusan pemerintahan; (3) meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; (4) meningkatkan rencana pembangunan nasional dan daerah.
4. Sinergi dalam Kerangka Kelembagaan, Kewenangan dan Aparatur Daerah (institutional framework) Sinergi ini diarahkan untuk memperbaiki tata kelola kelembagaan Pemerintahan Daerah, mengelola hubungan kewenangan/urusan antarlevel pemerintahan, dan meningkatkan kapasitas aparatur daerah. Salah satu yang dilakukan adalah : (1) mengonsolidasi pelaksanaan PP No. 38/2007 tentang pembagian kewenangan antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota; (2) memantapkan dan menata lembaga-lembaga pusat di daerah seperti balai-balai di lingkungan kementerian PU atau UPT lainnya; (3) meningkatkan mutu dan jangkauan publik pelayanan sesuai standar pelayanan minimal (SPM) yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat; (3) mengendalikan pemekaran daerah dan memantapkan pengelolaan pengelolaan daerah otonom dengan tetap mengutamakan harmonisasi kepentingan nasional dan kebutuhan daerah dan rentang kendali manajemen yang ideal; serta (4) mengembangkan pola-pola kerjasama antardaerah.
5. Sinergi dalam Kerangka Pengembangan Wilayah atau Antar Ruang (Regional development framework) Sinergi ini diarahkan untuk mendorong penataan, pemanfaatan dan pengendalian tata ruang dengan prinsip harmonisasi kepentingan nasional dan kebutuhan daerah serta keserasian antardaerah. Hal ini mencakup langkah-langkah antara lain adalah: (1) sinkronisasi kebijakan dalam penggunaan lahan dan tata ruang untuk menghindari tumpang tindih pengendalian ruang untuk mitigasi bencana alam; (3) mencegah ego kedaerahan untuk menghindari pembangunan prasarana dan sarana tanpa perhitungan harmonisasi wilayah pelayanan bersama-sama dengan Kabupaten/Kota tetangga; (4) meningkatkan pengaturan bersama alih fungsi lahan melalui padu serasi dan penyelesaian segera aspek pemanfaatan ruang khususnya dengan sektor kehutanan.
6. Sinergi dengan Lembaga-Lembaga Non-Pemerintah Sinergi antar pemerintah dan lembaga non-pemerintah diarahkan pada antara lain: (1) menyamakan langkah dan pandangan terhadap isu-isu pembangunan yang kemungkinan menimbulkan perbedaan persepsional dan bukan substantif; (2) meminta masukan dan mengakomodasi preferensi pembangunan dari sisi non-pemerintahan yang berguna bagi kebaikan bersama; (3) mengembangkan komunikasi banyak arah terkait kebijakan umum maupun spesifik pembangunan; (4) menegaskan kebijakan-kebijakan strategis pemerintah yang harus menjadi patokan dasar semua stakeholders pembangunan. Walaupun demikian terdapat ruang kepada kelompok non-pemerintah (dunia usaha, civil society) untuk menyikapi langkah-langkah pembangunan yang belum memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat.
7. Sinergi dalam Kerangka Kemitraan dengan Dunia Usaha (Public Private Partnership) Sinergi ini diarahkan untuk meningkatkan peran serta dunia usaha, termasuk BUMN dan BUMD dalam mendukung langkah-langkah percepatan pembangunan sektoral dan wilayah yang sesuai dengan skenario pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah Pusat dan Daerah. Sinergi ini diperlukan untuk : (1) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara kebijakan dan implementasi pembangunan yang dilakukan pemerintah dan kegiatan investasi dunia usaha di daerah; (2) menjamin langkah-langkah koordinasi terkait aspek regulasi yang sering menghambat kegiatan investasi di daerah; (3) memperluas daya jangkau perencanaan dan implementasi program; (4) menciptakan keterkaitan pola, program dan jaringan (networking) Pemerintah Daerah dengan dunia usaha; (5) menciptakan local corporate government yang efektif; (6) meningkatkan komitmen dan tanggungjawab dunia usaha terhadap pembangunan daerah. Keberadaan lembaga-lembaga internasional atau donor adalah sebagai mitra strategis Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mendukung pembangunan daerah dari sisi program maupun pembiayaan pembangunan. Mereka hadir tidaklah berada di luar kerangka perencanaan kebijakan, regulasi, kelembagaan dan penganggaran namun ia menjadi salah satu elemen penting di dalam komponen sinergi pembangunan tersebut. Kerjasama donor/mitra internasional harus dalam kerangka pelaksanaan program pembangunan daerah, sehingga bersifat integral dengan dokumen perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Acuan utama dalam kerjasama dengan mitra donor adalah RPJPN, RPJMN, RPJMD dan RKPD , karena di dalamnya terdapat Visi, Misi, Agenda Pembangunan, Prioritas Program serta Sasaran pembangunan yang hendak dicapai.
8. Sinergi dengan Perguruan Tinggi dan Lembaga Think Tank (Policy Advices) Perguruan Tinggi dan lembaga think tank menjadi salah satu elemen penting pembangunan. Perguruan Tinggi yang di dalamnya terdiri dari para intelektual, para ahli, peneliti, dosen dan mahasiswa merupakan bagian dari sinergitas pembangunan. Dalam hal ini, suatu kebijakan pembangunan dapat dilaksanakan setelah melalui pengkajian dan memenuhi asas-asas kepatutan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Perguruan Tinggi atau lembaga think tank memiliki spesifikasi pendidikan di bidang-bidang yang terkait dengan kebijakan sektoral pembangunan. Oleh karena itu keterkaitan antara pengembangan ilmu pengetahuan di Perguruan Tinggi atau lembaga think tank dengan dinamika kehidupan riil pembangunan harus terjalin baik melalui pola-pola asistensi, konsultasi, dan kerjasama antara pemerintah daerah dan Perguruan Tinggi serta lembaga think tank lainnya.
9. Sinergi dalam kerangka Pengawasan dan Evaluasi Pembangunan sebagai suatu proses ke taraf kemajuan suatu bangsa bermula dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan dan evaluasi yang sistematis. Keberadaan Bappenas, BPKP, BPK, KPK dan UKP4, serta institusi non-pemerintah yang lain dimaksudkan untuk memastikan pembangunan berjalan efektif dan mencapai sasaran yang diharapkan. Sinergitas dari sisi kelembagaan maupun program diantara institusi-institusi perencanaan, pengendalian, pengawasan dan evaluasi ini sangat penting dan mendesak guna mencipatkan kehidupan pemerintahan dan pembangunan yang bersih, maju, kuat dan kompetitif.
E. Cara Mengukur Keberhasilan OTDA berdasarkan parameter UU No 32 Tahun 2004

1.     Bagaimana mengimplematasikan kewenangan mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya yang meliputi;
a.perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b.perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c.penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
d.penyediaan sarana dan prasarana umum;
e.penanganan bidang kesehatan;
f.penyelenggaraan pendidikan;
g.penanggulangan masalah sosial;
h.pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i.fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j.pengendalian lingkungan hidup;
k.pelayanan pertanahan;
l.pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m.pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n.pelayanan administrasi penanaman modal;
o.penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
p.urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan
2.     Bagaimana persiapan dalam mensukseskan PILKADA untuk memilih pimpinan daerah ?
3.     Bagaimana Mengelola aparatur daerah sesuai dengan jenjang karir di Pemerintahan Daerah ?
4.     Bagaimana mengelola kekayaan daerah, apakah telah ada data base yang valid ?
5.     Bagaimana pelayanan publik dalam memungut pajak daerah dan retribusi daerah?
6.     Bagaimana memperjuangkan untuk mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah?
7.     Bagaimana untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah ?
8.     Bagaimana untuk mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan ?.
9.     Bagaimana Kepala Daerah dan Kepala SKPD melakukan deskresi/ terobosan Kebijakan tetapi masih dalam koridor peraturan perundang-undangan ?
10.  Bagaimana melaksanakan tiga kunci Good Governance, yaitu: Transparansi, Akutanbilitas, Supremasi Hukum ?
11.  Bagaimana terjadi perubahan yang signifikan terhadap hal-hal yang menjadi kewajiban daerah, yaitu :
a.   melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.   meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c.   mengembangkan kehidupan demokrasi;
d.   mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e.   meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f.    menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g.   menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
h.   mengembangkan sistem jaminan sosial;
i.    menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j.    mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k.   melestarikan lingkungan hidup; l.mengelola administrasi kependudukan;
m.  melestarikan nilai sosial budaya;
n.   membentuk dan menetapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan
o.  kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.


»»  Baca Selengkapnya...